11 - Sebuah Ajakan

25 11 6
                                    

●●●

Maura..

Dia adalah salah satu teman sekelasku. Meski tidak selalu bersama seperti Indri, Maya, dan Kyra, tapi dia tetaplah temanku. Dia selalu bersama dengan Rani, kemana-mana selalu berdua, dan aku selalu jahil kepada mereka berdua.

Tak ku sangka, Maura juga harus mengalami hal mengerikan ini, sama seperti sahabatku Maya. Itu sangat membuatku sedih. Teman-temanku, satu persatu mengalami tragedi yang mengerikan, dan semua itu adalah karena kehadiranku di dunia ini.

Aku hanyalah seseorang yang sudah mati, namun entah kesalahan apa yang ku lakukan, hingga bisa hidup kembali menjadi pembawa kematian bagi teman-temanku. Satu-satunya cara untuk menghentikan kutukan ini dan menyelamatkan teman-temanku adalah..aku harus kembali ke kematian lagi.

Tapi, tak ada yang bisa membunuhku.

Hanya Clara yang bisa melihatku, namun dia juga tidak bisa membunuhku. Clara hanya bisa membuatku merasakan sakit yang menyiksa, tapi dia tidak bisa membunuhku.

Jujur, aku sebenarnya tidak ingin merasakan sakit lagi. Kematian begitu sangat menyakitkan, rasanya seperti di kuliti hidup-hidup bahkan lebih daripada itu. Benar-benar sangat menyakitkan.

Raisa perlahan membuka matanya, tapi tubuhnya masih sangat lemah, dia tak bisa menggerakkannya.

"Kau sudah bangun ?" tanya Clara yang berdiri di samping ranjang kamar Raisa.

Raisa menengok sedikit, dia melihat Clara dengan tatapan sendu, wajah Raisa terlihat pucat, dia mulai mencoba untuk bangun.

"Ap-apa yang terjadi..?" tanya Raisa, linglung. Dia merasakan sedikit sakit di kepalanya.

"Kau pingsan selama tiga hari, aku pikir kau tidak akan bangun lagi." jawab Clara, membuat Raisa tersentak.

"Be-benarkah..? A-apa yang su-sudah terjadi..?" tanya Raisa, berusaha untuk mengingat kembali kejadian sebelum dirinya pingsan.

Raisa mulai ingat, dia ingat tentang Maura, teman sekelasnya. Tanpa sadar, Raisa kembali meneteskan air mata, dia berusaha untuk meredam isakan yang hampir keluar dari bibir dengan kedua tangannya.

"Maura.." ucap Raisa, dengan suara yang pelan.

"Sudahlah, kau tidak usah sedih seperti itu. Maura sudah di makamkan tiga hari yang lalu, bersama dengan paman, bibi, dan juga supirnya."

"Se-semuanya karena salahku...karena aku, Maura dan keluarganya men-"

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Meskipun kau yang membawa kutukan itu, tapi Maura meninggal adalah karena ulahnya sendiri. Kalau saja dia tidak mencoba untuk melarikan diri, dia pasti tidak akan mengalami tragedi itu." ucap Clara, memotong pembicaraan Raisa.

Clara kemudian berjalan menuju pintu kamar, dia mulai membuka pintu itu sambil menoleh sedikit ke arah Raisa, yang masih terduduk di atas ranjang.

"Sebaiknya kau tenangkan pikiranmu. Saat kau sudah tenang, temui aku di ruang tamu." ucap Clara datar, sambil keluar dari kamar Raisa. Tak lupa, dia menutup pintu kamar itu.

Perlu waktu yang cukup lama, bagi Raisa untuk menenangkan dirinya. Dan saat dirinya mulai tenang, dia pun pergi untuk menemui Clara di ruang tamu. Raisa sudah terbiasa keluar kamarnya, tanpa membuka pintu, dia hanya harus berjalan saja dan secara otomatis dia dapat menembus pintu itu.

Waktu Berlalu (Tempus Fugit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang