Bab 24

5.2K 203 0
                                    

Mengapa Ted dengan begitu gampangnya menerima perjodohan dengan Selina. Apakah itu tandanya Ted tidak mau lagi berjuang untuk bersama ku? Otakku tidak bisa berpikir jernih saat ini. Aku kecewa dengan Ted, sungguh kecewa.

"Kamu baik-baik saja? Dari tadi kamu diam saja." Tanya Boss sesaat setelah Selina turun dari mobil.

Sulit sekali untuk berbicara, aku hanya melihatnya dan menggeleng.

"Kita bicarakan di apartemen saja." Usulnya.

Mau dimana pun kurasa saat ini aku terlalu sakit untuk berbicara. Aku memenjamkan mataku dan menyandarkan kepala ke kursi mobil. Kalau bisa tertidur, aku memilih untuk tidur selama mungkin sampai masalah ini tidak menggerogoti perasaan dan hatiku lagi.

Bayangan pertama yang muncul saat aku memenjamkan mata adalah wajah ayah dan ibu. Aku rindu sekali pada mereka. Rindu rumahku, rindu berpetualang bersama ayahku, rindu menemani ibuku ke pasar. Tanpa sadar air mata ku menetes. Ku biarkan mereka menetes sepuas-puasnya dan aku masih tetap memenjamkan mataku menikmati ingatan saat bersama orang tua ku.

"Bagaimana keadaan mu?" Tanya Boss pada ku begitu masuk ke apartemen ku.

"Aku tidak apa-apa. Mau minum apa?" Tanyaku sambil berjalan di dapur. Baru teringat, aku belum belanja apa-apa.

"Maaf, Boss. Sepertinya tidak ada yang bisa diminum." Aku mengatakannya sambil tertawa paksa.

"Menangis lah jika kamu ingin." Boss memelukku. Membenamkan kepala ku di dadanya.

"Aku tidak apa-apa." Seru ku sambil mendorong nya kasar.

"Tidak usah berlagak kuat. Bisa kulihat kamu terluka."

"Benar. Tapi itu bukan urusanmu." Aku terkejut mendengar kata-kata ku sendiri.

"Aku hanya ingin menghibur mu." Suara Boss masih tetap lembut menenangkan walaupun aku sudah kasar padanya. Perasaan bersalah menusuk jantungku.

Aku hanya diam membisu saat Boss mendekatiku dan kembali memelukku.

"Bisakah ku terima kenyataan ini?" Tanyaku di pelukannya.

"Kenyataan apa?"

"Ted akan menjadi adik iparmu."

"Lupakan Teddy. Dia sudah memutuskan untuk melepaskanmu."

Air mata ku tak dapat ku bendung. Aku memeluk laki-laki di depanku dan melepaskan tangisan ku tanpa menyembunyikan rasa malu dan segan.
Di tengah-tengah kesedihan ku, tiba-tiba kurasakan bibir hangat menyentuh bibirku. Aku berusaha membuka mataku yang masih basah. Pandanganku kabur, aku memilih kembali menutup mata dan merasakan kehangatan ini.

"Tahukah kamu, betapa sakitnya hatiku melihat kamu bersedih karena lelaki lain.
Mulai sekarang bahagia lah bersamaku." Kata Boss sambil menatap lekat ke mataku. "Hanya bahagia."

"Aku, " ucapan ku terhenti oleh bibirnya yang kembali melumat lembut bibirku.

***

Aku mengenakan gaun pemberian Boss di acara syukuran Selina. Boss sampai berdecak kagum melihat ku. Gaun mahal memang beda, bisa cocok untuk ukuran tubuhku yang pendek.

Pesta syukuran ini di luar dugaan ku. Begitu banyak tamu undangan, seperti sedang menghadiri pesta pernikahan. Selina juga tampil mengagumkan, tanpa berdandan pun dia sudah kelihatan cantik apalagi sekarang dia mengenakan gaun mini berwarna emas dan berkilau. Sangat anggun. Semua lelaki pasti jatuh cinta padanya malam ini.
Setelah memberikan pidato pendek tentang rasa terima kasih dan syukur atas wisuda nya, Selina turun dari panggung dan melihat aku dan kakaknya sedang berdiri agak belakang kemudian menghampiri kami.

"Kamu cantik sekali malam ini." Kataku lalu mencium pipi kiri kanan nya.

"Kamu juga." Pintanya

"Jadi, apa rencanamu setelah ini?" Tanya kakaknya

"Wiraswasta." Jawabnya pasti "Aku ingin buka butik dan mempekerjakan Designer pilihan. Dan tentu saja untuk bahan-bahannya kakak pasti akan memberiku super diskon ya kan?"

"Tergantung dari proposal mu." Ejek kakaknya.

"Idihhh.." Rengeknya

Kami tertawa melihat tingkahnya.

"Qwen, kamu jadi Partner ku saja. Pasti tidak menyenangkan bekerja dengan kakak." Usul nya tiba-tiba.

"Tidak boleh." Tolak Boss sambil merangkul bahu ku, seolah-olah aku akan disedot oleh Selina.

"Bagaimana pendapat mu, Qwen?" Tanya Selina lagi

"Maaf, Boss susah mencari pengganti ku saat ini." Tolak ku.

"Boss? Mulai sekarang, di luar kantor panggil aku Peter. Mengerti?" Perintahnya.

Panggil nama? Aku tidak terbiasa. Aku hanya tersenyum padanya. Rasanya akan sangat sulit mengubah panggilan.

"Ada apa ini? Kalian mulai mesra yah?" Goda Selina.

Kami menjawab dengan senyuman.

"Kalau begitu usaha ku tidak perlu lagi dong." Selina tampak berbicara dengan dirinya sendiri.

"Usaha apa?" Tanya kakaknya

"Tidak apa-apa." Elaknya. "Selamat yah Kak. Aku tidak akan mengejek mu Homo lagi."
Selina kemudian kabur sebelum di omelin kakaknya.

"Homo?" Tanya ku bingung

"Tidak usah di dengarkan." Kata Boss menyembunyikan kekesalannya.

Malam semakin larut. Tamu juga banyak yang sudah pulang. Aku dan Boss juga pamit dengan orang tuanya dan Selina.

"Boss, "

"Kamu panggil aku apa tadi?"

"Pe, Peter. Bisakah singgah di supermarket dua puluh empat jam? Aku ingin membeli beberapa stok makanan." Canggung sekali mengucapkan nya.

"Tentu saja. Aku akan sering makan malam di tempatmu mulai sekarang." Goda nya.

Inikah pilihan ku ?

Sebenarnya apa rencana Selina?
Next yah...

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang