Bab 2 Pergi Mencarimu

11.3K 405 4
                                        

Masa sekolah dan kuliah yang menyenangkan telah berakhir. Sehari setelah di wisuda dari jurusan manajemen Strata Satu, mama mulai ribut menyuruh ku mencari pekerjaan secepat mungkin. Kata nya sih kalau menganggur terlalu lama, pada saat melamar pekerjaan akan susah di terima lagi karena kinerja akan di ragukan. Saat sedang sibuk bolak balik koran di teras rumah, ada mobil melintas dan berhenti di rumah sebelah yang sudah lama kosong. Sepasang suami-istri dan seorang wanita setengah baya keluar dari mobil. Dari percakapan mereka sih sepertinya rumah sebelah akan dijual kepada wanita setengah baya itu. Sebelum mereka masuk ke rumah kosong itu, otak ku berputar keras mengingat-ingat siapa sepasang suami istri yang tampaknya familiar itu. Serasa ada petir menyambar ke otakku, dadaku sesak seketika, aku ingat mereka adalah Paman dan Bibi Ted. Kalau rumah itu di jual, berarti Ted tidak akan pulang lagi selamanya. Dada ku makin sesak, begitu juga napasku. Entah berapa menit aku berperang dalam pikiranku, mama ku pulang membawa belanjaan nya dari pasar tradisional di dekat rumah. Mama juga tertarik dengan mobil bagus yang parkir di sebelah rumah.

"Pamannya Ted, mama masih ingat?" Kata ku sebelum mama bertanya.

"Oh iya, tentu masih ingat. Mereka pulang bersama Ted? Kamu sudah menyapa mereka? Ted masih mengenal mu?" Pertanyaan bertubi-tubi dari mama.

"Tidak. Hanya Paman dan Bibinya dan seorang wanita setengah baya. Dari percakapan mereka tadi sepertinya rumah itu akan dijual pada wanita itu." Jawabku sedikit tak bersemangat.

"Memang sudah seharusnya dijual dari pada dibiarkan kosong begitu saja." Jawab mama masih memandang ke tetangga seolah-olah akan ada yang berubah sebentar lagi. Seketika, mata mama tertuju pada koran yang terbuka pada halaman lowongan pekerjaan yang asal-asal kulingkari dengan tinta merah.

"Kayaknya suami istri itu punya perusahaan yang lumayan. Bagaimana kalau kamu tanyakan apakah ada pekerjaan yang cocok untuk mu? Sayang sekali kamu wisuda tetapi masih di kota kecil ini. Kalau di kota besar pasti lebih sukses." Mata mama berbinar-binar saat mengatakan

idenya.

Seketika dia berlari kecil masuk ke rumah menaruh belanjanya begitu saja dan berdiri di teras sambil memanjangkan leher menunggu mereka keluar dari rumah kosong. Aku masih bingung mendengar ide super kreatif mama. Entah harus senang atau sebel. Tak lama, akhirnya mereka keluar, mama langsung berlari kecil menuju ke depan teras rumah kosong itu, aku mendadak mengikuti nya. Suami istri itu awalnya bingung, tetapi tak lama langsung mengenali wajah mama. Mama beri salam dengan sopan begitu juga aku. Setelah basa basi, akhirnya mama mengutarakan idenya - yang super kreatif.

"Begini, anakku Qwen baru saja wisuda dan masih nganggur. Apakah Anda bisa memperkerjakan dia di perusahaan Anda dengan jabatan yang cocok?" Mama mengatakannya dengan kaku dan sedikit ragu dengan bahasanya.

Paman Ted tertawa, wajah bundar nya langsung tampak keriput di mana2.

"Perusahaan ku tidak cocok untuk anak gadis ini. Semuanya pekerja kasar." Jawabnya mantap masih menyisakan sedikit senyuman - dan keriput.

Mama mengeluh kecewa. Aku juga kecewa, mata ku beralih pada bibi Ted yg sibuk berunding dengan wanita yang akan beli rumah kosong itu.

"Tapi, tempat Ted bekerja sekarang adalah perusahaan tekstil yang terkenal, banyak branded ternama yang menjadi langganan mereka. Kurasa cocok untuk anak gadis ini." Mendengar nama Ted, mataku seperti magnet langsung beralih Ke wajah bundar yang kini berkurang keriput nya. Wajah mama juga kembali bersinar.

"Benarkah? Apa ada lowongan di sana? Apakah Ted bisa membantunya?" Pertanyaan bertubi lagi dari mama.

"Bisa. Tentu saja bisa. Ted adalah GM di perusahaan itu, apalagi mereka teman sejak kecil, Ted pasti bisa mengusahakan." Senyumnya mengambang, keriput nya muncul lagi. Hatiku juga ikut mengambang, jantung ku berdebar kencang, kepalaku panas, napasku juga sesak. Aku gugup tanpa melakukan apapun.

"Langsung saja ke tempat tinggal Ted, aku akan meninggalkan pesan untuk dia agar membantu teman lamanya ini." Lanjutnya

"Tapi aku tidak tahu tempat tinggalnya dan sudah lama tidak bertemu, aku sudah tidak mengenalinya lagi." Tanyaku ragu-ragu

Paman Ted seraya berpikir dan kemudian merogoh saku di belakang celananya mengambil dompet dan mengeluarkan selembar foto berukuran dompet.

"Ini foto Imlek terbaru kami. Aku akan menuliskan alamatnya dibelakang foto ini."

Setelah selesai menulis, dia memberikannya padaku.

Dengan sedikit kaku tetapi sebenarnya aku sudah tidak sabar ingin melihat wajah Ted di foto itu, aku meraihnya dari tangan paman ted yang juga bundar.

"Ini Ted? Bagaimana dia bisa menjadi begitu tampan dan - bidang?" Kata terakhir itu kukatakan di dalam hati.

Paman Ted tertawa terbahak-bahak seolah-olah dia orang yang kusebut tampan.

"Benarkah? Kamu juga pasti lebih cantik dari ketika Ted terakhir melihat mu." Katanya dengan tatapan sedikit menggoda.

Mama mengucapkan terima kasih kemudian paman Ted pun pamit dan bergabung dengan istrinya.

Dengan penuh harap, mama menyuruh ku berangkat secepatnya, secepatnya beli tiket pesawat, secepatnya berkemas, karena peluang untuk sukses sudah di depan mata. Begitulah pikiran mama. Papa juga setuju dengan konsep secepatnya itu. Maka dengan dukungan dari orang tua yang mau secepatnya, tiga hari kemudian aku berangkat. Mencari teman lama yang kurindukan dengan berbekal foto dan alamat.

Pilihan kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang