Bab 18

6.5K 221 6
                                    

Alarm dari Smartphone ku berbunyi tanda sudah pukul enam pagi. Aku meraihnya dengan mata setengah terbuka kemudian mematikan alarm dan memeriksa notifikasi. Satu pesan diterima pada pukul sebelas malam. Dari Ted. Aku membukanya dengan tidak sabar.
"Jam tujuh aku akan menjemputmu sarapan. Kita bertemu di lobi. Love u too."

Hatiku berbunga-bunga. Rasa malas baru bangun tidur hilang seketika. Dengan semangat aku pergi mandi dan berbenah. Setelah selesai, jam hampir menunjuk pukul tujuh. Buru-buru aku keluar dari kamar dan turun ke lobi. Tapi belum tampak Ted. Maka aku menunggunya sambil duduk di sofa. Sambil menunggu, otakku teringat kejadian tadi malam. Aku bersikeras menolak apartemen yang di belikan Boss. Tampaknya Boss ingin membuatku terikat padanya. Terlalu mengejutkan sampai-sampai membeli apartemen untuk ku.
Aku menghela nafas panjang.

"Qwen." Suara yang kutunggu-tunggu memanggil namaku memecahkan lamunan.

Aku bangkit dari sofa dan berjalan menghampirinya. Wajahku otomatis memancarkan senyuman saat melihatnya. Dia menggandeng tanganku keluar dari hotel.

***

"Ted, aku ingin tinggal bersamamu." Kataku pada Ted yang sedang menyeruput kopinya.

"Bukankah lebih baik kamu mencari tempat tinggal sendiri? Saat weekend kamu bisa mengajak teman-teman cewek mu kumpul di rumah."usulnya. Aku sedikit kecewa mendengarnya.
Dan sepertinya Ted melihat raut wajah ku yang mendadak berubah, "Kadang-kadang aku bisa bermalam di tempat mu." Goda nya sambil menggelitik punggung tanganku. Bisa kurasakan wajahku memanas dan pasti sudah merah seperti kepiting rebus.

"Sementara aku carikan apartemen, kamu sebaiknya tinggal di rumahku saja." Katanya kemudian.

"Apartemen?" Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Sepertinya aku sedang sensitif dengan kata "apartemen".

"Iya, akan ku carikan apartemen yang dekat dengan Brilliant."

Apakah sebaiknya aku mengatakan pada Ted kalau Boss membelikan aku apartemen? Tapi lebih baik tidak usah memberitahunya, toh aku sudah menolaknya.

"Kalau begitu, malam ini jemput aku yah." Kataku senang.

"Dengan senang hati." Katanya sambil mencolek hidung ku.

Setelah menghabiskan sandwich dan kopi, kami langsung berangkat kerja.

***

"Boss baru saja membanting pintu." Kata Sharon hampir berbisik.

"Ada apa?" Suaraku ikut pelan.

"Entah lah." Katanya "Cepat masuk, kamu sudah terlambat." Usir Sharon. Karyawan yg lain tampak sibuk dengan komputernya. Padahal biasanya jam segini masih bergosip ria. Efek dari mood jelek Boss.

Aku mengetuk pintu Boss dan menunggu jawaban nya dari dalam.

Hening.

Tampaknya Boss benar-benar sedang Badmood. Ada apa ya? Apa karena aku menolak apartemen nya? Jantung ku mendadak berdebar kencang. Semoga saja bukan karena itu.

Aku mengetuk pintu lagi dan langsung masuk tanpa menunggu jawabannya. Tampak Boss sedang duduk bersandar di kursi nya dan melototiku diam. Raut wajahnya terpancar kalau dia sedang marah. Baru kali ini aku melihat wajahnya seperti itu, walaupun tidak mengurangi ketampanan nya.
Aku membacakan agenda kerja hari ini dari Note.
"Pukul sepuluh undangan ke pameran Rhinestone dari Shiny Acc." Tiba-tiba Boss bangkit dari kursinya. Aku mengabaikan nya dan terus membaca "Pukul tiga belas, rapat presentasi tentang produksi design baru." Boss menjalan mendekati ku. Aku mulai gugup, suara ku tercekat. "Pukul lima belas, janji temu dengan Designer Timmy Cheung." Sekarang dia tepat berdiri sangat dekat di depanku. "Selesai." Ingin sekali berbalik dan segera pergi dari sini.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang