Bab 15

6.7K 287 2
                                    

Qwen yang Malang, seharusnya aku menemaninya ke peternakan. Tidak kusangka Peter yang biasanya dingin pada wanita bisa menjadi begitu agresif terhadap wanita yang disukai nya. Tampaknya kali ini Peter benar-benar serius.

Sekarang Qwen sudah mengetahui jika dia adalah aib masa lalu ku. Dia bahkan lebih memilih naik ke mobil Peter yang hampir merenggut kegadisannya dari pada naik ke Mobilku. Sebegitu sakitnya kah hatinya?

Memikirkan saja sudah hampir membuat ku gila. Aku tidak sanggup untuk pulang ke rumah dan menghadapi Qwen. Kurasa dia juga butuh ketenangan.

Aku memutar setir ke arah berlawanan dari rumahku. Aku menyetel lagu kuat-kuat untuk mengalihkan pikiranku dari wajah Qwen yang terus muncul di dalam otakku. Hampir setengah jam, aku menghentikan mobil di depan sebuah rumah sederhana ber tingkat dua. Setelah memarkir mobil, aku melangkah maju ke pintu depan dan menekan bel. Terdengar suara sahutan seorang wanita dari balik pintu setelah kedua kalinya aku menekan bel.

Seorang wanita bertubuh seksi yang mengenakan sweater tanpa lengan dan kerah rendah dengan sempurna memampangkan belahan dadanya yang besar hasil Botox. Wanita itu kini tersenyum nakal di depan pintu sesaat setelah melihatku.

"Masuk." Ajaknya sambil menarik tanganku.

Aku duduk di sofa ruang tamunya tanpa mengucapkan sepata kata pun. Wanita yang bernama Ruby itu tak segan-segan duduk di pangkuan ku dan melingkar leherku dengan kedua lengannya. Pada saat seperti ini, biasanya aku juga membalas pelukan nya dan mendaratkan ciuman di bibir seksinya. Kali ini, perasaan aneh di hatiku mengalahkan segalanya. Aku masih duduk terpaku saat Ruby berusaha menggoda ku, merayapi seluruh tubuhku. Saat itu, otakku kembali muncul wajah Qwen yang sembab dan terngiang-ngiang kata-katanya, "Jika melihatku bisa membuatmu menderita, aku akan berusaha menghilang dari pandanganmu." Hatiku perih, aku menutup mataku rapat-rapat. Terbayang wajah Qwen yang masih kecil, senyumannya, membuat rasa sakit di tubuhku berkurang, kata-kata penghiburan nya, membuatku tersenyum kembali, hanya dengan memeluknya dapat membuat rasa takut ku berkurang. Hatiku makin perih mengingatnya, air mata yang sudah lama kering kembali jatuh di pipi ku.

Sesaat itu juga, aku yakin pada diriku sendiri. Qwen bukan aibku, aku tidak perlu mengingat kekerasan yang menimpaku, aku hanya perlu mengingat Qwen seperti malaikat kecil yang selalu berada disisiku.

Aku bangkit dari sofa, Ruby terjatuh dari pangkuan ku. Tanpa pamit padanya, aku keluar dari rumahnya dan masuk ke dalam mobil, rasanya tidak sanggup untuk menghiraukan Ruby yang berusaha memanggil ku kembali.

Aku menyetir dengan kecepatan tinggi, ingin segera bertemu dengan Qwen dan menjelaskan padanya bahwa Perasaanku padanya tidak pernah berubah dari dulu. Ingatan masa lalu yang sudah hilang karena terapi sedikit demi sedikit kembali ke dalam otakku. Pertengkaran orang tua ku, ibu yang menghajarku tanpa ampun, ayah yang berkata kasar padaku, berita kecelakaan mereka, wajah ibu yang hancur tanpa sengaja kulihat saat di kamar jenazah, kemudian wajah Qwen kecil yang penuh kasih, senyumnya kembali menghangatkan batinku. Air mata kembali membasahi pipi ku, saat ini aku seperti Teddy kecil yang ingin segera memeluk Qwen untuk mencari kembali kedamaian.

Sesampai di rumah, keheningan menyambut ku. Aku naik ke kamar Qwen, keheningan yang sama. Tidak ada Qwen yang tersenyum menyambut Kedatanganku.

Dengan tangan gemetar aku membuka lemari pakaiannya, ketakutan menyerangku. Tidak ada satu pakaian Qwen yang tersisa di dalam. Apakah dia benar-benar akan hilang dari pandanganku? Aku terduduk di sudut tempat tidurnya. Ketakutan kembali menyerang, badanku bergetar. Aku tidak bisa tanpa Qwen.

Entah berapa lama aku duduk termenung seperti ini. Dimanakah Qwen? Apakah dia bersama Peter? Bagaimana jika Peter kehilangan kendali lagi?

Aku memutuskan untuk menelepon Qwen. Telepon tersambung, suara Peter di seberang telepon.

"Pete, dimana Qwen?" Tanya ku tak sabaran.

"Dia bersama ku." Jawab Pete datar.

"Aku ingin berbicara padanya." Kataku lagi.

"Mengerti lah, maksudku kini dia sudah bersama ku. Mulai sekarang aku yang akan melindunginya." Jawaban Peter membuat langit diatas ku seperti runtuh dan menimpaku.

"Tidak mungkin."seruku "Aku ingin bicara langsung padanya."

"Dia sedang tidak ingin berbicara dengan mu sekarang." Suara Peter kembali datar.

"Dimana Qwen sekarang? Apakah di rumahmu?" Tanyaku menahan emosi.

"Dia tidak di rumahku. Tapi jangan khawatir, dia aman bersama ku disini." Jawab Peter lagi.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang