Gadis hantu menyedihkan itu memegangi kaki Alisa sehingga membuat darah menempel di kulitnya. Dia menunjukkan raut wajah kesepian, penyesalan dan lagi-lagi matanya hanyut dalam air mata.
Suara tangisannya membuat bulu tengkuk Alisa berdiri. Dia segera menarik kakinya, lalu berlari mengikuti Digo. Ia berusaha agar tidak membuat suara sedikitpun karena kembali masuk ke lorong tengkorak.
Digo sedikit kecewa dengan pandangan benci yang selalu disudutkan kepadanya. Dia menunduk lemas saat berjalan santai keluar dari area teraman ini. Ada sedikit penyesalan karena sikap egoisnya. Meskipun dalam hatinya yang paling dalam, dia juga membenci perlakuan seluruh penghuni lantai satu.
Alisa berjalan di sebelahnya. Sesekali melirik ke lilin penerang yang menempel di dinding sebelahnya.
"Mm ..." Gadis ini tidak berani berbicara. Ia juga tidak berani mendongak hingga mereka keluar dari lorong.
Digo juga tidak peduli.
Mereka membisu hingga sampai di ruangan tempat lukisan keluarga Natadireja berada. Digo malas sehingga duduk di pojokan ruangan. Hal ini membuat Alisa sedikit kaget karena sikap aneh itu.
Alisa mendekat. Sesekali memandang ke arah lukisan dan pintu. "Mmm."
"Ada apa? Disini itu tidak aman, pintunya cuma satu, jadi kita harus keluar rumah," ucap Digo akhirnya mengatakan hal yang sangat tidak ingin dia katakan. Dia terlihat frustasi sekaligus tidak ada pilihan lain.
"Keluar rumah? Maksudmu kita bisa keluar rumah?" Alisa kaget bukan main, "keluar rumah? Tunggu sebentar itu artinya ..."
Digo menyela dengan nada marah, "artinya mati dulu. Kau milih mana bersembunyi sepanjang malam dan jika tertangkap akan mati berkali-kali seharian, atau kita keluar dari rumah tapi harus mati dulu."
"Tapi keluar rumah—"
"Alisa, jika kau berpikir keluar rumah artinya bebas, maka itu salah. Di luar rumah ini masih ada halaman, lalu ada pagar pembatas dunia kita dengan dunia luar. Kenapa aku tahu? Karena aku pernah keluar juga sekali. Jadi tolong hentikan pikiranmu yang membawa mayatmu atau menolong teman-temanmu yang masih hidup." Digo menahan diri agar tidak marah.
Dia kembali berkata, "kamu mau? Kita akan ke pintu yang ada di lantai satu. Pintu itu hanya bisa dilewati oleh orang mati, siapapun yang masih hidup keluar dari pintu itu, akan mati seketika karena tubuh manusia tidak bisa lewat, paham?"
Alisa merasa Digo sedikit kasar menjawab. Dia pun mendekatinya, lalu membantunya berdiri. "Kenapa kamu agak kasar? Apa karena mereka?"
"Fani tak pernah keluar ruangannya sekalipun malam seperti ini. Libbie melindunginya di kamarnya, tapi sekarang dia keluar dan mendadak menunjukkan tempat itu pada Aldo dan semuanya, dia tidak pernah mengeluarkan isi hatinya sebelumnya, dia hanya menangis-menangis-menangis sepanjang waktu."
"Kamu bilang kamu yang tertua disini?"
"Iya, Fani itu memang teman sekolahku, dia datang setahun setelah aku terkurung. Aku tidak menyangka, dia membenciku juga setelah perjuanganku agar dia bebas. Tengkoraknya pun kukumpulkan agar dia bisa pergi dari sini."
Alisa merasa aneh saat mendengarnya. Ada perasaan iri sekaligus sedih. Dia menatap Digo dalam-dalam. "Jadi tengkorak yang kutemukan di lemari saat itu? Tengkorak yang kukira itu milikmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Escape [END] ✔
TerrorAlisa ditempatkan bersama orang-orang asing di sebuah rumah angker. Mereka terjebak tidak bisa keluar. Tempat ini bagaikan sangkar burung. Dia beruntung karena diselamatkan oleh Digo, penghuni lain di rumah itu, dari kejaran sang pemilik rumah di ma...