Bab 30

6.9K 231 3
                                    

Udara pagi yang kurindukan, aku membuka jendela dapur lebar-lebar dan menghirup udaranya dengan serakah. Ibu tertawa melihat tingkah ku sambil menggoreng telur mata sapinya. Sedang aku mulai membuat teh manis.

"Ma, kapan-kapan datanglah ke Ibu kota. Aku akan membawa mama jalan-jalan dan nginap di apartemen ku." Kataku pada mama

"Aku akan kesana saat kamu menikah nanti." Canda mama sambil tertawa.

"Serius, Ma." Rengek ku

"Aku tidak cocok dengan suasana di kota besar. Tidak ada yang bisa dilihat selain bangunan-bangunan besar. Lagi pula di TV juga bisa lihat kok."

"Mama kolot." Ejek ku lalu kami tertawa bersama.

Aku meletakkan teh manis di meja makan untuk papa, mama dan kopi hitam untuk ku dan Peter. Aku berlari kecil ke ruang depan untuk memanggil Papa dan Peter untuk sarapan dan ternyata mereka sedang duduk di teras.

"Jagalah putri kami, walaupun sungguh berat membiarkan dia pergi sendiri ke ibu kota. Aku percaya kamu bukan pemuda yang suka mempermainkan wanita." Kata Papa. Tanpa sadar aku menguping pembicaraan mereka.

"Aku akan selalu menjaganya. Sebenarnya Qwen adalah wanita pertama dalam hidupku dan aku sangat menghargainya."

"Benarkah? Kamu beda dengan lelaki kaya lain yang suka berfoya-foya mempermainkan wanita."

"Memimpin sebuah perusahaan itu bukan hal yang mudah, aku tidak sempat untuk memikirkan hal lain yang tidak berguna. Aku sangat bersyukur Dengan Qwen yang banyak membantu."

"Benarkah Qwen sebaik itu? Dalam bayangan kami, dia masih gadis kecil yang manja dan cengeng."

"Tidak, anda mendidiknya dengan sangat baik. Qwen seorang pekerja keras, tidak pernah mengeluh dan manja. Orang tua ku juga suka pada Qwen."

"Jadi orang tua mu sudah tahu hubungan kalian? Jangan-jangan kalian sudah berencana untuk menikah?"

"Aku akan melamarnya setelah dia benar-benar siap untuk mendampingi ku."

"Terima kasih sudah mencintai Qwen. Kami sebagai orang tua akan selalu mendoakan kebahagiaan kalian dari jauh."

Bulir-bulir air mata jatuh dari pelupuk mata ku. Air mata haru sekaligus perasaan bersalah pada Peter. Seketika, dalam hati ku sudah memutuskan untuk menyelesaikan masalah ku dengan Ted dan membuka hatiku untuk Peter. Apalagi setelah mengetahui kenyataan tentang Ted pada ku. Peter benar, aku tidak perlu menjadi wanita bodoh yang mengorbankan harga diriku demi sebuah hubungan yang belum pasti. Jika dipikir kembali, Ted bisa menjadi seperti ini juga karena kemunculan ku.

Sebenarnya, ada cara lain untuk menghilangkan ketakutan. Yaitu menghindari apa yang kita takutkan.

***

Sehabis sarapan, aku mengajak Peter untuk jalan-jalan. Aku membawanya menaiki bukit yang tidak terlalu curam.

"Inikah sebabnya kamu begitu lancar memanjati Rock Climbing?" Kata Peter sambil mencari tempat berpijak diantara bebatuan.

"Ini bukan apa-apa. Ada lagi yang lebih curam." Kataku bangga

Tak berapa lama, kami sudah sampai di atas bukit dan berjalan di jalan setapak yang di kelilingi banyak pohon. Semakin lama berjalan, pohon-pohon mulai berkurang dan tampaklah padang rumput yang luas tempat dimana peternak selalu membawa sapi-sapi mereka merumput. Aku membentangkan tanganku sambil menutup mata, menikmati hangatnya matahari pagi.

"Disini indah sekali kan?" Tanyaku bangga pada Peter.

"Udara disini sangat segar dan hangat." Peter mengikutiku membentangkan tangannya sambil memenjamkan mata. Aku berbalik menghadap nya. Angin yang sepoi-sepoi mendorong tubuhku untuk mendekati dan memeluknya.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang