Part 24

18.4K 1.2K 150
                                    

Jangan lupa klik tombol bintang ☆ sebelum membaca  💖💙

Happy Reading ~

               🍃🌺🍃🌺🍃

"Ali pulang bun," pamit Ali pada Winda
seraya mencium lembut punggung tangan wanita itu.

"Hati hati! Nanti bunda bantu ngomong
sama dia," balas Winda yang diangguki Ali.

"Aku Ikut."

Baru saja kaki Ali melangkah meninggalkan rumah istrinya
namun pekikan nyaring itu
menghentikannya.

Ali mengernyit menatap Prilly yang berjalan tertatih kearahnya sembari menyeret koper yang tadi pagi
dibawa.

"Kamu udah gak marah?" tanya Ali
saat Prilly berada didepannya.

"Kamu gak suka kalo aku pulang?" balas Prilly bertanya pula.

"Bukan gitu Prill maksudnya-"

"Yaudah aku gak akan pulang," ucap Prilly kembali marah lantas menjauh dari Ali.

"Bukan gitu sayang! Aku mau kamu pulang."

Wanita itu kembali menyeret kopernya
mengabaikan Ali yang berusaha membujuknya.

"Prill.."

Prilly menoleh dengan air mata yang mulai jatuh menatap Ali yang nampak frustasi.

"Kamu pulang aja! Lagian aku benci
kamu," pekik Prilly kembali menangis.

Ali menggigit bibir bawahnya
dia benar benar bingung akan sikap istrinya.

"Ayo pulang sayang! Aku kangen kamu."

Prilly menggeleng lantas kembali menangis membuat Ali kalang kabut karenanya.

"Aku mau pisah Ali!" pekik Prilly.

Ia berlari kearah kamarnya
meninggalkan Ali yang masih kebingungan dengan wajah sedih.

Winda yang dari tadi menyaksikan perdebatan anak menantunya itu, menghampiri Ali yang masih
membeku berusaha membuat menantunya itu tenang.

"Kamu pulang dulu Li! Nanti bunda ngomong sama dia."

Ali mengangguk dengan nafas tercekat

Tidak! Ali tidak akan pernah melepaskan Prilly.

Ali akan begitu benci pada Rasti
jika sampai perpisahan itu nyata.

*
*
*

Ali tersenyum kecut melihat satu botol kecil obat penghilang stres miliknya.
Beberapa bulan ini Ali memang tidak
menyentuhnya karena kehadiran Prilly
tapi kali ini Ali butuh ketenangan.

Rasa lelah akan masalah yang terus muncul membuat Ali harus candu akan obat itu.

Setidaknya untuk beberapa waktu Ali akan merasa tenang.

"Jangan minum itu!" pekik Prilly
saat Ali hendak memakan obat ditangannya.

Wanita itu mengambil obat ditangan Ali lantas membuangnya ke tong sampah.

"Prill! Kamu pulang," ujar Ali dengan senyum bahagia.

Obat itu belum Ali minum jadi tidak mungkin Ali sedang menghayal.

"Kamu tuh ya jadi suami gak asik banget, gak ada romantis romantisnya bukannya dibujuk malah pulang gitu aja," omel Prilly.

Ali masih tersenyum menatap istrinya
persetan dengan wajah marah Prilly
yang penting wanita itu ada didepannya.

"Aku benci kamu ah," pekik Prilly lantas menangis membuat Ali langsung panik.

"Eh jangan nangis aku minta maaf," kata Ali seraya memeluk Prilly
dengan cepat wanita itu menghindar.

"Aku benci kamu Ali!" pekik Prilly.

Ali tak mengerti ada apa dengan istrinya atau ancaman apa yang Rasti berikan hingga Prilly begitu aneh.

"Aku minta maaf."

"Aku benci kamu Li."

"Prill jangan dengerin omongan mama! Aku minta maaf soal itu," kata Ali
berusaha membuat Prilly yang menangis menjadi tenang.

"Aku benci kamu bukan mama kamu," balas Prilly masih menangis.

"Kenapa kamu benci aku? Bilang aku salah apa? Aku minta maaf."

Ali mendekati Prilly dengan perlahan
lantas memegang bahu istrinya.

"Karna kamu jelek! Kamu bau ketek," pekik Prilly.

Ali menggaruk kepalanya yang tak gatal Ali tak merasa dia berubah.

"Kamu ngomong apasih," ujar Ali bingung.

"Malam ini aku tidur disini! Dan aku gak mau liat kamu," ucap Prilly.

Wanita itu masih menangis histeris
bahkan sampai para pelayan mengintip di ambang pintu.

"Pril?"

"Kalo kamu masih ngomong aku bakal
nyantet kamu."

"Kamu kenapa Prill?" tanya Ali masih
berusaha menenangkan keadaan.

"Ali pergi dari kamar ini."

Ali menarik nafas panjang lantas keluar dengan kebingungan
hingga beberapa pelayan yang mengintip segera berlari.

Terserah Prilly menganggapnya apa
setidaknya wanita itu sudah pulang.

*
*
*

"Bun Ali gak ngerti kenapa Prilly kayak
gitu," ujar Ali pada Winda.

Dua hari ini Ali selalu datang pada Winda menceritakan setiap hal aneh yang Prilly lakukan.
Ali merasa Winda menyayanginya
jauh dari sikap Rasti padanya.

"Dia gak mau liat Ali!
Sampe Ali lewat depan dia? Dia ngeluarin pisau."

"Bahkan dia bilang mau nyantet Ali bun," ujar Ali frustasi.

Winda tersenyum sembari mengusap lengan Ali.

"Kamu yang sabar."

"Bun percaya sama Ali! Ali gak pernah kdrt. Ali kalo mukul Prilly cuma pantatnya aja bukan kepala
jadi gak mungkin Prilly gegar otak."

Winda tertekeh mendengar cerita Ali.
Pria itu nampak kacau jauh lebih kacau
dari saat Prilly meninggalkannya.

"Atau otak Prilly pindah ke pantat ya bun?"

Entah karna terlalu frustasi mengahadapi Prilly hingga Ali bertanya hal tak masuk akal itu.

"Besok kedokter kandungan ya," saran Winda.

"Bun! Ini masalah otak bukan rahim," bantah Ali masih kekeh jika Prilly gegar otak.

"Udah besok bawa Prilly kesana! Bunda lebih yakin dia hamil dari pada gegar otak menurut kamu itu."

Ali terdiam menatap Winda dengan dahi mengkerut.
Yang Ali tau saat Ali menonton tv
tanda tanda orang hamil hanya muntah bukan aneh seperti Prilly.
Yang tiba tiba menangis kemudian marah kemudian kembali menangis.

"Jadi bukan salah mama? tapi salah Ali yang naruh burung?" ujar Ali pelan.

"Kenapa Li?"

"Hah! gak papa bun."

Tbc.

Jangan lupa Baca story yang baru aku publish judulnya Dalam Detak.

Cool Husband ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang