Roni terus memanggil-manggil Dewi.
Digo melihat ke balik jendela lantai tiga ini. Ia tersenyum melihat Roni membawa ransel penuh makanan dan bersiap pergi. Ia lantas berkata pada Dewi, "Jangan pernah kemari lagi ataupun menceritakan tempat seperti ini pada siapapun."
"Bagaimana denganmu, apa tidak ada yang bisa kami lakukan?" Dewi juga tahu tidak ada yang bisa mereka lakukan. Digo dikatakan terikat dengan tempat in.
Digo menegaskan, "sudahlah, tolong lakukan saja permintaan terakhirku. Sekarang pergilah dengan Roni sebelum gelap."
“Sampai jumpa.” Dewi buru-buru turun dan menghampiri Roni. Dia terlihat antara sedih dan bahagia saat mulai berjalan menjauhi rumah ini. Rasanya seperti mimpi kalau mereka berempat masuk kemari, namun saat keluar hanya berdua.
Air matanya jatuh saat mengingat Amanda yang sampai detik ini, kerangkanya saja tidak diketahui keberadaannya. Banyak sekali hal yang membuatnya mungkin membutuhkan bantuan psikiater untuk memulihkannya. Kematian Gilang yang mengerikan selalu terbayang-bayang di kepala.
Dia menoleh sesaat ke jendela kamar si Tuan Rumah untuk melihat sosok Digo yang sama sekali tidak menakutkan. Hatinya semakin sakit saat Digo tersenyum sambil melambaikan tangan. Senyuman palsu itu membuat langkah kakinya menjadi berat.
"Apa tak ada yang bisa kita lakukan? Selama ini aku tak pernah melihat hantu sungguhan, tapi aku tak percaya kalau hantu benar-benar gentayangan, seharusnya mereka sudah kembali ke surga," katanya menatap Roni yang sedari tadi menampakkan wajah serius. "Ron?"
Roni menunjukkan kantong hitam yang dia bawa. "Aku sudah membawa kerangka Digo, kita akan menguburkannya dengan Alisa di halaman belakang rumah mendiang kakekku. Kita tak mengenal keluarga mereka, jadi mana bisa menyerahkannya pada keluarga mereka. Tapi, setidaknya mereka harus bersama dalam satu liang."
Dewi terperanjat bukan main. Dia menunjukkan kantong hitam yang dibawanya juga, "Tapi, Digo hanya memperbolehkan kita membawa kerangka Alisa. Kamu serius membawa miliknya? kalau dia merasa aneh karena kerangkanya hilang? bagaimana?"
"Kamu bercanda? Semuanya sudah kembali ke surga, dan Digo masih disana sendirian? Aku merasa buruk saat meninggalkan kerangkanya di tempat seperti ini, Dewi. Lagipula, siapa tahu dengan cara ini dia juga bebas nantinya."
"Tapi—" Dewi melihat ke belakang kembali, berharap melihat Digo terakhir kalinya. Namun sayang, dia baru sadar kalau sudah melewati gerbang rumah sehingga penampakan Digo tidak lagi terlihat matanya.
Padahal sebenarnya Digo masih berdiri di depan jendela memandangi mereka. Mulai sekarang dan seterusnya tidak akan seseorang yang bisa melihatnya. Harapannya hanya Roni dan Dewi bisa kembali pulang dengan selamat sehingga Alisa bisa dimakamkan lebih layak.
Sendirian memang cocok dengan dirinya. Tidak dalam kehidupan maupun kematian, kesendirian selalu menjadi temannya. Walaupun kebersamaannya dengan Alisa sangat singkat. Akan tetapi itu lebih berkesan ketimbang lima belas tahun kehidupannya dan lima belas tahun kematiannya.
"Alisa—" Digo mengenang nama itu sembari mendekati ranjang kamar ini yang berdebu lebih banyak ketimbang lantai. Akan tetapi dia tidak peduli dan menghempaskan diri disana. Dia bergulung-gulung di tengah debu tanpa ada keinginan melakukan hal lain.
Dia memejamkan matanya demi mengingat wajah Alisa dengan jelas untuk selamanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Escape [END] ✔
TerrorAlisa ditempatkan bersama orang-orang asing di sebuah rumah angker. Mereka terjebak tidak bisa keluar. Tempat ini bagaikan sangkar burung. Dia beruntung karena diselamatkan oleh Digo, penghuni lain di rumah itu, dari kejaran sang pemilik rumah di ma...