Tangan Hyunjin penuh. Ia membawa nampan putih dengan dua gelas es sirup dan sekaleng biskuit cokelat buatan bibinya. Langkahnya dibawa menuju kamar dengan pintu yang terbuka setengah tepat di hadapan dapur. Kepalanya masuk terlebih dahulu dan mendorong pintu itu dengan bahunya. Sukses membukanya menjadi lebih lebar, ia membawa nampannya ke meja yang berada di kamar kamarnya sejak tinggal di sini.
Hyunjin tersenyum kecil melihat pemuda satunya yang hanya termenung tiduran di atas kasur besarnya. Ia meletakkan nampannya di tengah meja bulat kecil, fokusnya lari ke meja yang lebih besar yang penuh berantakan dengan kertas-kertas tugas mereka. Entah apa yang membuat lelaki yang lebih muda menghentikan pekerjaannya dan malah tidur meringkuk memeluk guling. Hyunjin merapikan tugasnya menjadi satu tumpukan.
Belum mengeluarkan suara apapun sedari masuk membuat Hyunjin berpikir bisa jadi pemuda berkacamata belum sadar bahwa dia sudah ada di sini. Langkah pelannya dibawa ke sisi kiri kasur yang berhadapan langsung dengan punggung idamannya. Tangan kirinya reflek bergerak duluan menuju surai cokelat favoritnya, mengelusnya pelan tanda sayang. Kakinya tergerak naik ke atas kasur dan tubuh di depan matanya itu mulai menengok ke belakang.
Senyum tipis Hyunjin berikan sesaat manik kesukaannya itu menatap lembut balik. Seungmin lelah dan Hyunjin tahu itu. Tiga jam telah berlalu dari sehabis mereka makan siang bersama. Dengan dasar ingin kerja tugas bersama, mereka berakhir di kamar nuansa biru muda ini. Memang betul, buktinya empat lembar kertas masing-masing yang tertulis khas tangan mereka sudah dirapikan Hyunjin tadi, meskipun belum selesai sepenuhnya.
Hyunjin menarik yang lebih muda untuk turun sejenak mengambil kembali kesegaran mereka setelah berkutat bersama angka dengan segelas minuman yang telah Hyunjin buat tadi. Ia mendudukkan Seungmin di atas karpet merahnya dan mengambil tempat tepat di sebelahnya. Tangan kanannya membawa salah satu gelas ke hadapan Seungmin. Hyunjin menerima anggukan dan dia mengartikan sebagai rasa terima kasih.
Mereka berdua masih diam dan menyegarkan kerongkongan mereka. Tiba-tiba terdengar suara getar bersumber dari salah satu smartphone hitam di atas meja belajar mereka. Seungmin mengerahkan tangan lebih dahulu karena lebih dekat, melihat siapa yang menelpon di sore hari menjelang malam ini. Mata bulatnya membola kaget setelah melihat nama dan ternyata itu panggilan video.
"Woojinie hyung!!!" Seungmin teriak, menyuarakan kerinduan mendalam pada kakak laki-laki tersayangnya ini.
"Annyeong Seungminie! Kamu di mana? Sepertinya bukan di kamar," kakak laki-lakinya tersenyum manis menimbulkan reaksi Seungmin yang tak kalah lucu.
"Aku sedang di kamar Hyunjin, hyung. Tadi siang aku diajak makan siang bersama keluarganya." Seungmin mengarahkan kameranya ke arah Hyunjin dan meminta pemuda itu menyapa sebentar kakaknya.
"Oh, di sana sudah sore? Di Seoul hampir pagi,"
"Hyung sedang di mana? Appa di mana?"
"Aku di kamar, Appa juga masih istirahat. Tadi aku terbangun dan tiba-tiba rindu suaramu, jadi aku meneleponmu. Tidak mengganggu waktu kalian, kan?"
"Tentu tidak, hyung. Seungminie rindu hyung dan Appa. Oh iya, Chan hyung mana?" mata Seungmin mencari keberadaan suami kakaknya itu.
"Chan hyung sedang ke kamar mandi, dia ikut terbangun bersamaku."
Woojin tersenyum manis, hatinya menghangat menyadari sang adik tetap tersenyum di sana. Dari iris hitam kelamnya, Woojin tahu bahwa adiknya sangat merindukannya. Pekerjaan dan waktu tidak bisa bekerja sama untuk mengantarkannya menuju sang adik. Walaupun bekerja di restoran ayahnya, lelaki berusia 27 tahun ini tetap sibuk layaknya pekerja lain. Dia sendiri yang meminta sang ayah untuk tidak membedakan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Favorite (hyunmin) ✔️
Fanfiction"Kenapa memilih Kanada, Seungmin?" "Negara ini adalah impianku, suasana seperti inilah yang aku sukai. Kalau Hyunjin?" "Ada yang menarikku ke Humber." Sejak kali pertama melihat Seungmin, dengan yakin Hyunjin mendeklarasikan dirinya sebagai sosok fa...