Bab 3 Akhirnya Bertemu

9.2K 400 0
                                    

Dengan perasaan tenang dan percaya diri aku berkelana sendiri ke kota besar. Segala sesuatu sepertinya berjalan dengan lancar dan mantap. Sampai aku akhirnya tiba di ibu kota, naik ke taxi menuju ke alamat teman lamaku. Ted, nama yang sudah lama tidak ku sebut. Otakku bernostalgia ke kenangan-kenangan manis masa kecil kami sampai suara supir memecah belah lamunan ku.

"Nona, berapa nomor alamat rumahnya? Kita sudah sampai di komplek perumahannya." Pertanyaan supir itu serasa Petir dan geledek yang menyambar ku. Perut ku mual, aku gugup. Setelah mencari-cari, tak lama sampai di depan rumah yang sudah pasti adalah rumah Ted. Aku membayar tarif taxi yang lumayan mahal, supir membantuku menurunkan koper dan tas tangan ku kemudian pamit. Jantung ku berdegup paling kencang memecahkan rekor degupan jantung ku selama ini. Aku bahkan gak sanggup untuk menelan ludah, seperti memaksaku menelan batu karang. Aku menghabiskan waktu lima menit didepan pintu rumah Ted hanya untuk mengumpulkan keberanian menekan bel. Rasanya sudah tidak sanggup menertawakan diriku yang konyol karena aku benar-benar gugup. Detik berikutnya kenop pintunya turun, wajahku terasa pucat, badanku mendadak menjadi dingin dan kaku seolah-olah aku baru saja tertangkap basah karena membunuh seseorang. Pintu terbuka lebar, seorang lelaki tinggi, bertelanjang dada dan - bidang berdiri di depan ku. Sebelah tangannya masih menempel di gagang pintu, sebelah tangannya memegang kantong plastik sampah yang penuh. Dia juga mematung beberapa detik melihatku, sedikit terkejut bercampur bingung.

"Si.siapa? Ada perlu apa?" Tanyanya sedikit gugup tepatnya terkejut.

Aku masih tidak sanggup berkata apa-apa, padahal mulutku sudah terbuka tetapi tidak sanggup menarik suara. Aku menelan ludah secepat mungkin dan berdehem. Otakku berputar secepat kilat mencari kata-kata yang cocok.

"Ted?" Akhirnya cuma itu yang sanggup kuucapkan. Padahal aku sudah tahu itu adalah Ted. Wajahnya persis seperti di foto yang di berikan oleh pamannya.

"Iya, kamu siapa?" Tanyanya kali ini lebih tenang walau masih tampak bingung.

"Kamu lupa? Aku Qwen. Paman mu memberikan alamat mu padaku."jawab ku sedikit pelan berusaha untuk tenang.

Ted berhenti sebentar, kemudian berdiri tegak.

"Oh iya. Paman ada mengatakan padaku kalau dia memberikan alamat ku pada teman lama ku. Dia beritahu aku semalam, tak ku sangka cepat sekali datangnya."

Rasanya sudah tak sanggup lagi memandangnya, dia begitu tampan.

"Iya, itu aku. Masih ingatkah kamu dengan Qwen? Gadis kecil tetangga mu dulu." Aku sudah lebih tenang sekarang, jantung ku juga.

"Iya, rasanya ada." Jawabnya seolah-olah sedang berpikir.

Hatiku serasa ditusuk pipa besi, sakit. 'Rasanya ada?' Lupakah dia kalau dulu kita ada kenangan manis bersama? Setiap hari aku merindukannya, setiap hari mengingat kenangan manis bersamanya, bahkan janji akan menikah. Dia menjawab seolah baru sadar dari hilang ingatan. Aku kehilangan kata-kata.

"Masuklah dulu, aku akan kembali setelah membuang ini." Jawabnya mempersilakan aku masuk.

Aku masuk ke ruangan yang langsung ruang tamu. Hatiku sudah cukup hancur dan tidak sanggup mengagumi design interior yang cantik Dan keren ini. Aku berhenti di langkah ke empat dan menunggunya kembali tanpa sanggup bergerak lagi.

Hanya sebentar, dia kembali lagi. Menutup pintu dan kemudian berdiri mantap di depanku.

"Jadi kamu datang karena ingin mencoba bekerja di perusahaan tempat ku kerja?" Tanyanya

"Iya." Jawab ku singkat

"Ada lowongan, boss kami lagi mencari sekretaris. Itu lowongan satu-satunya saat ini. Kamu minat?" Tanyanya seperti akan menginterview ku sebentar lagi.

"Iya, aku akan mencobanya." Jawabku sebelum berpikir.

"Paman bilang sementara kamu bekerja, kamu boleh tinggal disini sampai kamu mendapat tempat tinggal yang lain. Jadi, anggap saja rumah sendiri." Katanya lagi.

Aku hanya mengangguk. Dia meraih koper ku dan berjalan menuju tangga, aku mengikutinya dari belakang. Otakku kosong, tidak seperti yang ku pikirkan. Ku kira setelah dia melihatku, dia akan memelukku erat dan mengatakan bahwa dia merindukan aku seperti aku merindukannya.

Begitulah hari ini terlewati dengan kecewa dan hancur. Besok Senin, Ted akan membawaku menjumpai boss nya langsung.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang