__
_
Tidak apa-apa. Dia pantas mendapatkannya.
Berulang kali aku merapalkan kata itu di dalam pikiranku. Berharap menjadi sebuah mantra menenangkan. Jujur saja, aku masih terus memikirkan seberapa kasarnya cara bicaraku pada Naeun tadi.
Sebagian orang berpendapat bahwa seseorang akan merasa baik-baik saja karena menyakiti seseorang, tidak juga. Banyak orang yang menjadikan itu beban tersendiri, seperti seberapa besar dia melukai hati orang lain? Apa dia terlalu kasar dan menjatuhkan harga diri seseorang. Perasaan ini yang membuatku merasa tidak nyaman.
"Dari mana saja nyonya? Sepertinya aku melewatkan sesuatu."
Langkahku terhenti ketika mendengar suara itu. Kakiku seperti di lem dan tidak bisa digerakkan sama sekali. Mati aku.
Aku berbalik dan memaksakan senyum kemudian mengusap tengkuk dan menelan ludah susah payah. "A-aku dari boutique, ingin memeriksa sesu---"
"Aku sudah dari sana, dan itu tutup. Apa ada alasan yang lebih tepat? "
Aku menggigit bibir bawah. Jungkook menatap nyalang, melipat tangan di dada dan mengetukkan kakinya beberapa kali seakan menunggu jawabanku dengan sangat.teramat.tidak sabaran.
Aku meniup rambut depan kemudian berjalan kearahnya melingkarkan tangan pada pinggang dan mengecup pipinya sekilas. Jungkook melotot kaget. Kemudian dia menahan senyum.
"Jangan marah. Kau jelek kalau seperti itu."
Sebut saja aku gila. Tapi aku perlu mencairkan suasana agar aku tidak terkena amukan dari kelinci kutib utaraku bukan? Ini tidak licik. Ini caraku melindungi diri.
"Kau mencoba merayuku ahjumma. Apa kau ingin menyembunyikan kesalahanmu?"
Aku mendecak sebal. Memutar bola mata kemudian kembali menghela nafas.
"Baiklah. Aku menyerah. Aku salah. Maaf."
Aku menunduk kemudian sesaat kemudian aku merasakan sebuah tangan kekar menarikku mendekat. Jungkook mengarahkan agar aku menatapnya dengan menarik daguku.
"Mau mendengar cerita? "
Aku menaikkan alisku tidak mengerti.
"Tebak. Tadi aku bertemu dengan siapa?"
"Siapa?"
Jungkook mengusap pipiku lembut---
"Seorang wanita yang sedang mengandung. Aku---"
"Kau selingkuh---"
"Aku belum selesai."
Aku terdiam. Jungkook kembali melingkarkan tangannya pada pinggulku. Malam ini aku merasa ada yang berbeda dengannya, dia terlihat seperti menyimpan sesuatu yang tidak aku ketahui. Rambut coklat gelapnya terlihat sedikit berdiri karena terbias dari lampu yang tepat berada di belakangnya. Matanya berbinar, bibirnya menggoda tipis dan tebal secara bersamaan. Lembut sekali. Astaga. Apa yang aku pikirkan.
"Aku bertemu dengannya di sebuah cafe— Aku belum selesai sayang."
Belum sempat mulutku mengundang protes dia sudah lebih dulu menghentikannya. Aku bungkam dan memilih menjadi pendengar yang baik.
"Aku melihatnya duduk dengan seorang wanita. Angkuh dan sombong. Wanita yang tengah mengandung itu duduk bersandar dengan melipat tangan di dada dan lawan bicaranya sedang memainkan jari pada cangkir kopinya. Dia tidak menyadari kehadiranku. Tentu saja."
Tunggu. Kenapa perasaanku tidak enak.
"Untuk orang yang sangat mengenalnya tentu saja mengetahui bahwa dibalik sikap sombong yang tengah dipertahankannya dia begitu ketakutan. Dia meremas ujung gaun yang tengah dipakainya. Aku melihat dengan jelas."
Jungkook mulai menyadari keresahaanku. Ini perasaanku atau apa? Kenapa dia seperti menceritakan aku dan keadaanku tadi ketika bertemu Naeun.
"Dia seoarang istri yang mencoba mempertahankan suaminya dari mantan istri suaminya tersebut."
Mataku melebar sempurna. Benar saja.
"Kau---"
"Aku melihatmu sayang. Tepat dua baris dibelakangmu."
Aku memejamkan mata, menggigit bibir bawah kemudian menatapnya kembali.
"Jungkook. Aku tidak bermaksud mengancam atau melukainya. Sungguh, jangan salah paham. Aku tidak ada niat untuk mengatakan itu sebelumnya, percayalah."
Jungkook menaikkan alis. Kemudian tersenyum dan memberikan kecupan singkat pada bibirku.
"Kau berkata apa? Aku tidak perduli dengannya. Aku hanya memikirkanmu."
"Tapi---"
"Jangan lakukan lagi."
"Eoh? "
"Jangan bertemu dengannya, dia bisa saja melukaimu. Aku tidak ingin itu terjadi."
Aku dapat merasakan tangannya mengusap lembut pinggulku. Tatapannya begitu menenangkan, aku menyukainya.
"Biarkan aku menyelesaikannya. Mengerti nyonya Jeon?"
Aku tersenyum kemudian mengangguk patuh. Seperti sihir. Jungkook bisa menenangkan perasaanku yang tadinya kacau menjadi lebih tenang dari sebelumnya. Perasaan bersalah itu berubah menjadi kekuatan agar aku bisa bertahan dengan segala ancaman yang akan merebut kelinci kutub utara kesayanganku. Aku egois? Terserahlah. Ini milikku. Jungkook. Milikku. Jungkooknya Yujin.
________
*Beberapa dari bagian part ini dihapus untuk kepentingan penerbitan 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose To Love You (JJK)
Fanfiction[SUDAH TERBIT] [Tersedia di toko buku online dan shoope] Aku memulai kehidupanku yang baru dengan menikahi pria yang hanya mencintai satu wanita selama ini, dan itu bukan aku. Jeon Jungkook CEO terkaya yang bersikap dingin dan angkuh. Aku harus berh...