Bab 11

7K 287 0
                                    

Ted benar-benar diluar dugaan. Entah disengaja atau tidak, dia mabuk dan membiarkan wanita klub itu membawanya pulang. Qwen yang melihatnya langsung shock dan menangis sejadi-jadinya. Untung saat itu ada aku membawanya pergi. Jika tidak apakah Qwen semalaman akan mendengar kegiatan ranjang mereka?

Tidak ada tempat yang lebih aman dari pada di rumah sendiri. Akhirnya aku membawa Qwen pulang Kerumahku. Qwen tampak kaku tapi sepertinya dia tidak punya pilihan lain. Aku mengantarnya ke kamar tamu. Ku buka jendela beranda untuk mengganti sirkulasi udara. Qwen berjalan melewati ku menuju beranda. Sambil bersandar di pagar, dia memandang ke langit.

"Langit Yang indah." Katanya pelan sambil menikmati langit yang di penuhi dengan bintang.

Aku menghampirinya, ingin sekali memeluknya dari belakang, mendekap erat dia, mencium wangi rambutnya, dan merasakan kehangatan tubuhnya. Qwen berbalik melihatku, matanya sembab, wajahnya kusut, membuat hatiku sedikit perih karenanya.

"Bagaimana keadaan mu? Sudah lebih baik?" Tanyaku

"Iya, sudah lebih baik. Terima kasih." Jawabnya masih menyisakan sedikit kesedihan.

"Istirahatlah, panggil aku jika kamu butuh. Kamarku tepat di bawah ini." Kataku.

"Iya." Jawabnya singkat. Dan aku pergi meninggalkannya.

Setelah selesai membersihkan diri, aku berbaring di tempat tidur sambil memikirkan Qwen yang kini sedang berada di atas kamarku. Ku raih iphone ku untuk meneleponnya.

"Halo." Jawabnya d seberang telepon.

"Belum tidur?"tanyaku

"tidak bisa tidur."katanya lesu

"Jangan terlalu dipikirkan. Wanita itu hanya wanita klub yang kebetulan menemaninya di Bar." Hibur ku. Qwen terdiam, tidak merespon selama beberapa saat. "Maaf, aku seharusnya tidak mengungkitnya lagi. Aku hanya ingin kamu mengerti."

"Tidak apa-apa. Apakah Boss dan Ted sering ke Bar?" Tanyanya

"Ted sering mengajakku, tapi selalu ku tolak. Aku tidak cocok dengan tempat seperti itu." Jawabku jujur.

"Wanita itu bukan pertama kali ke rumahnya." Katanya, suaranya sedikit tertahan.

"Wanita itu hanya bayaran, Ted tidak memberitahu ku dia punya pacar atau sejenisnya." Jelasku

"Apakah Ted selalu memberitahu segala hal Pada Boss? Termasuk kehidupan pribadinya?" Tanyanya.

"Iya. Kami saling terbuka dan percaya satu sama lain." Jawabku yakin.

"Apakah dia pernah memberitahu Boss kalau dia menyukaiku atau tidak?" Tanyanya lagi.

"Entahlah. Dia hanya menceritakan masa kecil kalian." Dusta ku. Kejujuran terlalu kejam untuk dia saat ini.

"Hanya itukah? Menurut Boss, dia menyukai ku atau tidak?" Tanyanya lagi. Sungguh pertanyaan yang sulit dijawab. Aku terdiam sejenak memikirkan apa yang seharusnya ku jawab.

"Dia tidak menyukaiku ya? Aku merasa seperti itu." Suara Qwen seperti sedang menangis.

"Kamu nangis lagi? Mau ku temani?" Sebelum aku menyelesaikan kata-kata, sambungan terputus. Aku bangkit dari tempat tidur dan pergi ke kamarnya.

Aku mengetuk pintu kamarnya.

"Qwen, apa kamu baik-baik saja?" Tanyaku sambil mengetuk pintu.

"Aku baik-baik saja." Jawabnya dari dalam. Masih suara tangisan.

"Buka pintu, aku ingin melihat apakah kamu benar baik-baik saja." Perintah ku.

Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Matanya merah, air matanya seperti tidak dapat dihentikan, suaranya terisak-isak. Begitu cintanya dia dengan Teddy sampai membuatnya begitu menderita. Hatiku pilu, rasa cemburu pelan-pelan merasuk di jantungku.

Aku mendekap wajahnya di dadaku.

"Menangis lah sepuasnya, setelah itu lupakan dia." Kataku pelan.

Detik berikutnya Qwen menangis lebih kuat seperti anak kecil yang meminta kasih sayang. Kami berdua terduduk bersandar di tepi tempat tidur sampai tertidur.

***

Qwen masih dalam pelukan ku saat aku terbangun keesokan paginya. Tanganku kebas, badanku terasa kaku. Aku berusaha mempertahankan posisi ku untuk tidak bergerak, takut Qwen akan terbangun karenanya. Tiba-tiba terdengar suara ponsel berdering. Qwen terbangun seketika, aku membantunya bangkit dan mengambil ponselnya. Dari percakapannya, yang menelepon adalah Teddy. Qwen berbohong padanya mengatakan kami mengerjakan laporan di rumah ku.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang