Bab 9

7.5K 299 2
                                    

Gaun sutra dengan harga selangit. Walaupun sudah di diskon dua puluh lima persen tetap saja harganya masi selangit. Tetapi Boss memaksa agar aku membeli gaun ini untuk di pakai di acara formal yang mungkin saja akan diadakan. Selesai mengukur badan, aku mengeluarkan kartu kredit keramat yang tidak pernah ku gunakan. Sebenarnya hadiah dari bank karena menang undian. Seraya memberikannya pada kasir, saat itu juga pegawai yang lain mengatakan bahwa gaun tersebut sudah dibayar.

"Siapa yang bayar?" Tanya ku bingung.

"Boss Nona." Jawabnya sopan.

"Gaunnya akan diantar ke alamat Nona seminggu kemudian. Terima kasih atas kedatangannya." Kata pegawai itu lagi selagi aku sedang sibuk mencari-cari keberadaan Boss.

Itu dia, sedang berbicara dengan seorang pria muda yang berpakaian modis. Aku menghampiri mereka, aku tersenyum sambil menganggukkan kepala pada pria berpakaian modis dan juga tampan. Boss memperkenalkan aku padanya, dan sedikit basa basi. Pria tampan yang ternyata icon dari Hillary Dove tersebut pamit dengan sopan dan meninggalkan kami.

"Mengapa Boss membayar gaun itu?" Tanyaku sedikit tersinggung

"Anggap sebagai hadiah agar kamu lebih semangat kerja." Katanya sambil menepuk pundak ku.

"Aku akan kerja keras walau Boss tidak memberikan hadiah apa-apa untukku." Kataku masih dengan nada tersinggung .

"Yah sudah, terima sajalah. Aku tidak punya maksud apa-apa atas hadiah ini." Jawabnya elak.

"Kalau begitu terima kasih, Boss. Aku akan memakainya jika ada kesempatan." Kataku sopan, walau masi ada perasaan tidak enak.

Boss hanya mengangguk sambil tersenyum. Tak terasa sudah dua jam kami disini, para tamu juga pada berpulangan. Jadwal selanjutnya adalah makan siang dengan Nyonya Greg dari perusahaan aksesoris Princess Jewerly.

Boss bilang kalau Nyonya Greg tidak suka pembicaraannya di dengar pihak ketiga, maka aku memisahkan diri dari mereka. Aku memilih meja di pojok samping jendela kaca sambil menikmati desert dan sekalian mengerjakan pekerjaan di laptop. Tiba-tiba aku teringat pesan text yang ku kirim pada Ted tadi pagi. Aku mengambil Smartphone dari dalam tas dan memeriksanya. Sungguh kecewa, Ted tidak membalas pesan text ku. Mungkin dia sedang sibuk. Lebih baik aku menanyakan langsung padanya nanti malam.

Pukul lima sore, aku berada di dalam mobil bersama boss yang hendak mengantarku pulang.

"Apakah ada Kabar dari Teddy? Dia bisa ikut weekend ini?" Tanya boss memecahkan lamunan ku. Aku juga sedang memikirkan hal ini.

"Entahlah. Dia belum balas pesan text ku. Akan ku tanyakan langsung di rumah nanti." Kataku

"Kamu tidak rencana cari tempat tinggal yang lain?" Tanya Boss

"Aku belum begitu adaptasi terhadap lingkungan disini. Aku akan pindah begitu mendapat tempat yang dekat dengan Brilliant." Jawabku asal.

Padahal aku tidak ada rencana pindah dari rumah Ted.

"Perlu bantuan ku? Banyak apartemen yang dekat dengan Brilliant. Jika kamu mau, bisa aku bantu lihatkan." Tawar Boss.

"Iya, terima kasih." Jawabku sopan.

Diam-diam aku menghela napas. Aku tidak ingin pindah.

"Mau makan sesuatu? Aku sedikit lapar." Tanya boss tiba-tiba setelah hening beberapa saat.

"Tidak. Aku mau makan di rumah saja." Tolak ku. Aku ingin cepat-cepat pulang menjumpai Ted.

"Kamu masak?" Tanya nya lagi.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang