Sorry for typo(s)
Happy reading!
April.
Bulan dimana Renjun, Jeno, dan Haechan sibuk untuk persiapan Ujian Nasional. Hampir dua minggu lebih tiga anak laki-laki yang akan lulus Sekolah Menengah Akhir itu tidur larut malam. Terlebih lagi Haechan.
Ia seakan-akan harus belajar dua kali lipat lebih banyak dibandingkan Renjun dan Jeno.
Sepertinya Haechan sangat menyesal karena sebelumnya ia malas belajar. Dan sekarang kepalanya hampir pecah ketika melihat soal di kertas sebanyak seratus lima puluh nomor yang di pegangnya di tangan kanan.
Penyesalan selalu datang di akhir, kalau di awal namanya pendaftaran. Kata-kata yang dilontarkan oleh Mark selalu terngiang-ngiang di otak Haechan.
Kini ketiga remaja itu berada di ruang tengah lantai dua. Sunyi karena ketiganya sibuk dengan kertas milik sendiri. Renjun dan Jeno menopang kepalanya menggunakan tangan kanan sambil melihat kertas milik mereka yang sudah banyak angka-angka dan tulisan-tulisan yang memusingkan.
Sedangkan Haechan, sudah seperti orang gila.
Kacamata sudah berada di ujung batang hidung. Rambutnya berantakan. Kantung mata yang lumayan besar. Kira-kira begitu penampilannya.
Sungguh terlihat seperti orang gila.
Ah- tidak. Lebih baik kalian koreksi saja menurut diri sendiri agar laki-laki itu tidak terdengar terlalu mengenaskan.
"Argh! Capek, pusing, mau tidur! Gue mau main handphone juga anjir!!" pekik Haechan. Tak lupa ia menarik-narik rambutnya frustasi. Tidak peduli apabila rambutnya akan rontok hingga botak.
"Diem. Gue nggak bisa fokus gara-gara lo!" ujar Jeno dengan penekanan di setiap katanya.
"Kenapa sih harus ada Ujian Nasional?! Siapa yang ngadain?! SINI MAJU BIAR KITA KELAHI! TANGAN KOSONG KALAU BERANI!" Haechan berteriak seperti orang gila. Ia sangat frustasi menghadapi contoh soal Ujian Nasional yang berada di depannya.
"Haechan, diem ih. Ribut banget. Itu kembaran kamu nggak fokus belajar jadinya," tegur Mama Irene yang tiba-tiba sudah berada di dekat tangga. Tidak lupa terdapat semangkuk besar salad buah di tangannya yang kecil.
"Capek, Maaaaaa :(" rengeknya sambil mengerakkan kedua kakinya lalu mengerucutkan bibirnya. Terlihat seperti bayi, menurut para 'penggemar'nya.
"Siapa suruh kamu malas belajar dari awal kelas dua belas? Bukan. Siapa suruh kamu malas belajar dari awal masuk SMA?" tanya Mama Irene sambil meletakkan salad buah ke meja lalu berkacak pinggang.
"Ya kan Renjun? Jeno?" sambung Mama Irene.
Lalu kedua remaja yang merasa dipanggil menganggukkan kepalanya. Dengan mata yang masih sibuk menatap kertas soal dan tangan yang sibuk menulis ini-itu.
Mama Irene kemudian duduk di antara Renjun dan Haechan.
"Jadi.." jeda Mama Irene.
"...Kalian mau masuk kuliah di mana?" tanyanya.
Tiga anak laki-laki yang tadinya sibuk sendiri, berhenti melakukan aktivitasnya. Kemudian serentak menatap Sang Mama.
Mama Irene tersenyum. "Udah di pikir-pikir mau masuk ke mana?" tanyanya lagi.
"Sama kayak Bang Mark," ucap Jeno nyaris seperti bertanya.
"Universitas YFK?" tanya Mama Irene.
"Iya lah, Ma. Mau masuk kedokteran kayak Bang Mark juga," ucap Jeno.
"Oke deh, calon Pak Dokter. Semoga impian masuk sana tercapai."
"Kalau Renjun?" tanya Mama Irene sambil menepuk pundak Renjun pelan.
"EB University? Mungkin," ujar Renjun.
"Biar nerusin perusahaan Papa?" tanya Mama Irene. Di balas anggukan kepala oleh Renjun.
"Haechan?" tanya Mama Irene lagi. Haechan menoleh.
"Main di rumah aja," jawab Haechan santai. Mama Irene membulatkan matanya lalu memukul pelan lengan Sang Anak.
"Bohong, Ma. Haechan mau masuk kedokteran juga, lah," ujarnya.
"Jangan!" sahut Renjun.
"Loh, kenapa?"
"Bukannya nyelamatin, Haechan nanti malah hilangin nyawa orang," ujar Renjun.
"Kalau ngomong suka bener lu, sat." Haechan menjentikkan jarinya.
Mama Irene memukul lengan Haechan untuk kedua kalinya. "Mulutnya Abang! Nggak sopan," tegurnya.
Haechan mengerucutkan bibir sambil menatap Mama Irene.
"Jadi Abang mau masuk mana?" tanya Mama Irene kedua kalinya pada Haechan.
"Fakultas mana aja. Yang penting kuliah", jawabnya.
"Awas kalau nggak cocok sama lo ya," ujar Renjun sambil menunjuk Haechan.
Yang ditunjuk hanya menaik-turunkan bahunya lalu kembali fokus pada kertasnya.
"Sekarang udah mau kuliah aja ya." Mama Irene menopang dagunya. Sedangkan ketiga remaja itu masih menulis-nulis di atas kertas milik mereka walaupun masih mendengarkan Sang Mama.
"Mama inget banget dulu. Haechan sama Jeno masih main mobil-mobilan sampai rebutan. Yang nggak dapat mainannya nangis terus ngadu ke Mama. Renjun asik menggambar terus bareng Haru, atau nggak main boneka Moomin bareng Adek Haru."
"Dulu minumnya masih susu. Sekarang udah minum-minum kopi."
"Ma... Ngapa sih bicara gitu? Mau nangis jadinya." Haechan cemberut.
"Alah, banyak gaya lo. Ya udah, nangis lah di sana, nggak usah di sini," celetuk Jeno.
"Ke kamar sono. Nangis sepuas lo sampai banjir. Terus lo berenang disitu," sambung Renjun. Garing.
Mama Irene hanya terkekeh pelan sambil menatap ketiga Anak kembarnya itu.
"Belajar baik-baik. Biar lulus, terus kuliah. Biar bisa dapat kerjaan yang bagus."
-tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Family | ft. NCT DREAM
Fanfic[SELESAI] Punya saudara yang banyak kelihatannya menyenangkan. Tapi tidak untuk keluarga yang satu ini. Keseharian yang penuh dengan keributan, kecerewetan, teriakan yang terdengar seperti lumba-lumba, dan sebagainya. Yang mungkin saja bisa memekakk...