Bab 8 Cinta Pertama

8K 322 0
                                    

Akhirnya sampai juga di Bab 8. Thanks banget yah uda meluangkan waktu untuk membaca novel pertamaku. Ternyata tidak mudah menulis sambil jaga anak (kok jd curhat?). Hahaha... Novel ini masih banyak kekurangan, jadi minta kritik, saran nya yah. Yuuhuuu... Ayok lanjut...

Teddy kaget setelah aku mengatakan ketertarikanku pada Qwen. Sebenarnya aku juga tidak pasti apakah benar-benar menyukainya atau hanya karena dia beda dengan gadis cengeng lainnya. Teddy sudah tidak punya perasaan cinta lagi pada Qwen, setidaknya itulah yang di katakan nya. Dan Qwen, sedang cinta mati pada Teddy. Sampai-sampai berani memeluk erat Teddy walau tahu disitu ada aku. Apa yang mereka lakukan berdua di rumah? Apa Teddy memperlakukannya seperti wanita-wanita liar yang sering di bawanya ke rumah? Jika iya, bagaimana dengan Qwen jika tau Teddy sudah tidak punya perasaan lagi padanya? Apa yang harus kulakukan agar Qwen tidak terlalu larut pada Teddy?

Kenapa sekarang benakku hanya ada wajah Qwen? Mengapa otakku hanya terus membayangkan kejadian Qwen memeluk Teddy? Hatiku ada perasaan yang aneh dan tidak pernah terjadi sebelumnya padaku. Atau inikah yang disebut jatuh cinta? Aku tidak tahu.

***

Keesokan paginya, Qwen datang lebih awal dari ku. Dia membuntuti ku masuk ke ruangan presdir kemudian membacakan agenda hari ini dari note yang kuberikan. Aku tidak konsentrasi pada apa yang dibacakannya. Aku hanya melihat bagaimana dia berdiri, membaca,dan keseluruhannya. Mengapa hari ini dia tampak lebih cantik dan manis dari kemarin? Padahal blazer dan rok A linenya yang dia kenakan tidak ada yang spesial. Rambut coklat dan lurus dibiarkan di gerai. Ingin sekali mencium wangi rambutnya.

"Boss sudah sarapan?" Tanyanya memecahkan lamunan ku.

"Belum, maksudku sudah." Jawabku asal masih belum sepenuhnya sadar Dari lamunan ku.

"Kalau begitu sebentar lagi kita harus berangkat." Katanya tiba-tiba.

"Berangkat Kemana?" Tanyaku sedikit heran, kali ini aku benar-benar sadar.

"Ke Pembukaan butik Hillary Dove." Katanya lagi. Dia tersenyum padaku, dia manis sekali. "Ada apa dengan Anda? Sepertinya ada yang sedang dipikirkan sampai tidak menyimak ketika aku membaca agenda hari ini." Tanyanya masih tersenyum manis.

"Iya, ada yang ku pikirkan. Tapi bukan apa-apa." Elak ku. "Apakah kita harus berangkat sekarang?"

"Iya." Jawabnya singkat. Dia membuka pintu membiarkan aku keluar lebih dulu kemudian cepat-cepat meraih tas LV nya dan membuntuti ku seperti biasa.

"Kata Donny, pemilik butik Hillary Dove banyak mengambil bahan dari kita." Katanya tiba-tiba saat sudah berada di dalam mobil.

"Iya, mereka mengambil semua bahan yang paling berkualitas dari kita. Branded yang akan terkenal sebentar lagi." Jelasku seraya melajukan mobil keluar dari basement.

"Tak sabar ingin melihat pakaian yang dihasilkan dari bahan kita." Katanya seperti tertarik.

"Kamu pasti belum pernah berkunjung ke bagian Produksi? Di sana kamu bisa melihat produk yang dihasilkan perusahaan kita." Tanyaku

"Belum. Apakah di gedung kita juga?"tanyanya

"Tidak, ada di daerah bukit. Disana ada peternakan ulat sutra. Biasanya sebulan sekali aku tinjau kesana pada saat weekend." Jelasku

"Peternakan ulat sutra? Jadi sutra yang kita pakai bukan Import?" Tanyanya semakin tertarik.

"Kita punya lahan yang baik, mengapa harus Import? Kita bahkan yang mengekspor keluar."

"Bolehkah aku ikut meninjau disana?"tanyanya penuh harap

"Harus nginap. Kalau kamu tidak masalah, Kita berangkat Sabtu ini." Kataku.

Mendengar kata nginap, dia berpikir. Mana mungkin dia mau menginap diluar bersama seorang pria yang baru dikenalnya walaupun itu bossnya.

"Tak masalah, jika Ted ikut." Katanya sambil tersenyum lebar. "Bolehkah?"

Mengapa Teddy harus ikut? Bukankah lebih berbahaya jika dua orang pria menginap dengan satu gadis? Tidak bisakah dia tanpa Teddy walau hanya satu hari? Di kepalanya hanya ada Teddy.

"Ya, tanyalah dia apakah punya waktu weekend ini?" Kataku datar.

Tanpa basa basi Qwen langsung mengambil Smartphonenya dan mengetuk-ngetuk layarnya dengan lancar. Dia pasti sedang mengirim pesan text pada Teddy. Tak sampai satu menit, Qwen tampak sedang memandangi Smartphonenya tanpa melakukan apapun. Qwen pasti sedang menunggu balasan dari Teddy.

Sudah sampai di tujuan, Teddy tidak juga balas. Bukan kebiasaan Teddy tidak membalas pesan teks. Sebab lain, dia memang tidak mau membalas.

Acara pembukaan Butik Hillary Dove belum di mulai. Tetapi sudah banyak sekali tamu undangan yang datang. Banyak juga tokoh-tokoh penting yang hadir. Hillary Dove pasti akan melejit dan juga merupakan keuntungan yang besar bagi Brilliant. Pemilik Hillary Dove, Henry Hillary datang menyambut Kedatanganku. Pria bertubuh atletis itu menyalami ku dan Qwen. Tak lupa memperkenalkan Qwen sebagai sekretarisku padanya. Qwen sungguh beruntung, Henry janji akan memberi potongan dua puluh lima persen kepadanya jika ada gaun yang disukainya. Qwen hampir memekik kegirangan. Acara ini di hadiri banyak tamu penting, artis dan juga walikota. Setelah pemotongan pita, tamu-tamu dipersilakan masuk ke dalam butik untuk melihat-lihat. Design interior yang bagus dan berkelas. Pakaian yang di tawarkan juga berdesain unik dan memiliki ciri khas tersendiri ala Hillary Dove. Qwen tampak takjub akan apa yang dilihatnya. Dia tampak berkeliling mengamati pakaian-pakaian yang di hasilkan oleh bahan yang berkualitas tinggi. Aku menghampiri Qwen yang tampak tertarik pada sebuah gaun yang di kenakan patung manekin. Gaun sutra biru dengan potongan mini yang indah. Tetapi mustahil untuk ukuran tubuh mungil Qwen. Ketepatan, Henry sedang menyapaku dan menanyakan pendapat atas butik barunya. Setelah sedikit basa basi, aku memesan pada Henry untuk membuat gaun sutra biru itu sesuai tubuh Qwen yang mungil. Henry tersenyum penuh arti dan menyetujuinya. Henry memerintahkan pegawainya untuk membawa Qwen ke kamar ukur.

Qwen pasti akan cantik sekali dengan gaun itu.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang