Beberapa bulan berlalu, dari waktu ke waktu. Menuju tempat yang berbeda, namun masih pada keadaan yang sama. Sebuah rasa sakit yang sudah tertanam memang susah untuk dihilangkan. Menjatuhkan harga diri. Membuat nama semakin buruk. Pada tempat yang lama, semuanya sudah tidak mau menerima keadaanya. Hanya satu pilihan, yang memang harus dipilih. Pergi!
Disinilah Jasmine berdiri, membawa kenangan buruk. Berharap di tempat ini Jasmine bisa menemukan ketenangannya. Tidak ada orang yang munafik, tidak ada pilih kasih. Semua menyayanginya, menerimanya dengan sangat hangat. Rangkulan dan senyuman bisa ia temukan disini.
Ya! Disini,
Di tempat baru, dengan Jasmine yang baru."Welcome to New york,"
***
"Bro, bengong mulu!" tepukkan di pundak yang cukup kencang membuat Leo kembali pada dunia nyatanya.
Leo mengusap wajahnya gusar,
"Emm, btw itu tugas Pak Irham udah dikumpulinkan?""Yailah, tugas dosen ngawur itu udah gue kumpulin kali, santai aja. Btw ni ya, kalo lo pengen curhat, curhat aja. Emangnya cowok nggak boleh ada sesi curhat ya? Lagian lo keliatannya kaya orang nggak punya gairah hidup,"
"Iya, gue nggak ada gairah buat hidup. Sedangkan yang buat gue semangat hidup aja nggak ada disini," Leo tersenyum lirih
Robby yang tahu masalah ini, hanya mengangguk lemah.
"Gue juga kali. Gue rindu banget sama Jasmine. Dulu, kalo nggak ada lo masuk sekolah dan jadi anak baru. Mungkin Jasmine udah jadi pacar gue."Leo hanya tertawa kecil, matanya menatap lurus memandang kampusnya yang sudah dipadati mahasiswa.
"Gimana ya kabarnya? Gue Loss contact sama dia.""Iya, kayanya semua akses Jasmine diperbaruin deh, Yo. Semua sosmednya pada nggak aktif. Si Liora, Mela emang pada nggak tau kontak Jasmine? Apa tanya Om Rio aja?"
"Mereka pada nggak tahu kontak Jasmine,semuanya Loss contact sama Jasmine. Dan gue udah hampir tiap hari ke rumah bahkan kantor Om Rio, tapi Om Rio nggak pernah ada waktu kosong. Dan mulai dari situ, gue berhenti nanyain Jasmine. Gue bingung, bingung banget. Gue nggak tau dimana Jasmine,"
Keduanya terdiam, membisu dalam pikirannya masing-masing. Hingga bunyi ponsel dari saku Leo membuyarkan lamunannya.
"Pak Irham udah nge-wa gue ni, 5 menit lagi kelas mulai, gue disuruh nyiapin proyektor ama LCD, katanya ada presentasi," jelas Leo.
"Gilaa, presentasi mendadak? Presentasi apaan kali?!"
***
Diam, berdiri memperhatikkan bangunan-bangunan tinggi di depannya. Tubuhnya memang tidak gagah lagi, tapi perjuangan nya patut diacungi jempol. Perusahaannya berkembang pesat saat ia mulai cerai dari isterinya yang serakah itu. Harta dan asetnya bertambah banyak, bahkan perusahaanya sudah mendirikan beberapa cabang lagi di luar negri. Namun, kekayaannya tak mampu mengembalikkan senyuman putrinya yang manis itu.
Bahkan untuk melihat keadaanya saja ia tak mampu. Sekarang ia berada di tempat yang jauh, jauh dari hal-hal yang membuat traumanya itu kembali. Walaupun Jasmine tak berada di sampingnya, ia yakin pasti Jasmine sedikit tenang dengan suasana hangat dari saudara-saudaranya yang sangat harmonis.
Rio terdiam sebentar, mengambil handphonenya. Dan mulai mencari nama kontak yang ia rindukan.
"Hallo, Jasmine."
KAMU SEDANG MEMBACA
JASMINE✓
Teen Fiction[END] Sendiri. Satu kata yang menemani jasmine saat ini. Dalam kesehariannya tak pernah ada tawa,senyum ataupun bahagia semuanya hanya keajaiban yang tak mungkin terjadi. Hingga suatu hari nanti ia akan menemui seseorang yang akan membimbingnya me...