CHAPTER (33)

2.4K 254 29
                                    


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kelopak mata terbuka, pening melanda setelahnya. Erangan terdengar.

Bibir tak bisa berucap karena benda berbahan besi berada di mulutnya. Tubuh yang hanya berbalut celana panjang putih bergetar, ketakutan muncul.

Tubuh bergerak, Eren semakin membulatkan matanya kala melihat kondisi lengan yang terangkat karena rantai yang membelenggu.

Kondisi kakinya pun tak jauh berbeda, ia terikat dengan posisi berlutut. Mata melirik ke arah depan, ia seperti berada di atas tebing.

Manik melirik ke adaan sekitar, tidak ada apapun di sana. Eren kini berada di tempat yang menurutnya aneh. Dingding dalam ruangan tersebut seperti berlian dengan warna biru sedikit ungu.

"Di-dimana aku?"

Hening beberapa saat, Eren mengalihkan pandangannya kala ketukan sepatu terdengar. Manik hijau beralih menatap ke arah sumber suara, seseorang muncul dengan jubah panjang serta hoodie yang menutupi kepalanya, tidak perlu di tanyakan lagi, Eren tau siapa dia. 

Manik hijau menajam kala sosok itu menaiki tangga, menghampiri Eren yang tengah menggeram marah, sosok itu mendengus.

Tubuh itu semakin mendekat, Eren meronta. Kepala bersurai coklat mengikuti setiap pergerakan sosok yang kini berada di belakangnya. Lengan pucat terulur menyentuh punggung Eren. Hoodie yang menutupi kepala di lepas.

Ketukan kembali terdengar, lengan tan di usap pelan dengan kaki melangkah ke arah depan. Manik keemasan memandang lekat.

Lengan Zeke terulur menyentuh pipi, lalu mengusapnya sensual. Eren melawan dengan menjauhkan wajahnya. Enggan di sentuh oleh lengan pucat yang menurutnya sangat menjijikan.

Seriangaian tipis tercetak. Usapan pada pipi terlepas, lengan kanan bergerak ke arah belakang, mengambil sesuatu, yang terselip di daerah punggung.

Zeke mengeluarkan lempengan tajam yabg mengkilap kala di sorot lampu, manik hijau membuka kala ujung benda runcing itu berada di hadapannya.

Ujung pisau yang runcing di arahkan ke arah kening, Eren diam mematung kala melihat manik keemasan itu. Ua tak bisa bergerak, tubuh Eren seperti di kunci dan persendiannya lemas.

Anyir tercium kala benda itu menggores kening. Perih terasa di ikuti darah yang mengucur dari kening. Isakan kecil terdengar di bibir sawarna buah persik itu.

Bercak merah pada pisau di jilat, senyuman muncul di bibir Zeke.

"Menakjubkan,  lebih baik dari yang aku bayangkan. "

Cairan bening keluar dari sudut mata emerald Eren. Pemuda coklat hanya menunduk, menyerah dengan keadaan.

Zeke menyamakan tinggi badannya, lalu mencengkram dagu Eren. Penutup mulut di raih, menjauhkan benda itu dari mulut Eren.

"Kondisimu memburuk. Aku sudah katakan kepadamu untuk memakan makanan yang di berikan. Kau sungguh keras kepala, Eren."

Eren menjauhkan wajahnya, dengan cepat Zeke meraih kembali pipi Eren. Mencengkeram dagu dengan sedikit keras, Eren meringis. Darah pada kening berhenti mengucur.

Cengkraman melemah, di ganti dengan usapan. Tak ada reaksi apapun yang di tunjukan Eren, hanya manik emerald yang menatap tajam.

Kepala mendekat, mengarah ke ceruk Eren. Zeke menarik nafas dalam, menciumi aroma Eren yang begitu memabukkan. Harum dan manis, Zeke sangat menyukai aroma Eren.

Eren memang sudah menyerah dengan apa yang terjadi kedepannya. Tapi ia tak behenti untuk pemberontak kala Zeke melakukan hal tak senonoh padanya.

Terkadang Eren merasa jika Levi tak pantas menyelamatkannya, ia ketakutan saat tau apa saja yang di lakukan Zeke padanya. Eren sedikit bersyukur karena Zeke tak menyentuhnya lebih jauh,  hanya mengecupnya dan menghirup aromanya saja.

My Lover Is Vampire [ Rivaere ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang