Bab 10

7.2K 295 1
                                    

Pergi bertiga ke peternakan ulat sutra? Peter meninjau peternakannya untuk apa dia ikut? Sudah jelas dia mengajak ku untuk jadikan sebagai bodyguardnya. Masa bodo, aku membanting iphone ku ke meja dan lanjut memeriksa laporan yang di berikan bawahan ku untuk di tanda tangani. Selang satu jam, layar Iphone ku muncul nama Peter, aku mengangkatnya.

"Teddy, apakah Qwen mengajakmu ke peternakan?" Tanya Pete seperti sedang buru-buru.

"Iya, aku belum memutuskan akan pergi atau tidak." Jawabku cepat

"Jangan ikut." Katanya tegas."Beri aku kesempatan berdua dengannya."

Lanjutnya.

Aku terdiam sejenak, muncul perasaan aneh di dadaku.

"Lakukan sesukamu." Jawabku lukas.

Aku menekan tombol End dan membanting iphone ku untuk kedua kalinya.

Entah mengapa dadaku seperti sedang terbakar, aku tidak tahu apa yang membuatku emosi. Apakah karena menjadi bodyguard Qwen atau karena membiarkan mereka pergi berdua? Aku menjerit dalam hati. Tidak ada alasan aku marah. Bukankah aku ingin Qwen pergi dari kehidupanku? Bagus, sekarang Peter mau membawanya pergi, memberiku kebebasan. Lebih baik lagi jika Qwen juga jatuh cinta pada Peter maka Dia gak usa mengusik hidupku lagi. Jadi untuk apa aku marah? Ini malah berita bagus untuk ku.

Tapi perasaan ini mengkhianati ku, mengapa hatiku tidak bisa lapang? Apa aku cemburu? Mana mungkin. Tak ada yang perlu di cemburui. Emang aku cemburu karena hal apa? Tidak ada. Aku seharusnya baik-baik saja.

Pikiran ku sedang berperang. Ingin rasanya merelekskan diri.

Pulang kerja, aku mampir di bar langgananku. Seperti biasa, Ruby selalu melayani ku, menemaniku minum dan bercerita kemudian membiarkan aku membawanya pulang. Menurutku Ruby tidak cantik ataupun manis. Tapi dia begitu pandai menggoda, seksi dan jago di atas ranjang. Itulah yang membuatku selalu memberinya tips yang besar, karena itu dia selalu siap melayani ku jika aku datang.

"Apa yang membuatmu datang secepat ini?"tanyanya sambil duduk diatas pangkuan ku.

"Kangen Padamu."goda ku sambil mengelus pahanya yang tidak tertutup."temani aku minum."

"Tunggu sebentar, akan kuambilkan minuman yang spesial." Bisiknya sambil menggigit telingaku lembut.

Tak berapa lama, Ruby datang membawa botol minuman yang katanya spesial. Kami minum sambil bercanda gurau, sampai aku tidak tahu lagi berapa gelas yang sudah ku tenggak. Yang ku tahu hanyalah kepalaku terasa plong, tidak ada Qwen, tidak ada masa lalu.

***

Kepala ku terasa berat, mataku susah sekali di buka. Samar-samar kulihat dinding kamarku. Bukankah aku di bar bersama Ruby? Aku berusaha membalikkan kepalaku, tampak seseorang tidur di sampingku. Siapa? Aku berusaha membangunkan diriku, sampai mataku sudah agak terang, ku lihat lagi sosok yang tidur di sebelah ku. Ternyata Ruby, dia tidak mengenakan pakaian, aku juga. Semalam kami melakukannya, sepertinya aku sudah terlalu mabuk untuk mengingat kejadian semalam. Mendadak muncul Qwen di ingatanku. Badanku seperti magnet yang tiba-tiba ditarik untuk bangun. Apa yang kulakukan? Bagaimana aku bisa membawa Ruby pulang ke rumah sedangkan di rumah ada Qwen. Apa yang membuatku begitu mabuk semalam. Aku benar-benar bodoh. Saat itu juga Ruby bangun.

"Pagi." Katanya masih mengantuk. Dia bangkit dan memelukku dari belakang. "Kamu jantan sekali tadi malam."

"Aku tidak ingat apa yang terjadi semalam." Kataku sambil memijit-mijit jidatku.

"Mau kuceritakan?" Katanya lalu mendorong tubuhku ke ranjang dan menindih ku.

"Tidak." Aku menolak dan mendorongnya pelan.

Aku bangun dan memakai celanaku kemudian mengambil dompet ku dan mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya kepada Ruby.

Aku meninggalkan Ruby di kamar dan menuruni tangga. Jam segini biasanya Qwen sedang membuat sarapan. Harapanku, dia tidak kaget melihat aku membawa Ruby pulang ke rumah dan seharusnya dia tidak terganggu dengan kegiatan kami. Qwen tidak ada di dapur maupun di ruang tamu. Tidak mungkin jam segini masih belum bangun. Atau dia sudah berangkat kerja sepagi ini? Aku memeriksa rak sepatu. Tidak ada sepatunya. Artinya, Qwen sudah berangkat kerja. Saat itu juga Ruby turun dengan pakaian lengkapnya.

"Oh iya, adik mu manis yah." Kata Ruby tiba-tiba.

"Adik?"tanyaku heran. Dari mana aku punya adik?

"Gadis mungil itu adikmu kan?" Yakinnya. "Semalam dia tampak shock ketika aku menggotongmu pulang. Tapi dia bersama seorang pria, mungkin itu pacarnya." Selesai mengatakan itu, Ruby melayangkan ciuman padaku dan menghilang dari balik pintu.

Qwen shock? Pria bersamanya? Pasti Peter. Aku lari ke kamar dan mengambil Iphone ku. Mencari nama Qwen di kontak dan meneleponnya.

"Halo." Qwen menjawab

"Dimana kamu? Tidak membuat sarapan dan langsung pergi kerja?" Kata ku seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Tidak, aku tidak pulang semalam." Bohong nya "Aku bersama Boss di rumahnya."

"Kamu bermalam di rumah Peter?" Tanyaku hampir menjerit "apa yang kamu lakukan di rumahnya?"

"Kerja. Ada laporan yang tidak bisa kubuat dan Boss mengajari ku." Aku tahu Qwen berbohong.

"Yah sudah, sampai jumpa di kantor." Aku memutuskan sambungan.

Jelas sekali Qwen berbohong. Ruby dengan jelas mengatakan kalau dia melihat Qwen saat membawaku pulang. Tetapi Qwen bilang dia tidak pulang dari semalam. Mengapa dia harus berbohong? Apa yang sebenarnya dia lakukan di rumah Peter? Mengerjakan laporan hanya sebuah alasan. Dan suara Qwen seperti tidak semangat. Bukan itu suara yang biasa saat berbicara dengan ku. Masa bodo, bukan urusan ku mereka mau ngapain. Apalagi peter ingin aku memberikan dia kesempatan untuk berduaan dengan Qwen.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang