600+ votes ya?
KOMEN DONG, PADA DIEM DIEM BAE
💻💻💻💻💻
Selama perjalanan menuju toko kosmetik itu, Kafka dan Cecil ketemu banyak jajanan yang harganya bisa buat sekali makan berat dan pasti kenyang.
Kafka mah ngga doyan makan, tapi sekretarisnya itu terlalu doyan makan. Buktinya di tangannya udah megang dua bungkus cemilan dari toko yang berbeda dan beberapa dipegangin Kafka.
Pokoknya di tangan Cecil ada ayam fillet yang digoreng tepung terus di kasih bumbu bubuk gitu, terus ada lagi gelas yang isinya ayam bullet-bulet dikasih bumbu yang Kafka sendiri ngga tau itu rasa apa.
Kafka ngga terlalu meratiin nama toko tempat Cecil beli tadi beli makanan, toh dia juga ngga tertarik.
Sedangkan yang ada di tangan Kafka ada plastik yang isinya minuman yang mereknya kaya nama ikan - seingetnya rasa ovaltine macchiato, terus ada pretzel, terus ada baket kecil isinya kentang yang dikasih bumbu bubuk lagi dan yang terakhir ada roti isi coklat bentuk poop.
Jangan tanya siapa yang bayar, pasti pada udah bisa nebak lah.
"Kamu ngga ada niat buat nawarin Cil?"
Cecil yang lagi asik mengunyah makanannya tiba-tiba batuk.
Kafka dengan tangannya yang penuh jajanan Cecil masih berusaha menepuk-nepuk pelan bahu sekretarisnya itu. "Pelan-pelan dong."
Kafka ngga tega waktu ngeliat matanya Cecil merah dan ngeluarin air mata. Keselek emang ngga enak dan sakit, kan. Dia pengen meluk tapi ngga mungkin - bisa digeret ke kantor keamanan kalo bermesraan di depan umum.
"Keselek bubuk cabe."
Kafka mendengar itu langsung menarik Cecil kepinggir dan duduk di salah satu kursi yang ada di mall itu. Dia menusuk minuman yang tadi dibeli pake piso yang dikasih. Lalu menyodorkan ke sekretarisnya.
Selama minuman itu diminum, tangan Kafka ngga berhenti buat ngelus punggung Cecil. "Pelan-pelan, nanti keselek lagi."
"Itu Kafka bukan sih?"
"Ih iya itu Kafka."
"Kafka siapa?"
"Ketinggalan jaman banget sih lo, dia tuh termasuk salah satu dari sepuluh pengusaha muda sukses di Indonesia."
"Aslinya lebih ganteng dari yang di TV ya."
Kuping Kafka panas mendengar omongan tiga anak kecil - ya ngga kecil-kecil amat lah - yang ngomongin dia secara blak-blakan.
Dia langsung mengambil jajanan Cecil yang ada di sampingnya dengan tangan kiri, dan tangan kanannya ia gunakan untuk memegang pergelangan tangan sekretarisnya.
"Udah kan keseleknya? Ayo belanja sekarang."
Kafka masih terus berjalan sampai dia menemukan toko kosmetik yang didominasi warna hitam dan ada beberapa strip berwarna putih.
Pasti pada tau kan itu toko apa. Itu loh toko yang isinya kosmetik mahal.
Kafka baru melepas tangan Cecil setelah mereka sampai di depan toko itu.
"Ba-eh Kafka lagi dapet ya? Kok hari ini sensi banget."
Kafka males menjawab. Dia itu emang paling ngga suka kehidupannya diketahui sama masyarakat luas. Sebenernya dia paling ngga suka dikenal orang. Selebriti bukan, musisi bukan, tapi kehidupannya kaya konsumsi publik.
Hal-hal kaya gini yang bikin dia males diwawancara di TV ataupun majalah bisnis. Males kalo ada mukanya dipajang dan orang-orang jadi ngenalin dia. Males diomongin.
KAMU SEDANG MEMBACA
PFS [2] : Mr. Boss & Ms. Secretary (On Hold)
RomanceAwalnya Kafka suka kinerja sekretarisnya yang teliti, rajin, punya inisiatif yang tinggi dan cekatan. Tapi, lima tahun kerja bareng, dia sadar kalau dia udah terlalu nyaman bahkan membutuhkan kehadiran sekretarisnya. Bukan cuma di kantor, tapi di hi...