10 - Tragedi (2)

26 14 5
                                    

●●●

Aku berpikir bahwa mimpiku waktu itu hanyalah sebuah mimpi. Tapi ternyata, semua yang ada di dalam mimpiku benar-benar terjadi. Semuanya, tak ada satupun adegan dari mimpiku yang terlewat, itu sangat membuatku takut. Apalagi saat aku bertemu dengannya, diriku yang lain.

Dia memiliki wajah yang sangat menakutkan, terlalu menakutkan di tambah dengan tatapan matanya yang begitu dingin, bahkan lebih dingin dari tatapan mata Clara. Dan lagi, Clara memberitahuku bahwa dia memiliki niat yang buruk, yaitu dia ingin membunuh adik, orang tua, dan juga semua orang yang aku sayangi.

Aku tak tahu apa alasan dia ingin melakukan itu, tapi seperti yang di katakan Clara, dia hanya ingin membunuh. Di dalam hati dan pikirannya, hanya ada nafsu membunuh, tak ada hal lain selain itu.

Clara mengatakan bahwa aku harus bisa menghadapi diriku yang lain itu, tapi aku sangat takut. Aku tak pernah bertemu dengan hantu seumur hidupku, aku tidak pernah melihat mereka dan tidak pernah tahu wajah mereka seperti apa. Karena itu aku takut dengan diriku yang lain, dia begitu sangat menyeramkan, wajahnya benar-benar menakutkan.

Apalagi jika aku harus menghadapinya, aku tidak bisa. Aku tidak pernah berkelahi dengan siapapun seumur hidupku, dan kali ini aku harus melakukannya, dia adalah hantu yang menyeramkan. Bagaimana sekarang..? Apa yang harus aku lakukan.

Tapi, jika aku tidak menghadapinya, kutukan itu akan semakin besar. Teman-temanku akan semakin berada dalam bahaya, dan Clara juga mengatakan bahwa..cepat atau lambat aku pasti akan berhadapan dengannya, dengan diriku yang lain itu.

Keesokan harinya, Raisa menunggu Clara di ruang tamu, dia menyalakan tv dan menonton berita yang di siarkan, hanya saja dia tidak bisa menyentuh remote dan tombol yang ada di tv itu untuk yang kedua kalinya, tangannya langsung menembusnya.

Tak berselang lama, Clara pun keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ke arah sofa sambil duduk di samping Raisa, dengan ekspresi datar dan tenang andalannya. Raisa berusaha menyapa Clara, hanya saja dia terlihat sedikit gugup.

"Pa-pagi.." sapa Raisa.

"Hmm."

Tak ada pembicaraan selama lima menit, membuat Raisa canggung. Clara hanya menatap layar tv dan memperhatikan berita di sana dengan seksama, membuat Raisa berpikir untuk memulai sebuah pembicaraan.

"Emm..kau ti-tidak ke sekolah..?" tanya Raisa, dengan pelan.

"Karena insiden kemarin, sekolah di liburkan selama seminggu. Selain untuk penyelidikan lebih lanjut, juga bertujuan untuk mengobati trauma para siswa, meskipun aku rasa mereka tidak akan pernah bisa melupakan kejadian itu." jawab Clara datar.

"Apa pihak kepolisian belum menemukan motif Pak Zain melakukan penyerangan itu..?" tanya Raisa, sambil melihat berita tentang kejadian kemarin di dalam siaran yang ada di tv.

"Perlu waktu sedikitnya tiga hari, atau paling lama seminggu bagi pihak kepolisian untuk mengungkap motif penyerangan itu, kita hanya perlu menunggu saja." jawab Clara.

"Apa kau tidak akan ke sekolah..? Kau bilang padaku, bahwa kemungkinan cara untuk menghentikan kutukan ini ada disana.." ucap Raisa, membuat Clara menatapnya.

"Tidak. Kita hanya perlu menunggu sampai sekolah di buka kembali. Dan lagi, siswa tidak di izinkan untuk ke sekolah, itu karena polisi masih menyelidiki kasus ini."

Waktu Berlalu (Tempus Fugit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang