Pernah suatu ketika, aku membandingkan kamu dengan yang lain. membandingkan kamu dengan seorang perempuan diluar sana. Bahkan pernah kucoba membuka sedikit pintu hatiku untuknya. Belajar mencintainya sekaligus tetap mencintaimu. Perempuan itu kemudian membuatku mudah mendapatkan hatinya. Aku bersamanya, tanpa kau ketahui.
Seminggu kemudian, kau tau perihal itu. Kau sengaja mengajakku bertemu di sebuah halte di sudut jalan. Awalnya aku tak tau kau ingin menyampaikan apa. yang kutau kau ingin bertemu ditempat pertama kali kita bertemu dulu. Kupikir kau rindu, karena beberapa hari kita tak bertemu. itu yang aku tau.
Aku tak pernah berfikir hubunganku dengan dia akan kau angkat jadi materi pertama di pertemuan kita. Sebab dipikiranku. hubunganku dengan dia adalah rahasia yang tak berhak kau ketahui. Dan aku percaya kau tak tau dan kau tak mungkin membahas perihal hal itu.
Sore itu langit seperti sedang menabur warna jingga saat aku menunggumu. Tak lama kemudian kau mulai terlihat dan aku yang duduk di halte memandangimu dari kejauhan sana. Kau tak berubah, senyummu tetap kau umbar pada siapapun. Kau cantik seperti pertama kali kita bertemu. Berlahan kau menghampiriku, tanpa sebuah kalimat apapun kau duduk disampingku. diam dan menatap langit.
Hampir 30 menit kita dihalte tanpa berucap. tak biasanya kau diam, tak biasanya kau tak menyapaku. Aku menunggu kau sapa. tapi, kau terus diam. Aku mulai menatapmu, tapi entah kenapa, dimatamu kulihat ada gambaran kekecewaan. Aku memulai perbincangan denganmu. kusapa dirimu dengan panggilan yang biasa, panggilan yang hanya aku saja yang berhak menggunakannya. Tapi, kau tak menjawab. Kau tetap diam. diam seperti 30 menit yang lalu saat kau duduk disampingku.
Aku mulai menerka nerka apa yang hendak kau sampaikan. tak berselang lama, kau bangun dari istirahat kata katamu, kau mengucapkan sebuah kata yang tak pernah kudengar dari bibir mungil milikmu. Kita Putus. Begitu dua kata itu kau sebut. Saat itu pula kau tak bisa menahan tangismu, air matamu mulai jatuh membasahi pipimu. Air mata yang sedari tadi kau bendung agar tak tumpah, air mata yang kupahami bermakna kekecewaan yang dalam. Setelahnya kau tak bisa berucap kata apapun. kau lagi-lagi mengistirahatkan kata katamu. Dan kita membisu.
Tak berselang lama kau pun beranjak dari tempat dudukmu meninggalkanku sendiri. tak kusangka kau menyampaikan perihal kata putus sore itu. Tak banyak kata sore itu, aku bahkan tak mampu berucap sepatah kata pun. yang kutau aku adalah laki laki terbodoh yang pernah menjatuhkan air mata perempuan seperti dirimu, aku adalah laki laki yang tak mampu memegang komitmen dan aku adalah laki laki yang paling bodoh yang pernah menyia-nyiakanmu. Maafkan aku. kau pantas melakukan hal itu dan aku pantas menerima hal ini.
Terima kasih telah memberi pelajaran berharga. Dari hal itu aku baru belajar bahwa kehilangan adalah salah satu musuh terbesar kebahagiaan dan mendua adalah hal yang salah dari kesetiaan. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk sendiri lagi. keputusan untuk meninggalkan dia. Meski kutau aku telah menyakiti dua hati perempuan bersamaaan saat itu. Tapi begitulah caraku memberi hukuman pada tingkahku.
Untukmu yang telah pergi bersama luka, maaf dariku yang paling dalam. Semoga aku bisa menemukanmu kembali. Meminta maaf dan menebus kesalahanku.
