CHAPTER (34)

2.5K 254 35
                                    


.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pohon tinggi berada tepat di sisi kiri dan kanan, udaranya sejuk dengan semilir angin seperti pagi hari. Titik-titik cahaya matahari menembus celah daun pohon yang menjulang.

Daun berguguran, warnanya kecoklatan namun sangat indah. Daun coklat yang berada di sepanjang jalanan tanah sedikit tersibak angin.

Kaki melangkah tanpa alas untuk menutup bagian telapak kaki. Dua kaki itu berlari, namun tidak cepat. Waktu yang memperlambat laju hentakan kaki.

Surai coklat pendek berkibar kala angin menyibaknya.Waktu yang memperlambat tempo memperlihatkan keindahan surai pendek itu.

Nampak daun yang berjatuhan mengenai surai coklat gelapnya sebelum terjatuh ke atas tanah.

Tubuh tinggi berbelok, lalu kembali berlari dengan tempo yang masih sama. Tak lama setelahnya, tubuh lain muncul tepat di belakang si surai coklat.

Ia memiliki surai hitam legam, kulit putih pucat dengan rahang tegas dan mata tajam. Sedangkan si surai coklat, memiliki kulit tan mengkilap, ia memiliki rahang cukup tegas namun sedikit terhalang karena pipi berisi yang sedikit merona.

Kedua tubuh mereka terbalut dengan setelan celana pendek sampai lutut, menampilkan kaki jenjang yang tengah berlari. Kemeja dan kaos sebagai atasan, tidak ada motif atapun gambar, semuanya putih bersih.

Tubuh tinggi si surai hitam nampak mengejar tubuh pendek di hadapannya. Lengan keduanya berayun lambat saat berlari.

Jika di lihat lebih teliti, tidak ada senyuman di wajah keduanya, mata mereka menatap ke arah depan dengan tajam, tersirat banyak makna dari tatapan itu. Mereka terus berlari dengan tempo tak berubah.

Di sekitar mereka aura berwarna putih keemasan yang sedikit samar,  mengelilingi tubuh keduanya. Aura itu memperindah kedua tubuh yang tengah berlari.

Manik dengan warna unik adalah fokus utama, ia bersinar kala mentari mengenainya. Nampak Indah, sangat Indah.

.
.
.
.
.

Manik keemasan membulat, senyuman lebar terukir di bibir pria itu, uluran lengan terlepas perlahan. Zeke mundur bebrapa langkah, menjauhi Mikasa yang berdiri tepat di hadapannya.

"Menakjubkan." gumam Zeke dengan nada lemah.

Zeke kembali memandang Mikasa,  setelah memutus kontak mata sesaat. Nampak raut tidak percaya di wajah pria itu.

"Kau melihatnya? Dan kau faham apa maksudnya?" ujar Mikasa pelan.

Dengusan terdengar, Zeke memalingkan wajahnya. Eren menatap bingung tingkah pria pirang itu.

Keadaan di dalam sana begitu hening, cengraman yang mengunci tubuh Levi tidak terasa menyakitkan, tapi tak melepaskannya pula. Sedangkan Xavi, mulai berdiri dengan sedikit tepogoh tanpa merubah wujudnya menjadi manusia.

Manik merah Levi menatap Zeke yang kini berjalan menjauhi Mikasa. Kepala bersurai kuning itu nampak sedikit menunduk dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya.

Kaki kini melangkah menghampiri Eren yang diam mematung. Manik Zeke menatap pemuda manis dengan lekat, lengan menyentuh pipi.

Eren menegang, tubuhnya yang tak berbalut atasan tak bergerak. Lengan dingin mengusap pelan, Eren menahan nafas.

Usapan itu hanya berlalu begitu saja, Zeke menjauhi tubuh Eren. Tubuh tinggi Zeke menghampiri sisi lain ruangan. Manik keemasan menatap Annie, Bertholdt dan Reiner secara bergantian. 

Seolah faham dengan maksdunya mereka mengaggukan kepala serentak. Reiner melepaskan cengkramannya pada leher Levi. Pemuda pucat jatuh, dengan lengan menompanh berat tubuhnya.

My Lover Is Vampire [ Rivaere ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang