Hallo?
-
-
-
"Aku kenal Hyunjin saat dia mencoba mengintip ke dalam kelas kita, Seungmin. Dia menanyakan namamu. Sejak itu aku dan Hyunjin berteman. Dia sering sekali menyuruhku untuk memperhatikanmu, padahal bisa saja dia kenalan langsung denganmu."
"Aku takut mengganggumu," Hyunjin membela dirinya.
"Ah, bilang aja kamu malu,"
Seungmin tertawa pelan. Pembicaraan itu masih berlanjut. Perlahan tapi pasti Jisung mencoba memberikan kepercayaan diri pada Seungmin. Pemuda kecil itu tahu, ada sedikit yang disembunyikan dari si manis berkacamata itu. Melihat betapa terkejutnya dia saat mengetahui kesedihan Jisung saat pertama kali berkenalan dengannya.
Jisung paham karakter Seungmin meski hanya melihat dari bangkunya. Seungmin itu pribadi yang pendiam dan tenang. Jisung mengira Seungmin akan memiliki banyak teman. Namun, nyatanya pemuda putih itu tidak tertarik pada kumpulan pertemanan di kelasnya. Sudah terlampau sering Jisung menemukan bahwa waktu istirahat pemuda itu digunakan untuk belajar. Tak heran jika peringkat teratas selalu tersemat di depan nama pemuda itu.
Tidak ada yang pernah mengetahui alasan diamnya Seungmin di sekolah, karena pemuda itu tidak pernah terlibat percakapan panjang dengan teman-temannya. Namun, saat di penghujung kelas tiga, Jisung menyadari bahwa Seungmin mulai bisa menyapa balik teman-temannya, walaupun sekedar senyuman dan sapaan singkat. Sisi lain Jisung merasa senang, ia merasa bahwa permintaan Hyunjin untuk memperhatikan Seungmin membawa Jisung pada perasaan melindungi sahabatnya sendiri.
Seungmin menatap Jisung dalam diamnya. Ia merasa amat bersalah pada pemuda yang justru sedang tersenyum padanya.
"Aku tahu, Seungmin. Ada luka yang kamu sembunyikan. Tapi, sebelum kamu lulus, aku juga yakin kalau kamu sudah menyelesaikan itu," Jisung berkata maklum.
"Hyunjin tahu. Sekitar dua bulan lalu aku baru menceritakan padanya."
"Benarkah?" Jisung melihat anggukan dari Hyunjin.
Seungmin menghela napasnya.
"Sejak eomma tidak ada, aku selalu menyalahkan diriku sendiri, Jisung, karena hanya ada aku di sana, menemaninya. Itu jadi alasanku untuk diam, aku hanya takut menyakiti orang lain lagi,"
Seungmin menatap ketiga orang itu bergantian.
"Aku terlalu jatuh saat itu, karena siapa yang tidak sedih ditinggal oleh orang tua, kan? Tapi, hyungku selalu mencoba meyakinkanku. Hyungku selalu berkata bahwa kepergian beliau bukan salahku. Kuyakini itu. Namun, masih muncul perasaan bersalah yang betul-betul menggangguku, sehingga aku takut menyapa orang, menjalin pertemanan. Muncul rasa takut jika aku mendekati orang lain, maka ia akan pergi juga, seperti eomma."
Seungmin menghela napasnya pelan.
"Setelah setiap hari appa dan hyungku mengajakku bicara, mendekatiku, dan mencoba menghapus rasa takutku, itu berhasil. Kelas tiga akhir aku sudah bisa menemukan diriku sendiri yang tidak terbendung dengan perasaan bersalah seperti sebelumnya. Aku sudah mulai menguatkan diri untuk menyapa orang lain, memberikan senyuman ataupun sapaan."
"Mungkin, aku tidak sempat menyapa banyak dirimu karena kita fokus untuk ujian akhir, kan, Jisung? Sekali lagi, aku minta maaf, ya. Aku tak bermaksud..."
Ucapan itu berhenti di udara. Tubuh Seungmin terlonjak saat pelukan dari Jisung ia terima. Hangat. Seungmin bisa merasakan itu. Rasa tulus ada di sana, menyelimuti mereka dalam diamnya Jisung memeluk Seungmin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Favorite (hyunmin) ✔️
Fanfiction"Kenapa memilih Kanada, Seungmin?" "Negara ini adalah impianku, suasana seperti inilah yang aku sukai. Kalau Hyunjin?" "Ada yang menarikku ke Humber." Sejak kali pertama melihat Seungmin, dengan yakin Hyunjin mendeklarasikan dirinya sebagai sosok fa...