Ada semacam usus yang sudah kering dipaku di bawah meja. Siapapun yang mendekatkan hidungnya kesana pasti mencium bau darah dan amis. Tapi baunya memang tidak sampai menyebar, hanya saat seseorang menunduk untuk melihatnya.
Alisa segera menjauhinya, "Menjijikan."Amanda, Dewi dan Roni yang melihatnya kompak menyingkir dengan wajah ketakutan bercampur jijik. Walaupun hanya melihat sedetik, Amanda seolah merasa tubuhnya lemas dan kepalanya pusing.
"Itu ... itu usus orang' kan? Aku yakin .... aku yakin!" ucapnya terbata-bata.
"Mungkin saja itu binatang," kata Roni berusaha menenangkan teman-temannya yang sebentar lagi histeris.
"Tidak, Ron, itu orang! Aku pernah melihat ..." Gilang berhwnti bicara karena ingin muntah.
Mendadak seseorang ikut obralan mereka. Dia berseru, "Iya itu usus manusia kok! Itu untuk penolak bala!"
Kelima remaja ini langsung menoleh ke atas anak tangga. Mata mereka terbelalak saat melihat seorang orang aneh dengan kepala terbungkus kain hitam yang hanya berlubang bagian mulut. Kain tersebut seolah sengaja diikatkan sampai ke leher.
Tubuh orang itu tinggi tegap, bermantel hitam tebal. Intinya semua tertutup rapat seakan tidak ingin kulitnya terpapar apapun. Dia turun dengan perlahan sambil memberikan senyuman pada kelima tamu rumahnya ini.
"Kalian berani sekali masuk rumahku tanpa ijin, semua orang selalu saja begitu, memasuki rumah tercintaku begitu saja, padahal aku ini punya banyak alergi," katanya memandangi telapak tangannya yang membawa pisau dapur.
"Oh, my God, dia pasti pembunuh," bisik Dewi.
"Ayo lari ke lorong gadis tadi!" teriak Roni mulai berlari ke tempat gadis piyama tadi menghilang di kegelapan.
Dewi, Amanda dan Gilang berteriak histeris mengekor di belakangnya.
Jadi benar dia yang menculikku, pria gila itu, pikir Alisa masih memandangi pria itu. Dengan lantang dia malah menudingnya, "Kamu pelakunya'kan!"
"ALISA! LARI KEMARI!" teriak Roni mulai menyadarkan posisinya sekarang.
Akhirnya gadis itu ikut berlari mengikuti mereka. Tanpa senjata, mereka hanya bisa berlari. Apalagi ternyata ternyata pria itu juga ikut berlari mengejar.
"Jangan mengotori rumahku!" teriakannya menggelegar sambkl berlari tanpa kesulitan sama sekali. Padahal dia dibilang buta dan tuli, tapi dia mengetahui letak apapun.
Lorong yang dilalui remaja ini sangat panjang seperti lorong rumah sakit, hanya saja tidak ada satupun pintu disana. Temboknya bersih dari pajangan. Semakin mereka berlari, jarak lampu dindingnya semakin jauh sehingga penglihatan mereka terbatas. Parahnya tidak ada belokan sama sekali.
"Akan kubunuh kalian!" teriak sang pemilik rumah mengacungkan pisau dengan bangganya.
"Pria mulut itu tetap mengikuti kita!" teriak Gilang menoleh sesaat.
Roni yang memimpin jalan merasa sudah tidak bisa berpikir jernih. Dia berharap menemukan ruangan untuk sembunyi.
"Kita harus cari ruangan seperti yang gadis piyama tadi perintahkan!" balasnya.
"Pasti dia komplotan orang ini juga!" jerit Amanda.
Setelah melewati satu lampu dinding yang remang, Roni melihat ujung lorong ini adalah pintu kayu tanpa jeruji. Di kedua sisi tembok juga ada pintu lain. Ketiga pintu itu mirip, sama-sama karena punya ukiran aneh berbentuk bintang segi enam.
"Hei itu ada tiga pintu!" seru Roni panik tak terhingga.
"Kita pilih samping tembok kiri saja!" saran Amanda dengan napas yang mulai terengah-engah hebat. Dia menambahkan, "Pintu depan biasanya jebakan!"
Jarak mereka dengan pria mulut itu hanya beberapa meter saja. Hal ini membuat Roni menjadi kelabakan dan menuruti perintah Amanda. Dia membuka pintu sebelah kiri yang ternyata hanya sebuah ruangan sempit kosong dengan satu lampu.
"Ayo masuk!" teriaknya takut.
Mereka semuanya masuk, namun anehbya saat laki-laki itu hendak menutup pintu. Sebuah angin kencang menghempaskan mereka keluar ruangan. Keempat orang tersungkur di lantai, menyisakan Dewi seorang di dalam. Kemudian pintunya tertutup dan terkunci sendiri.
"ARRRRGHHHHH!!!!" jerit Dewi menggedor pintunya, "teman-teman! Manda!"
"Dewi! Buka pintunya!" teriak Amanda memaksa gagang pintu terbuka.
"Tak bisa! Tolong! Aku tak mau sendirian disini!"
Roni menyambar lengan Amanda dengan panik, kemudian langsung membuka pintu depan, "AYO PERGI!"
Pria mulut itu tahu-tahu sudah berhasil mendekati Gilang. Tanpa menunggu, dia menghujamkan pisau ke punggungnya. Semuanya terjadi begitu cepat, dia tidak memberikan waktu untuk sekedar menarik napas.
"AHHH!" Alisa histeris karena Gilang berada tepat di belakangnya. Dia mematung kala melihat pria itu menatap tubuh Gilang yang ambruk di lantai dengan pakaian mulai dipenuhi darah.
Amanda ikut menjerit ketakutan. Detak jantungnya tidak karuhan, desir darahnya seakan terhenti. "GILANG!"
"Makanya, jangan main masuk rumah orang!" Bentak pria mulut itu tampaknya terus menjejak mayat Gilang. Dia tidak peduli dengan tamunya yang lain.
Roni menyambar lengan Alisa. "Ayo!"
Mereka bertiga langsung masuk ke dalam ruangan depan tadi. Setiap sudah dimasuki ternyata pintunya otomatis terkunci. Mereka melihat pemandangan yang tidak asing.
"Bukankah ini ruang tamu tadi?" tanya Alisa melihat sebelah kirinya dan atasnya ternyata bagian belakang anak tangga.
Amanda menuding pintu di belakangnya yang perlahan menyatu dengan tembok, "Roni, Ron ... pintunya hilang."
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Escape [END] ✔
HorrorAlisa ditempatkan bersama orang-orang asing di sebuah rumah angker. Mereka terjebak tidak bisa keluar. Tempat ini bagaikan sangkar burung. Dia beruntung karena diselamatkan oleh Digo, penghuni lain di rumah itu, dari kejaran sang pemilik rumah di ma...