Part 28

101 10 5
                                        

Leo sudah tahu. Apa yang terjadi pada Jasmine. Ia sudah mengetahuinya. Jujur, Leo pun juga sangat marah dengan perlakuan Rendi. Bisa-bisanya ia merusak Jasmine seperti itu. Hatinya pun teriris saat Jasmine makin takut dengan orang yang ada di sekitarnya. Makin hari keadaan Jasmine makin memburuk. Jasmine pun sudah dibawa pada Dokter psikiater,untuk di cek keadaan psikisnya. Dokter tersebut pun bilang bahwa Jasmine mengalami trauma yang berat.

Tentu saja Jasmine seperti itu. Perempuan mana yang tidak merasa hancur saat sesuatu yang sangat ia jaga dirampas dengan kejam oleh seseorang lelaki yang tak berakal itu. Bukan hanya rasa kecewa yang mendera,namun semua tentang kehidupannya juga ikut berubah karena ini. Baginya hidup ini tak adil. Namun apalah daya, kita hanya manusia yang penuh kekurangan. Tapi kalau boleh memilih, Jasmine lebih rela kehilangan nyawanya daripada harus hidup menderita seperti ini.

"Jasmine ayo makan dulu." Leo menyendokkan nasi dan di arahkan pada mulut Jasmine. Tak ada respon, Jasmine hanya diam dengan tatapan kosongnya.

"Ayo Jasmine makan dulu. Nih enak makanannya loh." Dengan telaten Leo menyuapi Jasmine yang sudah membuka mulutnya. Setiap hari bahkan tak pernah absen Leo selalu datang ke rumah Jasmine. Sebenarnya mamah Leo yaitu Sarah masih sedikit kesal pada Jasmine, namun setelah Leo ajak ke rumah Jasmine untuk melihat keadaan Jasmine. Hatinya luluh,sebagai seorang ibu pasti ia merasakan bagaimana jadi Jasmine.

"Permisi," teriak seseorang dari arah depan. Bi Inah yang berada di dapur langsung berlari menuju arah pintu.

"Siapa,Bi?" tanya Leo saat Bi Inah sudah kembali dari depan.

"Nanti juga Aden tau," jawab Bi Inah sambil berjalan ke arah dapur.

"Hello," sapa Liora. Kedua tangannya membawa dua kantong plastik putih besar, bisa diperkirakan itu adalah makanan. Dibelakang Liora ada Agita yang sedang mendorong kursi roda yang diduduki oleh Robby.

Ya, lelaki itu masih dalam keadaan yang memprihatinkan. Luka yang didapat Robby lebih banyak karena posisi Robby saat kecelakaan sangatlah rawan. Syukur ia tidak sampai kehilangan nyawa. Hanya luka-luka berat yang perlu disembuhkan lebih lama daripada Leo.

"Om Rio mana?" tanya Agita saat ia sudah duduk di sofa.

"Lagi urusin kerjaan sama masalah si Rendi. Maklumin ya, kasian Om Rio ngerjain semuanya sendiri." ujar Leo sambil menyuapi Jasmine.

Mereka bertiga hanya mengangguk. Liora, Agita maupun Robby sudah mengetahui semuanya. Leo yang menceritakannya. Mereka harus tahu, agar mereka dapat membantu Leo memulihkan Jasmine kembali. Lagi pun Rio memperbolehkan Leo untuk menceritakan hal itu pada teman dekat Jasmine. Rio paham, pasti mereka akan membuat Jasmine ceria.

Isakan tangis terdengar begitu pilu. Hingga membuat yang lain mengarahkan pandangannya ke arah Agita yang sedang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Agita, sini deket Jasmine," pinta Leo. Ia berdiri dan membiarkan Agita duduk di samping Jasmine. Ia membelai rambut Jasmine. Memeluk Jasmine. Walaupun Jasmine tak memberi respon.

"Jasmine." panggilnya lirih. Bahkan untuk melihat Jasmine yang terdiam seperti ini saja Agita tak kuat.

Ia tak mampu berkata-kata lagi. Ia memeluk Jasmine dan tak melepaskannya. Air matanya masih mengalir. Ia tak mampu membuat dirinya untuk berhenti menangis, apabila sahabatnya ini masih menderita.

"Masih inget nggak satu hal yang dulu gue pengen omongin kek lo, Jasmine?" tanya Agita yang pastinya tak akan ada respon dari Jasmine.

"Ya, waktu itu gue dateng ke sekolahan lo, waktu itu gue bolos sekolah kan. Terus gue malah nabrak si Robby, hehehe." Agita melirik Robby dan tertawa pelan saat Robby juga ikut tertawa.

"Sebenarnya ada satu hal yang harus gue kasih tau lo, Jasmine. Gue waktu itu frustasi banget sampe bingung mau curhat ama siapa. Tapi gue juga takut lo marah,"

"Marah?kenapa?" Jasmine merespon. Jasmine merespon. Itu membuat Agita dan lainnya tersenyum. Ini adalah kebiasaan Agita bersama Jasmine dulu. Selalu curhat dengan posisi seperti ini. Agita menyender pada Jasmine dan Jasmine biasanya membiarkan itu dan ia memainkan ponselnya.

"Jangan marah lo ya," ujar Agita.

Agita menghela napas berat. Sebenarnya ia tak mau memberi tahu ini. Ini bukan saat yang tepat, tapi waktu terus berjalan dan semua ini harus Agita turuti.

"Gue harus pergi keluar negri," sontak semuanya langsung membulatkan matanya tak percaya. Bahkan Jasmine pun langsung menengok ke arah Agita.

Melihat semuanya yang kebingungan membuat Agita harus menjelaskan semuanya.
"Gue tau ini ngagetin kalian, mendadak banget dan ini bukan waktu yang tepat. Ya tapi gue bisa apa. Besok gue udah harus berangkat."

"Gi, liat keadaan Jasmine dong. Kok lu tega?! Emang ngapain si lo pake keluar negri segala?" tanya Robby sambil memperhatikkan Agita yang masih terisak.

"Iya Gi. Lo kenapa harus keluar negri segala. Om Wandi kok nggak ngomong-ngomong sama gue atau mamah gue sih," protes Leo.

Sunyi. Agita masih terdiam. Semuanya tidak boleh tahu apa yang terjadi padanya.

"Ya..ya gue harus ikutin kata orangtua gue. Mereka udah rencanain dari lama dan kebetulan rencana itu jatuh sekarang ini. Gue nggak bisa buat apa-apa lagi. Ini juga buat kebaikan kalian." terang Agita.

"Kebaikan apa?nggak ada lo disini malah bikin penderitaan gue nambah, Gi!" ucap Jasmine tiba-tiba. Semuanya pun mengarahkan pandangannya ke arah Jasmine yang terlihat kecewa.

"Maafin gue, Jasmine."

Jasmine diam. Entah kenapa penderitaan nya itu malah bertambah. Apa tuhan sedang menghukumnya? tapi apa salahnya hingga cobaan ini begitu berat.

"Pergi aja, Gi. Gue juga bisa sembuhin ini sendiri. Walaupun sebenarnya gue mau lo disini dengerin semua yang gue alamin," Jasmine berjalan ke arah kamarnya. Ia tak menghiraukan Agita yang semakin terisak. Pikirannya malah tambah kacau. Rasanya ia juga harus pergi dari sini. Meninggalkan hal-hal yang terjadi disini.

Satu jam berlalu. Leo, Robby, Agita dan juga Liora masih menunggu Jasmine keluar. Sebenarnya Agita sudah harus pulang, ia harus menyiapkan semuanya. Bagaimana ia bisa pergi kalau hubungannya dengan Jasmine seperti ini.

"Jasmine, gue masuk ya?" Agita sudah berada di depan kamar Jasmine. Tangannya memegang handel pintu lalu memutarnya,kemudian ia masuk dan melihat Jasmine sedang duduk di jendela kamar nya.

Agita mendekat. Kemudian duduk di sebelah Jasmine. Pikirannya bingung, lidahnya kelu. Entah kata-kata apa yang harus ia keluarkan lagi, semuanya sudah begitu jelas. Dan tidak mungkin harus memberi tahu hal tersebut pada Jasmine yang sedang terluka.

"Lo kenapa mau pergi?" tanya Jasmine tanpa mengalihkan pandangannya.

"Karena orangtua gue udah renca..."

"Nggak mungkin kalo nggak ada apa-apa," sela Jasmine.

Agita menghela napas berat. Apa mungkin ia harus memberitahu ini?ini begitu menyakitkan.

"Gue kasih tau semuanya,tapi jangan kasih tau siapa-siapa. Janji?" ujar Agita tegas.

Jasmine mengangguk. Membenarkan letak duduknya menghadap ke Agita. Dan memasang wajah seriusnya.

"Sebenarnya gue ini..." Agita menunduk pelan,"Gue di diagnosa punya penyakit leukimia."

TBC.

      

JASMINE✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang