-24-

3K 203 7
                                    

"Pa," Rendra yang merasa namanya dipanggil segera menoleh ke arah sumber suara.

Mendapati sang anak berdiri dengan tampilan sedikit berantakan.

"Kamu udah selesai Ray?" Ucapnya sembari beranjak dari kursi lalu berdiri di hadapan Rayan.

"Papa udah dengar semuanya dari Laura tadi.." Jelasnya pelan.

Rayan mengangguk,

"Kenapa papa di luar? Mama mana?" Sela Keindra dan Frisky yang tiba-tiba datang.

Keduanya menoleh,

"Nidya dipindah ke ruang isolasi, mama nemenin dia disana." Ujar Randra lemah.

"Apaa??" Rendra menepuk bahu Rayan pelan.

"Iya, tadi Nidya sempat sadar. Tapi masih histeris, dia teriak-teriak bahkan mengamuk di ruangan, jadi dokter terpaksa memindahkan Nidya keruang isolasi.."

"Aku mau nyusul mereka pa," Sahut Rayan dengan nada panik yang tidak bisa disembunyikan.

"Kita bareng-bareng aja Ray!" Ujar Keindra.

Akhirnya Mereka berempat tiba di depan ruangan tempat dimana Nidya dirawat.

Mereka hanya mampu melihat kondisi Nidya dari balik kaca, karna pasien tidak boleh diganggu.

Maksimal satu orang yang bisa masuk ke ruangan, sisanya harus rela bergantian.

Tampak Keiya yang setia menggenggam erat jemari Nidya di ruangan gelap dan sempit itu.

Kondisi Nidya tampak kacau dengan beberapa ikatan di tangan dan kakinya.

Itulah alasan Rendra lebih memilih duduk di kursi ruang tunggu, menatap kondisi Nidya sekarang hanya akan mengingatkan dia pada kenangan buruk di masa lalu, yang pernah dialami istrinya yakni Keiya.

Kalau kalian masih ingat, Keiya pernah mengalami hal serupa. Bahkan lebih parah dibanding yang dialami Nidya saat ini, butuh bertahun-tahun lamanya bagi Rendra untuk membantu menghilangkan trauma sang istri.

Rayan menoleh ke arah sang ayah, dan menemukan raut berbeda disana. Yang biasanya Rendra selalu terlihat tegar dalam situasi apapun sekarang bahkan ikutan kacau.

"Papa gak papa?"

Rendra mengangguk,

"Papa baik-baik saja Ray."

"Papa sama mama pulang dulu aja, kak Kein sama kak Frisky juga. Biar Rayan yang jagain Nidya disini."

"Mama kamu gak mungkin mau diajak pulang Ray," Ujar Rendra lemah.

"Biar Rayan yang bujuk!" Tanpa menunggu lama lagi, Rayan segera masuk ke ruang isolasi untuk membujuk sang mama.

"Ma,"

"Ray, kamu udah disini?" Rayan hanya mengangguk.

"Mama pulang dulu ya sama papa, biar Rayan yang nungguin Nidya disini." Ujar Rayan lembut.

Keiya menggeleng,

"Gak mau Ray, mama pengen nunggu Nidya bangun." Sebagai orang yang sama-sama pernah ada disituasi seperti ini, Keiya sangat tahu bagaimana hancurnya hidup di bawah rasa trauma.

"Rayan nggak mau mama terus-terusan kaya gini.."

Keiya masih diam,

"Nanti mama malah ikutan sakit, Rayan mohon mama pulang dulu sama papa ya!"

Lagi-lagi Keiya tetap diam.

"Ayolah ma, dari siang mama belum istirahat, belum makan juga. Ini bahkan udah larut malam."

Grateful #BaperinloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang