19. Halloween (b)

7.7K 1.2K 31
                                    

Alisa mengikuti langkah Digo memasuki ruangan demi ruangan. Dia sedikit pusing karena setiap kali ruangan dibuka selalu ada pintu dan saat dibuka akan ada ruangan kembali. Begitu seterusnya sampai sepuluh ruangan.

Dia sangat ingin menanyakan hal ini, tapi perhatiannya teralihkan pada perban darurat di kepala Digo yang makin lama terlihat basah oleh darahnya sendiri.

Mereka akhirnya sampai di ruangan dengan tembok dan berlantai batu hitam. Berbeda dengan ruang bawah tanah sebelumnya, tempat ini terkesan lebih bersih tapi suram. Karena semuanya hitam, kegelapan semakin terasa sekalipun sudah diterangi oleh lilin dinding.

Alisa melihat anak tangga batu yang melingkar di tembok menuju ke langit-langit. Dia menjadi sangat bingung dengan tempat ini. "Digo?"

Digo menoleh dengan perban kain yang basah seutuhnya oleh warna merah. Dia sendiri tidak sadar dengan kondisi tersebut karena tidak merasakan apapun. "Ada apa?"

"Mm ..." Alisa menengadah berusaha melihat ujung anak tangganya, "mana ujungnya? Apa kita benar-benar akan menaiki ini?"

Digo malah terbelalak seolah mendengar sesuatu. "Tunggu sebentar, kenapa aku mendengar pintu terbuka barusan?"

"Hah?" Alisa menoleh ke satu-satunya pintu di ruangan batu itu. Dia tidak berani bergerak, "apa?"

"Shh," desis Digo langsung menyambar lengan Alisa, lalu mengajaknya berlari menaiki anak tangga, "aku tidak tahu siapa yang mengikuti kita dari tadi, tapi aneh sekali, tuan rumah tidak mungkin mengejar kita kemari, jadi kemungkinan hanya salah satu penghuni rumah ini. Biasanya si ..."

Alisa tidak berani menoleh ke bawah, dia terus meningkatkan kecepatannya berlari bersama Digo. Dia bertanya dengan serius, "Si siapa?"

"Belatung."

"Aku tak mau bertemu dengannya, sungguh, mengerikan. Bisakah kita berdamai saja dengan para penghuni lain, musuh kita semua adalah tuan rumah, kenapa kita malah yang dimusuhi begini?"

"Mungkin ini salahku, mereka membenciku, mereka selalu mengangguku. Karena kamu denganku, kamu juga ikut diganggu, maafkan aku."

"Bukan begitu, aku yakin mereka itu cuma marah karena terjebak disini selama bertahun-tahun. Padahal kau yang paling lama, tapi kau yang paling baik disini."

Digo tersenyum lemah. "Aku hanya berusaha mengurangi jumlah orang yang terjebak, tapi tidak pernah berhasil menyelamatkan satu pun. Aku tidak bisa membiarkan seseorang dibunuh seperti itu, lalu terjebak sepertiku disini."

Alisa tidak bisa membalas ucapan yang terlalu dalam itu. Dia tidak pernah tahu kalau Digo memikirkan semuanya.

Digo mengajaknya terus menaiki anak tangga. Seiring dengan langkah kakinya, suara suara pintu yang dibanting-banting semakin keras.

"Menurutmu si belatung mengejar kita sampai kemari? Lalu memberitahu si Tuan rumah?" Alisa sekilas melirik ke bawah yang hanya kelihatan lantai batu serta pintu kayu yang sudah bergerak-gerak sendiri.

"Tuan Rumah itu tidak akan kemari apapun yang terjadi. Dia sensitif dengan suara-suara tangisan, rintihan yang sedari tadi kita dengar. Suara ini membuatnya malas kemari."

Alisa berusaha mengabaikan suara rintihan yang memang terdengar menyakitkan. "Sebenarnya, ini suara ..."

"Sudahlah Alisa, jangan mendengarnya. Setiap akhir bulan Oktober memang sepeti ini karena mereka dibebaskan."

Can't Escape [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang