Kita

2 0 0
                                    

Pernah di suatu waktu hanya ada aku dan kamu di sebuah kedai
Kita berdua menunggu senja dengan sejangkir kopi
Aku duduk di sampingmu Kita bicara banyak sore itu.

Di sela-sela topik perbincangan sore itu
Aku membisikkan  sebuah kalimat di telingahmu. Ku ucap kalimat demi kalimat itu secara pelan dan pasti Meski aku tau lidahku payah mengeja kalimat seperti itu, tapi setidaknya hatiku merasa lebih nyaman dari sebelumnya.
Entah kenapa telingamu terlihat memerah seketika, begitupun wajahmu
Aku mulai menerka-nerka apa yang terjadi, Apakah salah yang kunyatakan?
Hatiku berdegup lebih cepat dari biasanya, Ada perasaan cemas bercampur malu yang kurasa. Hanya, kubiarkan kau menikmati diammu sejenak.

Kita sama sama tanpa dialog beberapa menit.
Aku tak berani melihat matamu
Aku berdiri dari kursi dan memilih duduk tepat di depanmu.
Tak lama, Kau kemudian tersenyum melebarkan bibirmu. Sungguh kau cantik seperti itu. Pantas aku berani mengungkapkan kalimat itu padamu. Salah satu alasannya mungkin karena senyum manis bibirmu itu.
Aku yang kini tepat duduk di hadapan mu, tiba tiba kau tatap dengan matamu yang sayup. Mata yang terlihat indah dengan bulu mata yang panjang.
Kau buat aku seakan hilang kedasar bumi. Kau seakan membalasku, membiarkan aku menikmati diamku.

Senja semakin indah sore itu. Kau kemudian berdiri dan berjalan ke arahku. Kemudian kau berbisik di telingaku dengan tanyamu. "Bisakah aku mendengarnya sekali lagi? Jangan berbisik ditelingaku. Aku tak mau ada rahasia diantara aku dan kau. Aku ingin senja pun mendengarnya".

Kutenangkan hatiku sedalam mungkin, ku rapikan kalimat yang sekali lagi harus aku ungkapkan kembali. Kupejamkan mataku dan kubiarkan bibirku bersajak "Bolehkah Aku jadi imam dalam sujud tahajjudmu? maukah kau merapikan tempat tidur bersamaku dipagi hari? Dan Maukah kau jadi ibu buat anak anaku kelak?"

Setelah itu kita sama sama meminjam diam sang senja
Aku masih menutup mataku, kubiarkan kau memilih jawabanmu. Setidaknya jika kau memilih tidak, kau bisa pergi tanpa aku melihatmu. Tapi entah kenapa aku merasakan kehangatan sebuah pelukan seketika. Aku membuka mataku. ternyata ragamu memelukku. Sungguh beruntung diriku. Kau kemudian menatap mataku dan mengangguk. memberi jawaban atas tanyaku.
kemudian kau berucap dengan rapi. "Sungguh beruntung diriku berada disampingmu, tahukah kamu aku telah lama menantikan waktu ini. Aku bukan Khadijah yang bisa mengungkapkan perasaannya pada Muhammad, Aku hanya ingin menjadi seperti Fatimah putri Rasulullah yang dalam diamnya menunggu cinta Baginda Ali.

Sore itu, aku dan kau memulai semuanya dari hal yang  baru. Kau dan bersepakat menjadi sepasang "kita"








rememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang