Bab 16

6.9K 255 0
                                    

Dalam perjalanan menuju ke hotel, hatiku semakin perih dan hancur. Perasaanku tidak tega untuk melepaskan Ted. Pikiranku kacau, otakku terasa panas. Ingin rasanya membenturkan kepalaku ke jendela kaca mobil Boss. Aku hanya ingin bersama Ted, hanya itu. Aku tertunduk dan menutup mata sambil terisak-isak merasakan semua penderitaan ku.

Mendadak tanganku yang dingin membeku diselimuti tangan yang besar dan hangat.

"Biarkan aku yang melindungimu mulai sekarang." Kata Boss pelan.

Saat ini aku ingin bersandar di dalam pelukan orang yang mencintaiku. Bersembunyi selamanya didalam dada yang besar dan hangat yang selalu menjagaku dan memberikan rasa nyaman.

Seketika aku mengangguk pelan.

"Jika dengan begini Ted akan merasa nyaman, maka aku.." Aku tidak sanggup melanjutkan kata-kata ku. Kerongkongan ku tercekat. Rasanya tidak sanggup untuk melupakan Ted.

"Aku mengerti. Percayalah padaku, aku akan membuatmu secepatnya melupakan dia." Kata Boss lalu meremas tanganku kemudian membelai lembut rambutku.

Hatiku terasa sedikit terhibur terhadap sentuhannya. Andai saja Boss adalah Ted. Aku akan menjadi orang yang paling bahagia saat ini. Hatiku terasa di peras sakit saat mengingat pada Ted.

***

Keesokan paginya aku terbangun di kamar Hotel dengan kepala berat dan pusing. Aku meringis pelan, sepertinya kepala ku bertambah beberapa kilo hanya dengan satu malam. Mataku juga bengkak dan hanya bisa dibuka setengah dari biasanya. Aku menggeliat pelan untuk menemukan posisi yang pas untuk turun dari tempat tidur. Tetapi gerakan ku terhenti saat aku merasa tangan ku menabrak sesuatu. Dengan susah payah, aku membalikkan kepala ku dan mengintip dari balik kelopak mataku yang berat.

Tampak sosok tampan dengan rambut sedikit acak sedang tertidur pulas di sampingku. Badanku terlonjak kaget, otomatis tanganku meraba-raba tubuhku untuk memastikan apakah pakaian masih melekat di tubuhku atau tidak. Aku menghembus nafas lega, syukurlah tidak terjadi apa-apa semalam. Sepertinya tadi malam aku sudah sangat ngantuk sekali sampai tidak menyadari apakah Boss pulang atau tidak. Aku melangkah sepelan mungkin menuju ke kamar mandi, tidak ingin membuat suara sekecil apapun yang bisa membuatnya terbangun.

Aku hampir tidak mengenali diriku yang di seberang cermin. Wajahku bengkak, mataku sembab. Aku memandangi wajahku yang menyedihkan sambil merenungi kejadian pada saat di Villa. Piknik yang awalnya menyenangkan, kemudian menjadi momen yang mengerikan buatku. Tangan ku memegang payudara ku yang telah di sentuh tangan besar Boss dan kuat. Aku malu pada diriku sendiri. Tidak bisa kubayangkan akibatnya jika kemarin Boss berhasil merenggut kegadisan ku. Mungkin aku akan depresi berat. Apakah aku masih sanggup bekerja untuknya?

Seketika aku teringat sesuatu. Apakah semalam aku telah menerima perasaan Boss? Aku menarik rambutku gelisah sambil mengingat-ngingat percakapan ku dengan Boss saat di mobil. Oh, tidak. Aku pasti sudah tidak waras. Biar bagaimana pun, aku harus mengelaknya. Tidak mungkin aku menerima perasaan Boss yang artinya menjadi pacarnya. Dan aku juga tidak yakin apakah dia benar mencintaiku atau hanya nafsu saja. Buktinya dia hampir memperkosa ku kemarin.

Ku biarkan air shower mengguyur kepalaku, aku mendongak kan wajahku berharap air hangat dapat mengempiskan wajah dan mataku yang bengkak.

Selesai mandi, saat hendak membuka pintu, aku berdoa semoga Boss masih tidur. Dengan pelan sekali aku mengintip ke luar. Tampak Boss sedang duduk di sisi tempat tidur dan ia sedang mengamati aku yang sedang mengintip. Sambil tarik nafas, aku berjalan melewatinya sambil memeluk diriku yang hanya mengenakan piyama mandi. Aku membongkar- bongkar koperku untuk mengambil pakaian sambil berpikir hari apa ini? Oh, tidak. Sudah hari Senin, artinya harus berangkat kerja. Aku mengambil pakaian dalam, kemeja, blazer, rok dan tas makeup kemudian masuk kekamar mandi lagi tanpa menghiraukan Boss yang masih mengamati ku sambil membisu.

Tak sampai lima belas menit, aku sudah rapi dan sekali lagi aku gugup untuk membuka pintu.

Boss kini sudah tampak lebih rapi, walau kemejanya sedikit kusut.

"Pagi." Sapa ku berusaha bertindak wajar.

"Pagi." Balasnya dengan suara sedikit serak. Boss berjalan menghampiriku, semakin dekat dan semakin dekat. Dia membungkukkan badannya kemudian mengecup keningku. Badanku seperti baru kena setrum dan mundur dengan cepat.

"Boss, ini tidak pantas." Kataku sedikit marah tapi belum sanggup melihat ke matanya.

"Bukannya kita sudah bersama?" Tanyanya sambil menghampiriku dan aku mundur lagi.

Aku perintahkan kepada otakku untuk segera mendapatkan kata-kata yang pas untuk menolaknya. "A aku tidak tahu mengenai itu." Jawabku sedikit terbata.

"Baiklah." Kata nya sambil menyungging kan senyuman. "Tapi kamu tidak bisa melarang ku untuk mencintai mu."

Aku terdiam mendengar pernyataan nya.

Boss meraih Note yang berada di atas meja dan di serahkan padaku. Aku mengerti maksudnya, dan segera ku buka agenda kerjanya hari ini. Dengan teliti, aku membacakan kegiatannya hari ini yang lumayan padat.

"Batalkan semuanya." Jawabnya tiba-tiba membuatku melongok. "Aku libur hari ini."

"Boss sakit?" Tanyaku pelan dan Dibalas dengan senyuman.

"Tidak, hanya ada urusan pribadi yang harus ku urus." Terangnya santai. "Sudah pukul delapan, aku antar kamu ke kantor sekarang."

***

Entah apa yang sedang di lakukan Boss sekarang. Urusan pribadi apa yang harus sampai membatalkan semua janji-janji yang lumayan penting. Dalam hati kecilku ada perasaan sedikit lega karena pasti rasanya tidak nyaman berhadapan Boss setelah terjadi beberapa hal yang tidak mengenakkan.

Aku melongo pada jam dinding di depan ku yang sebentar lagi akan pukul dua belas. Tanda jam makan siang akan segera tiba. Baru kali ini aku akan makan siang tanpa Boss. Jam belum berdentang, seseorang dengan suara yang sangat familiar dan kurindukan memanggil ku dari samping. Aku menoleh melihatnya, Ted dengan balutan jas sungguh keren. Tetapi kenapa Ted kemari?. Padahal seharusnya dia menghindar dariku. Ah, pasti mencari Boss karena urusan pekerjaan. Aku masih terpaku di kursi sampai dia menghampiriku.

"Kamu pergi Kemana? Maksud ku, kamu pindah dari rumahku dan dimana kamu tinggal?" Tanyanya dengan ekspresi yang sulit di tebak. Aku terdiam beberapa saat untuk mencerna kata-katanya. Ted tidak sedang mencari Boss. Tetapi sengaja kemari untuk mencari ku. Apakah sekarang Ted sedang khawatir dengan ku? Bukannya dia takut melihatku seperti pengakuannya semalam?

"Sementara ini aku nginap di hotel." Kataku. Sebenarnya aku gugup, tapi aku berhasil menutupinya.

"Maukah kamu makan siang bersama ku? Ada yang ingin kukatakan Padamu." Ajaknya tiba-tiba. Sungguh membuat ku tercengang.

"Atau kamu takut Peter bisa keberatan?" Tanyanya lagi.

"Tidak. Boss sedang tidak masuk hari ini. Ada urusan pribadi yang ingin dia selesaikan." Kataku. "Jadi, baiklah."

Walau bingung, aku menjerit kegirangan dalam hati. Tapi perasaan tidak enak merasuk ke hatiku. Apa yang ingin dibicarakan Ted kepada Ku? Apakah berita buruk buat ku?

Seisi kantor melotot padaku saat aku keluar dengan Ted. Taruhan, selesai makan siang mereka pasti akan menginterogasi ku. Aduh, alasan apa yang harus kukatakan?

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang