Sepanjang jalan, Ted hanya diam membisu. Aku memandangnya dari samping, Ted kecil yang dulu tampak lemah sekarang telah dewasa dan berwibawa. Lengan Ted kecil yang kurus dan penuh luka, sekarang menjadi besar dan kuat. Punggung Ted kecil yang dulu sering ku obati, sekarang tampak kokoh, rasanya ingin bersandar disana selamanya. Ted yang tidak lagi Malang dan kasihan sekarang malah aku merasa dia sangat jauh.
Mobil berhenti dan terjebak di lampu merah. Mataku beralih keluar jendela.
"Mungkin sekarang sudah agak terlambat untuk menyesal." Kata Ted tiba-tiba tanpa melihat ke arahku. "Tapi, sekarang aku sedang berusaha mengabaikan aibku untuk bersamamu." Ted tersenyum getir.
"Apa yang kamu maksud sudah terlambat?" Tanyaku.
"Aku keduluan Peter. Tapi, aku tidak akan menyerah walaupun akhirnya harus berselisih dengan nya." Ted berkata sambil menatap mataku lekat.
Sepertinya aku sudah mengerti maksudnya, Ted salah paham antara hubungan ku dengan Boss.
"Ted, beliau hanyalah Boss ku." Kataku pelan. "Malah aku merasa tidak nyaman bersamanya setelah tindakan pelecehan itu."
"Tapi Peter mengatakan padaku kalau kalian sudah bersama dan tadi malam kalian juga bermalam bersama." Mata Ted terpancar amarah sekaligus kecewa.
"Ted, percayalah padaku." Aku meraih tangannya yang sedang menegang di setir. "Kamu tadi bilang akan mengabaikan aibmu untuk bersamaku?"
Ted mengangguk, tangannya sudah tidak setegang tadi.
"Aku menunggumu." Kataku sambil tersenyum lebar padanya.
Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun lamanya, Ted mengecup bibirku di tengah-tengah kemacetan lalu lintas Ibu Kota.
***
Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur. Aku menatap dinding atap kamar hotel sambil tersenyum-senyum mengingat kejadian siang tadi bersama Ted. Ku sentuh bibir ku yang di kecup Ted. Aku ingin bibir ku lebih lama berada di bibirnya. Kubayangkan bibir Ted yang lembut dan nafasnya yang teratur. Aku menutup wajahku yang merah karena malu.
Setelah puas melamun, Akhirnya aku memutuskan untuk check out dari hotel dan meminta Ted untuk menjemputku pulang kembali ke rumahnya.
Selesai mandi, aku merapikan barang-barang ku dan memasukkan kedalam koper. Detik berikutnya, aku di kejutkan oleh suara ketukan di pintu. Sambil menebak-nebak siapa yang datang, aku membuka pintu dengan pelan dan mengintip sedikit keluar.
"Boss?!" Aku terkejut, suara ku nyaris melengking.
"Sudah makan?" Tanyanya.
Hari ini Boss tampak beda dengan Polo Shirt berwarna putih dan Jeans. Senyumnya membuat dia semakin tampan.
"Baru saja ingin memesan dari room service." Kataku sedikit canggung.
"Kalau begitu, temani aku makan di luar saja." Ajak Boss. Ada perasaan yang tidak enak di dadaku. Ingin sekali menolak, tapi bagaimana?
"Jangan menolak ku. Hanya sekedar makan malam saja tidak usa berpikir terlalu lama." Sepertinya Boss bisa membaca pikiran ku.
Akhirnya dengan berat hati aku menyetujuinya.
Mobil Boss parkir di depan restoran seafood yang terkenal dan ramai pengunjung.
"Boss, disini sangat ramai. Bagaimana kalau kelihatan sama orang kantor?" Tanyaku ragu. Boss sudah melepaskan seat belt nya dan siap-siap turun.
"Aku tidak keberatan." Katanya santai.
"Tapi, Boss. Akan muncul gosip yang tidak enak." Tanyaku semakin gelisah melihat Boss yang begitu santai.
"Abaikan saja."
"Tapi,"
"Ayo lah. Aku sudah lapar." Katanya seraya keluar dari mobil.
Aku keluar dari mobil sambil melihat sekeliling seolah-olah ada orang yang dikenal sedang mengintip.
"Sebaiknya Boss masuk dulu. Aku nyusul sebentar lagi."
Memang ini bukan pertama kalinya makan bersama Boss. Tapi kali ini beda. Dengan tampilan seperti ini lebih terkesan sedang kencan dari pada disebut makan di sela pekerjaan.
Mendadak Boss meraih tanganku dan berjalan masuk ke dalam restoran. Hatiku semakin khawatir dan gelisah. Aku berdoa semoga tidak ada orang kantor yang kebetulan makan disini.
Ternyata Boss sudah meresevarsi ruang VIP. Seorang Pramusaji mempersilakan kami duduk dan memberikan buku menu pada kami. Aku hanya memesan minuman dan seperti biasa Boss yang menentukan pesanan sesuai masakan kesukaannya. Pramusaji tampak sibuk menulis pesanan Boss dan Nada dering Pesan teks berbunyi dari Smartphone ku. Aku mengambil dari dalam tas dan membuka layar kunci.
Dari Ted, jantung berdegup kencang.
"Aku baru selesai dari kantor. Ingin sekali mengajakmu makan malam. Tapi aku masih ada janji dengan klien setelah ini."
Aku menghela nafas.
"Tidak apa-apa, Ted. Kamu jangan terlalu capek yah.
Love u."
Aku tersenyum sendiri saat mengetik tanda hati dan mengirim pada Ted. Begini kah rasanya punya kekasih?
"Ada hal lucu yang bisa berbagi dengan ku?" Tanya Boss tiba-tiba. Hampir saja Smartphone ku tergelincir dari tanganku karena kaget.
Pramusaji sudah meninggalkan ruangan.
"Tidak. Ehm, hanya Sharon." Bohong ku.
Sembari makan, kami hanya bercerita tentang seputar pekerjaan dan wisuda adik perempuannya Minggu depan. Orang tua Boss juga ternyata akan pulang dari Canada untuk merayakan wisuda putri mereka. Aku ingat Boss pernah janji akan membawa ku serta. Tapi saat ini Boss tidak mengungkitnya, lebih baik aku pura-pura lupa saja. Aku tidak mungkin menghadirinya bersama Boss.
***
Sehabis makan malam, Boss mengajakku melihat apartemen disalah satu gedung dekat Brilliant. Yah, tidak ada salahnya kalau cuma melihat. Karena aku sudah memutuskan akan tinggal di rumah Ted.
Ruangan yang Lumayan lebar dengan dua kamar tidur, dapur, ruang tamu, kamar mandi, dan siap huni karena semua sudah dilengkapi perabot. Di beranda dapat terlihat pemandangan malam yang indah dari lantai lima. Aku sedikit jatuh cinta pada tempat ini.
"Tapi Boss, biaya sewanya pasti sangat mahal." Kataku elak.
"Kamu menyukainya?" Tanyanya padaku.
"Iya, disini memang sangat nyaman. Tapi aku baru kerja dan... " belum menyelesaikan kata-kata ku, Boss meraih tanganku dan menaruh kunci di telapak tanganku.
"Apartemen ini milik mu sekarang." Katanya sambil mengecup keningku.
"Apa?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan ku
RomanceMasa kecil yang bahagia karena ada dia yang selalu melindungi ku, berbagi cerita di balik selimut hangat, dan dia berjanji akan menikahi ku jika sudah dewasa nanti. Setelah bertahun-tahun aku merindukannya, akhirnya aku ada kesempatan untuk pergi me...