Semenjak Digo menginjakkan kaki di dalam rumah, kondisi kembali tenang seperti biasa. Bedanya kini pintu utama tidak lagi tertutup dan hampir tidak ada kegaduhan dimana-mana. Lilin-lilin sudah sirna seiring dengan bergantinya hari. Lambang-lambang aneh pada setiap pintu sudah menghilang.
Rumah ini sudah menjadi rumah biasa. Hanya saja, kini tempat ini masih terdengar suara-suara para arwah yang terpatri di bawah tanah. Meskipun hanya Digo yang bisa mendengarnya.
Dia satu-satunya penghuni tempat itu kini.
Setiap hari dia berjalan ke setiap kamar untuk memeriksa keadaan. Hari ini adalah waktunya ke ruangan si Tuan Rumah. Dia senang saat melihat jendela yang tadinya tertutup lumut hitam kini sudah terbuka seutuhnya sehingga cahaya mentari bisa masuk leluasa.
Ya, walaupun dia juga tidak membutuhkannya. Dia hanyalah jiwa yang memiliki wujud manusia hidup. Setidaknya dia bersyukur selepas hari 'Halloween', penampilannya kembali menjadi remaja laki-laki tahun normal yang berpakaian kasual.
"Digo!" Dewi memasuki ruangan itu dengan membawa satu kantong hitam yang tampaknya berat sekali, "sungguh, kami hanya membawa ini?"
“Iya.” Digo menoleh ke arahnya. "Bagaimana keadaan diluar? Kalian bisa keluar dari sini sendiri'kan? Karena aku tidak bisa melewati pagar itu."
Dewi mengangguk. "Iya, Roni berhasil menemukan perahu di tepi pantai, kemungkinan milik si Tuan Rumah. Kamu benar, tempat ini seperti antah berantah tapi banyak sekali buah-buahan yang bisa dimakan. Setelah seminggu, kami memperbaiki perahu itu, kami yakin bisa keluar dari sini."
"Aku minta maaf karena tak bisa menemukan kerangka Amanda ataupun teman kalian, Gilang ..." ucap Digo mengingat nama-nama mereka. “tapi mereka sudah pasti sudah damai. Sudah tak ada siapapun disini yang masih berwujud, kecuali aku.”
"Tak masalah. Kami cukup bahagia bisa keluar dari sini dalam kondisi hidup. Apa kamu yakin tidak bisa keluar?"
"Kalaupun aku keluar, aku sudah mati, hanya akan berkeliaran kemana-mana tanpa ada yang melihat, tebakanku, setelah kalian keluar melewati pagar, kalian tak akan bisa lagi melihatku."
"Digo, selama ini aku tak menyangka kalian hantu."
"Ya, takkan ada yang menyangka, memang kalau di rumah ini wujud kami begini, mau bagaimana lagi, tapi tetap saja aku mati, aku tidak lelah, lapar, haus, ngantuk, jantungku tidak bekerja, aku juga tidak bernapas," kata Digo sambil menyentuh dadanya yang benar-benar tidak berdetak. Ia menatap Dewi dengan sedih. "Aku hanyalah jiwa. Jiwa yang terlepas dari badannya lebih sensitif karena seperti kumpulan energi negatif, jadi aku minta maaf kalau aku ataupun teman-temanku dulu berniat melukai kalian karena hantu itu memang jahat."
"Kamu sama sekali tidak jahat."
"Menurutku jiwa yang tidak jahat itu hanya Alisa. Aku yakin semasa hidup dia tidak pernah membenci orang. Jadi saat sudah menjadi hantu, dia tak punya dendam, tak ada keinginan menyakiti yang lainnya."
"Jadi, semua yang sudah mati disini punya dendam?"
"Semuanya selalu berusaha menyakiti, menghancurkan, mencelakai, termasuk aku. Aku ini roh jahat juga karena selalu merasakan kedengkian, itulah kenapa semuanya membenciku. Ada suatu ketika, aku ingin membuat seseorang terbunuh disini karena aku dengki ... dia masih hidup dan aku sudah mati, tapi jujur aja, aku menyesal. Aku berharap bisa mengakuinya pada Alisa, tapi saat itu aku takut dia menghindariku lagi, dia tak boleh sendirian karena disini itu sangat berbahaya, sekalipun sudah mati, kami bisa merasakan sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Escape [END] ✔
HororAlisa ditempatkan bersama orang-orang asing di sebuah rumah angker. Mereka terjebak tidak bisa keluar. Tempat ini bagaikan sangkar burung. Dia beruntung karena diselamatkan oleh Digo, penghuni lain di rumah itu, dari kejaran sang pemilik rumah di ma...