Hangat. Itulah yang dirasakan Hyunjin saat bibir tebalnya menyentuh singkat kening Seungmin. Pikirannya langsung kalut seketika. Ia hampir terjatuh di depan pintu apartemennya karena tersandung tali sepatunya yang belum terikat sempurna. Kepalanya langsung sibuk memikirkan keadaan Seungmin.
Apakah Seungminnya sakit?
Hyunjin penuh ragu sebenarnya meninggalkan Seungmin sendiri di apartemen, tapi permintaan sang dosen pun tak bisa ia tolak. Tangannya berlari-lari di atas smartphone hitamnya. Bergulir antara berbagai kontak di sana, mencari nama orang yang kiranya bisa ia hubungi. Kepalanya seketika menengadah saat ada seseorang yang memanggil namanya. Dosennya sudah berdiri di sana mengajaknya untuk masuk ke ruangannya. Hyunjin hanya berharap pembicaraan ini tak akan lama.
-
-
"Halo, Woojin hyung," Hyunjin mengernyitkan dahinya saat tahu orang yang di sana menjawab panggilannya.
"Oh! Ini Chan hyung? Ah, maaf hyung, di sana sudah larut malam, ya?" Hyunjin menyadari kebodohannya.
"Ada apa, Hyunjin?"
"Ini Hyunjin sedang di kampus, sebelum ke sini aku merasa badannya Seungmin hangat. Kalau Seungmin sakit, kira-kira gimana, ya, hyung?" Hyunjin menggaruk tengkuknya.
"Seungmin sakit? Kalau hari ini dia demam, tolong dikompres dan berikan teh hangat, Hyunjin. Kalau sudah lebih dari tiga hari, langsung dibawa ke rumah sakit, ya,"
"Biasanya Seungmin makan apa saat sakit, hyung?"
"Sebentar biar aku panggilan Woojin, dia yang lebih tahu adiknya," Hyunjin berdehem menjawab permintaan Chan di ujung sana.
"Hyunjin! Seungmin sakit?" Hyunjin sedikit tersentak kaget tiba-tiba mendengar suara khawatir dari Woojin.
"Ah, iya, hyung,"
"Seungmin bukan orang yang susah makan ketika sakit, kok. Dia masih tetap makan seperti biasa. Kalau hanya demam, biasanya tiga atau empat hari sudah sembuh nanti,"
"Baiklah. Terima kasih, hyung. Maaf sudah merepotkan malam-malam."
"Tidak apa-apa, Hyunjin. Tolong jaga Seungmin, ya. Nanti telepon lagi kalau ada yang bingung, ya."
"Siap, hyung!"
Hyunjin memilih pulang terlebih dahulu, diarahkan kaki jenjangnya menuju apartemen. Beruntung dosennya tidak mengajak diskusi terlalu lama, sehingga sebelum makan siang ini ia sudah bisa pulang. Hyunjin membuka pintu sesampainya di apartemen. Ia masuk dan meletakkan sepatunya di rak, kalau tidak, Seungmin bisa akan mencubit pipinya keras karena sudah tidak merapikan barangnya.
Langkahnya terhenti saat melihat Seungmin meringkuk di sofa. Hatinya sedikit sakit saat mendekat dan mendengar yang lebih muda mengingau memanggil namanya pelan. Ia menempelkan telapak tangannya untuk melingkupi dahi yang lebih muda. Sedikit berjengit menyadari panas tubuh Seungmin.
Hyunjin langsung melepas tas yang masih berada di punggungnya. Tangan kirinya masuk ke bawah lutut kaki Seungmin yang terlipat dan yang kanan menelusup menjaga punggungnya. Dalam sekali hitungan, Seungmin sudah berada di gendongannya. Ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju kamar, Seungmin yang sedikit terguncang membuka kelopak matanya perlahan.
"Hyunjin,"
"Iya, sayang, pindah ke kamar, ya,"
Hyunjin meletakkan Seungmin dengan perlahan di atas kasur. Tangan kirinya melepas lutut yang lebih muda dengan perlahan, diikuti dengan tangan kanannya. Semua dilakukan dengan hati-hati, karena Hyunjin yakini dengan suhu setinggi itu, Seungmin pasti merasa pusing dan lemas.
"Tunggu, aku buat teh dulu, ya," Hyunjin mengucap sembari mengenakan selimut ke Seungmin dengan benar yang hanya dijawab dengan anggukan lemah.
Seungmin menutup kedua matanya dengan lengan kirinya. Pusing dan kepalanya amat sakit. Kakinya mati rasa, seakan lemas begitu mendera anggota bawah tubuhnya. Ia hanya bisa bernafas lemah menunggu kedatangan Hyunjin. Dalam diamnya, ia mencari-cari mengapa tubuhnya bisa lemah seperti ini.
Hyunjin menyiapkan teh hangat untuk Seungmin. Ia juga menyiapkan baskom berisi air untuk mengompres Seungmin. Ia membawa dua macam benda itu satu persatu. Mulutnya meringis tak tega melihat wajah Seungmin yang memerah dan seperti menahan rasa sakitnya. Ia membangunkan Seungmin dan menata bantal-bantal di punggungnya sebagai sandaran.
"Minum dulu, yuk. Aku buatnya hangat, kok," Hyunjin menyorong cangkir tehnya mengenai ujung bibir Seungmin.
Hyunjin terdiam. Bibir mungil yang biasanya berwarna merah kini berwarna pucat dan kering. Pelan-pelan Seungmin meminum teh buatannya. Benar seperti perkataan Woojin, Seungmin tidak susah ketika sakit.
"Habis! Pintarnya kesayangan Hyunjin!"
Hyunjin tersenyum mengusak pelan surai halus milik Seungmin. Seungmin ganti mengelus punggung tangan Hyunjin yang ada di pahanya sebagai gestur mengucapkan terima kasih. Tubuhnya seakan sudah agak lebih baik setelah meminum teh hangat buatan kekasihnya. Meskipun begitu, ia masih merasakan hawa panas yang berasal dari tubuhnya.
"Seungmin mau makan apa?"
"Beli saja di luar, Hyunjin. Apa saja aku mau, kok," Seungmin mengulas tipis senyum di bibirnya.
"Kalau begitu, kamu tiduran dulu. Aku kompres, nanti aku keluar sebentar, ya,"
Seungmin mengangguk dan mulai menyamankan posisi tidurnya dibantu Hyunjin. Kepalanya masih terasa sakit, sehingga ia harus ekstra hati-hati menyamankan diri di bantal. Hyunjin meletakkan handuk lembab di dahi Seungmin dan menaikkan selimut mencapai ujung dagunya. Mengecup pipi sang kekasih singkat sebelum mengambil kunci mobil dan melesat ke luar.
Dia terdiam ketika sudah menyalakan mesin mobilnya. Dengan gerakan cepat, ia mencari-cari sesuatu dalam smartphone-nya. Seketika bingung melanda ketika memilih makanan apa yang pantas untuk diberikan pada kekasihnya. Hyunjin meringis, baru sekali ini dia memilih makanan apa yang akan dibeli sudah dilanda kebingungan, bagaimana Seungmin yang setiap hari bisa memberikan makanan yang berbeda padanya.
Ia mulai mencoba menyusuri restoran terdekat apartemennya dan hampir menjerit kegirangan saat menemukan satu restoran Korea yang berada tak jauh dari tempatnya. Ia segera melajukan mobilnya dan berharap menu pilihannya dapat menyenangkan hati yang lebih muda.
Seungmin baru saja akan duduk di sofa ruang tengah saat mendengar suara pintu dibuka. Dia bosan berada di kamar, jadi dia memilih keluar dengan mengenakan jaket tebal dan kaos kaki biru tua yang menyelimuti kakinya. Kepalanya menengok ke arah pintu menyambut kekasihnya pulang. Hyunjin datang dengan senyuman lebar sudah sedikit meredakan rasa pusing Seungmin.
Hyunjin langsung berpaling ke dapur diikuti Seungmin, padahal ia telah menyuruh pemuda manis itu untuk duduk di sofa saja. Seungmin menggeleng malah mengikuti langkah Hyunjin. Pemuda itu memindai kegiatan Hyunjin membuka plastik bawaanya dan seketika hidungnya mencium bau yang tak asing. Seungmin makin mendekat saat Hyunjin menuangnya ke mangkuk besar.
"Sundubu Jjigae!"
Mata Seungmin berbinar sempurna. Seketika rasa pusing yang menderanya sejak tadi hilang ketika bau rempah yang dirindukannya menyergap indra penciumannya. Hyunjin tersenyum lebar. Ia juga mengeluarkan mandu yang dibelinya juga. Seungmin jarang sekali memasak masakan Korea, sekali waktu itu saat awal pertemanan mereka. Setelah itu, Seungmin lebih sering memasak dengan bahan yang praktis dalam waktu singkat.
Hyunjin mengangkat sup hangat tersebut menuju ruang tengah, Seungmin di belakangnya membawa mangkuk dan alat makan mereka. Hyunjin balik lagi ke dapur membawa nasi, mandu, dan air untuk mereka. Hyunjin bahagia melihat bagaimana bibir Seungmin membentuk senyuman lebar hingga menyipitkan kedua matanya.
"Setelah ini sembuh ya, puppy."
-
-
-
Kayaknya chapter depan aku kasih warning, ndak papa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Favorite (hyunmin) ✔️
Fanfiction"Kenapa memilih Kanada, Seungmin?" "Negara ini adalah impianku, suasana seperti inilah yang aku sukai. Kalau Hyunjin?" "Ada yang menarikku ke Humber." Sejak kali pertama melihat Seungmin, dengan yakin Hyunjin mendeklarasikan dirinya sebagai sosok fa...