(07)

36.3K 2.6K 64
                                    

Akankah hubungan ini mendatangkan kebahagiaan jika hatiku saja merasa tertahan pada pahitnya kenyataan? -Shila Al-Qibtiyah

===

Di tengah-tengah meja kantin seperti hari-hari biasanya tatkala tengah mengistirahatkan jiwa-jiwa yang baru saja terguncang hebat setelah 3 jam lebih berkutat dengan buku pelajaran, sekarang ini 4 sekawan penguasa koridor SMA Garuda sedang melakukan aktivitas keseharian mereka yaitu berbincang-bincang ria sembari makan cemilan guna mengisi tenaga lagi untuk mempersiapkan jam pelajaran selanjutnya.

"Masyaallah, tabarakallah. Kelean pada nyadar gak sih kalo gue tuh makin hari makin cantik?" tanya Cia yang sembari mengunyah ciki-ciki dengan tangan kirinya memegangi cermin.

Pepen yang juga tengah menguyah ciki-ciki dengan kepala ditopang di atas kedua tangan yang ia tempelkan ke pipi, menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Cia. "Cantik kan juga Mak gue,"

"Yeee, gak nyambung!" ucap Cia ketus.

"Menurut Kawan-Kawan Abdi tercinta sekalian, apa lagi yang harus Abdi lakukan untuk membuat si Teroris itu merasa dunia begitu kejam padanya?" tanya Abhi dengan sangat sopan tutur katanya.

Cia berdehem sembari mengambil minumannya untuk menghilangakan rasa serat di tenggorokannya. "Orang mah kalo pake baju begonoan biasa dibilang ninja, nah lo dapat motivasi darimana sih sampe ngatain anak itu Teroris?" tanyanya balik dengan heran setelah tenggorokannya terasa licin kembali.

"Minta ya, Sob? Dikit baek ae lah," ucapnya pada Amir karena dia menggeser piring berisi nasi uduk yang tengah cowok itu santap dengan khidmat.

Amir mengangguk pelan, berusaha menahan kekesalannya dengan tak mengeluarkan amarah, karena dirinya ingin mementaskan diri sebelum esok di masa depan pergi ke rumah Shila guna meminang perempuan itu menjadi pasangan sejatinya.

"Gara-gara dulu banget pernah liat berita di TV ada aksi jihad pake bom bunuh diri di tempat ibadah yang orangnya pake baju kek gituan, heheh," jawab Abhi yang terkekeh kaku.

Cia mengambil paksa sendok yang berada di tangan Amir, karena tidak mungkin juga dirinya yang berjiwa kebarat-baratan makan memakai tangan kosong.

"Gak jelas lo, Beach. Orang mah kalo kek gitu yang salah otaknya, bukan bajunya," Cia memutar malas kedua bola matanya. Lagian dia juga tak habis pikir siapa yang pertama kali membuat ideologi melakukan bom bunuh diri termasuk jalan jihad. Pandangan hidup berisikan kebodohan dan kebohongan yang harus ditumpas itu, pikirnya.

Walaupun Cia terkadang bersikap tidak jelas dan sering berpakaian ala kupu-kupu malam, tapi dia masih bisa membedakan mana jalan yang benar dan tidak. Ya, dia sendiri bisa membedakan kedua hal itu, karena jiwanya di bimbing menuju jalan kebenaran secara perlahan dan bertahap oleh ustadzah yang sering ia datangi kajiannya tiap 3 kali seminggu.

Setidak jelas-jelasnya Cia, cewek itu masih ingat kewajibannya sebagai muslimah yang harus terus mencari ilmu agama yang gurunya katakan sebagai jalan jihad yang bisa dilakukan diakhir zaman penuh tipuan ini, karena dengan mencari ilmu itu tadi, dirinya nanti tidak mudah digombar-gambir pihak ketiga yang menyebarkan hoax tentang sebuah pengetahuan agama.

Juga, menurut ucapan yang ustadzah Cia sampaikan, di zaman yang sudah setenang ini ketika beribadah, dirinya tidaklah perlu sampai harus mengangkat senjata untuk berperang dan membuat masalah dengan pemeluk keyakinan lain, karena sebenarnya musuh sejati ada pada diri sendiri. Nafsu, nafsu lah yang jelas harus diperangi sampai diri sendiri bisa menaklukkannya. Susah, pasti susah, tapi selagi ada kemauan, semesta pun tidak bisa menghentikannya. Insyaa Allah.

"Iye-ye tau gue," ketus Abhi tersenyum kecut.

"Ya harus tau lah," ujar Cia. "Jangan bully Shila lagi lo, dosa!" Sambungnya menasehati.

Halal Diusia Dini √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang