31 - Pak Arham

21 4 1
                                    

Pemeriksaan tas telah selesai, semua siswa termasuk Clara dan Raisa saat ini sedang berbaris rapi mendengarkan pidato dari wakil kepala sekolah, Pak Hadi.

Tak hanya para siswa, semua guru juga ikut mengambil barisan mereka. Sekitar lima belas orang guru nampak berdiri rapi dan ikut mendengarkan apa yang disampaikan oleh Pak Hadi.

"…kita semua tahu bahwa belakangan ini banyak kejadian yang menimpa teman-teman kita. Bapak juga tidak ingin mengingatkan kalian tentang tragedi mengerikan itu lagi, tapi Bapak tetap harus menyampaikannya." Pak Hadi terlihat menatap sedih kearah siswa-siswa di depannya.

"Bapak awalnya tidak percaya dengan yang namanya kutukan, tapi selama dua minggu ini sudah banyak kejadian yang menimpa sekolah kita. Mulai dari siswa disetiap kelas, bahkan guru dan para satpam sekolah pun juga turut tertimpa musibah."

Pernyataan dari Pak Hadi membuat sebagian siswa dirundung kesedihan, sementara sebagian yang lain memperlihatkan wajah yang ketakutan. Raisa melihat ekspresi teman-temannya yang tiba-tiba berubah itu. Dia terkejut karena tak hanya teman-teman sekelasnya yang takut, tapi semua siswa dikelas yang lain bahkan adik kelasnya pun termasuk.

"Cla-Clara…" Raisa gemetaran sambil memegang tangan kiri Clara.

"Tidak ku sangka akan jadi seperti ini." Clara juga melihat perubahan ekspresi teman-temannya. Dia merasa bahwa bukan hanya kelas Raisa, tapi seluruh sekolah kini sudah terkena kutukan.

"…Untuk itulah kepala sekolah beserta para guru sepakat bahwa selama sepuluh hari ke depan, kita akan melakukan doa dan zikir bersama. Semoga dengan kegiatan ini kita semua bisa terhindar dari segala macam musibah…"

Pak Hadi merasa cemas melihat siswa-siswanya, dalam usia yang masih muda mereka harus mengalami banyak tragedi. Bukan hanya siswa, beberapa orang guru juga mengalami hal yang sama.

Tak ada raut wajah selain kesedihan yang menyelimuti semua siswa dan guru saat ini. Tangan Raisa gemetar dan jantungnya terus berdegub kencang, dia merasa sakit melihat kesedihan teman-teman dan guru-gurunya.

Raisa hanya bisa tertunduk sambil menahan isakannya. Clara yang menoleh melihat semua ekspresi teman-temannya tak mengatakan apapun. Hanya wajah datar dan juga tenang yang diperlihatkan olehnya.

"Se-semua salahku, semuanya ka-karena aku." batin Raisa

Clara menghela napas pelan saat melihat Raisa yang diam dan tertunduk sedih. "Aku tidak berniat untuk menghiburmu, tapi menyalahkan dirimu sendiri tidak akan mengubah apapun." Ucapnya dengan wajah tenang.

Raisa memikirkan apa yang baru saja Clara ucapkan dan itu dibenarkan oleh hati kecil Raisa. Dia kemudian mengusap air matanya, berusaha untuk bisa menghadapi ini semua.

Pak Hadi berusaha untuk menyemangati para siswanya, meski hanya berpengaruh sedikit. Ivan yang terlihat diantara kerumunan siswa nampak menyemangati teman-temannya, begitu juga dengan beberapa siswa lainnya yang memiliki sifat yang sama dengan Ivan.

Pak Hadi lalu mempersilahkan kepala sekolah untuk menyampaikan pesan-pesan kepada para siswa, sekaligus membuka kegiatan yang akan dilakukan.

"Sudah lama aku tidak melihat Pak Arham, pertama kali melihat wajah Pak Arham saat pembukaan orientasi dulu dan itu sudah lama sekali." Ucap salah satu siswa yang berdiri tidak jauh dari tempat Clara berada.

Banyak siswa yang sudah sejak dulu penasaran dengan wajah kepala sekolah mereka, itu karena kepala sekolah mereka sangat jarang memperlihatkan dirinya.

Pak Hadi menaikkan sebelah alisnya, dia heran karena kepala sekolah belum juga naik ke podium. Para siswa juga terlihat sangat penasaran dan tak sabar melihat wajah kepala sekolah mereka.

Waktu Berlalu (Tempus Fugit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang