Bab 20

6.1K 218 1
                                    

Aku terbangun di koridor depan kamar Ted. Sebuah selimut menutupi tubuhku sampai ke leher. Aku bangkit dan masuk ke kamar Ted. Tempat tidur yang acak-acakan, cermin yang retak, kaki kursi yang patah, lampu meja yang penyot, buku dan file yang berserakan di lantai, tapi tidak ada Ted. Aku turun ke dapur, kamar mandi dan ruang tamu. Tidak ada Ted di sana. Sekarang masih pukul enam pagi, ke manakah Ted ?

***

Pukul sembilan di kantor, Boss belum datang juga. Aku mengambil kesempatan ini untuk pergi ke ruang kerja Ted.

"Bapak ada urusan, katanya lewat makan siang baru masuk." Kata Catherine, sekretaris Ted. "Mau titip pesan?"

"Tidak, Terima kasih." Aku mengangguk sopan kemudian meninggalkannya.

Ting

Lift yang ku tunggu-tunggu akhirnya naik juga. Dengan tak sabar aku menunggu pintu nya bergeser sambil berdoa semoga Boss belum datang. Aku terkejut melihat sosok yang ada di dalam. Seorang pria memakai setelan jas merek terkenal berwarna abu-abu.

"Boss." Aku terpaku selama beberapa detik sebelum masuk ke dalam lift.

"Cari Teddy?" Tanyanya saat lift mulai bergerak naik.

"Tidak. Maksud ku Iya, tapi Ted tidak ada." Kataku sedikit gelisah.

"Dia sudah izin padaku tadi pagi." Kata Boss datar.

"Boss tau Ted pergi kemana?" Tanya ku ingin tahu.

"Dia ada janji dengan Psikolog langganannya." Kata Boss "Kamu tahu kenapa?"

Aku tidak menjawabnya. Tentu saja aku tahu, penyebabnya adalah aku. Ted sekarang pasti sangat menderita. Aku ingin meringankan beban nya, tapi sekarang Akulah yang menyebabkan Ted menjadi begitu.

Lift terbuka, aku mengikuti Boss dengan langkah berat menuju ruang kerja nya. Seperti biasanya aku membacakan agenda kerja hari ini sambil menahan air mata yang hampir jatuh. Aku bahkan tidak menyimak apa yang ku baca. Mataku kabur oleh air mata yang tergenang dan jatuh setetes demi setetes di layar note.

Boss yang sedari tadi bersandar di meja kerjanya menghampiriku dan memelukku.

"Kan sudah ku bilang lupakan dia." Katanya
Air mata ku semakin deras, aku menangis sejadi-jadinya di pelukan Boss.

"Jangan menangis lagi. Kamu belum selesai membaca agenda hari ini."
Kata-kata Boss menyadarkan aku. Tidak pantas aku menangis di waktu jam kerja. Aku melepaskan diri dari pelukan nya.

"Maaf. Aku tahu ini tidak pantas." Kataku sambil menyeka sisa-sisa air mataku.

"Bagus. Konsentrasi pada pekerjaan mu, nona sekretaris. Kita sibuk hari ini." Kata Boss sambil menepuk kedua pundak ku.

Memang benar, kegiatan hari ini sangat padat karena besok Boss harus ke bandara menjemput orang tuanya. Makanya rapat dan janji temu yang seharusnya dijadwalkan besok di geser ke hari ini.

Sudah pukul lima belas, Boss masih berada di ruang rapat bersama Boss-Boss besar lain dari perusahaan sahabat. Rapat intern yang hanya boleh di dengar sesama Boss saja. Sudah lewat dua jam dan Boss bahkan belum makan siang. Kerjaan ku juga sudah hampir selesai, tinggal menyusun file-file yang baru di print ke dalam dokumen saja. Detik berikutnya, sebuah pesan text masuk dari note.
"Rapat baru selesai, masih ada waktu satu jam untuk makan siang sebelum bertemu dengan Sir Richard. Tunggu aku di pintu keluar."

Dengan sigap dan kecepatan maksimal ku masukkan file-file ke dalam dokumen dan menyimpannya di ruang kerja Boss. Sambil berlari kecil, aku masih sempat melayangkan good bye kiss pada Sharon yang sedang menerima telepon.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang