-28-

3.2K 212 6
                                    

Rayan

Gue mendengus kesal, saat membaca beberapa email yang masuk. Isinya tentang permintaan maaf perusahaan-perusahaan yang menolak kerja sama dengan agency yang gue handle.

Parah banget emang, dari dua puluh perusahaan di Inggris yang gue lamar, delapan belas diantaranya nyata-nyata menolak sedangkan dua lainnya mau pikir-pikir dulu!

Gue nggak tau kenapa jadi susah gini cari partner kerjasama, padahal beberapa tahun lalu lancar-lancar aja.

Sedikit curiga papa yang memblokir akses kerjasama beberapa perusahaan dengan agency gue. Karna hampir enam bulan ini, papa dan mama kompak meminta gue untuk pulang ke Indonesia.

Sebenarnya kangen juga pulang ke rumah, tapi banyak hal yang bikin gue berfikir berkali-kali.

Mama dan papa selalu tanya kenapa gue tiba-tiba pergi ke Inggris dengan alasan lanjut S2, padahal setelah beberapa bulan kabur dari Paris, gue cuma nganggur di apartemen

Dan baru beberapa bulan setelah bosan nggak ada kegiatan, gue masukin berkas buat ambil pendaftaran pascasarjana. Dan Alhamdulillah dalam jangka waktu setahun semuanya kelar.

Gue selalu berkilah saat mereka tanya hal yang sama, jawaban ngawur gue gak pernah digubris. Sampai akhirnya gue jujur tentang kejadian di balkon apartemen saat kita sama-sama liburan ke Paris.

Gue bilang kalo ngalamar Nidya dan ditolak. Hhe alasan utama minggat dari sana ya karna itu!

Papa-mama-kak Kein dan kak Frisky syok banget dengar jawaban gue, bukan syok karna gue ditolak. Tapi mereka gak nyangka gue bisa seberani itu ngelamar Nidya.

Ck! Gue cuma bisa tersenyum Miris kalo inget-inget kejadian itu.

Gue sendiri juga bingung apa yang sebenarnya gue lakuin saat itu, nggak mikir panjang dan langsung ngungkapin gitu aja.

Ajakan nikah gue saat itu mungkin cuma dianggap main-main sama dia. Atau memang kesannya buru-buru dan cenderung ngawur.

Padahal gue serius, benar-benar ngajak dia nikah. Semua rencana itu gue rancang jauh-jauh hari sebelum kita pergi ke Paris.

Gue kerja keras buat cari informasi tentang orangtua dia yang sudah meninggal, itu gue lakuin sejak tiga bulan sebelum liburan ke Paris dilaksanakan, dan akhirnya gue bisa bawa Nidya ke depan makam kedua orangtuanya.

Di depan Nisan mereka, gue diam-diam meminta restu untuk menikahi Nidya.

Terkesan Bucin dan lebay! Tapi lagi-lagi gue serius.

Dan ajakan nikah itu akhirnya lolos dari mulut gue, sumpah! Kelu dan susah banget mau ngomong di depan dia saat itu. Gue masih ingat gimana tegang dan groginya. Jangankan kasih kata-kata romantis, berani mandang wajah dia pas selesai ngomong aja gue udah bersyukur banget.

Gue tipe orang yang cuek, dan gak pinter basa-basi.

Ya maklum, kalo ajakan Nikah yang harusnya dirangkai dengan kata-kata puitis dan kalimat-kalimat romantis malah terkesan kaya ngajak orang balap karung.

Sampai akhirnya penolakan itu keluar dari mulut dia. Gue paham apa yang dia pikirin saat itu, gue ngerti banget aslinya dia gimana.

Kanidya,

Gue kenal dia sejak kecil, tipe cewek bar-bar yang tingkat kepedeannya sampai langit! Dia cerewet dan gak mau kalah sama orang lain.

Tapi sifat-sifat ceriannya hilang seketika saat tau gimana kondisi keluarga dia yang sebenarnya.

Grateful #BaperinloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang