Chapter- 25

11 1 0
                                    




Hal yang sama selalu saja terulang begitu dan begitu. Ingin mengeluh tapi tidak bisa. Gelap nya ruangan tanpa masuknya sinar matahari yang menyinari, kaca lebar itu menampakkan diri Zahrina seluruhnya. Zahrina tidak mengenakan cadar. Zahrina begitu lama memandangi dirinya sendiri dihadapan cermin. Tangan yang indah dan juga putih bersinaar. Apa ini sebuah cobaan atau penyebab tak peduli atau mungkinkah derita ini berawal dari penampilanku ini? sejauh itu Zahrina memikirkan apa kesalahannya selama ini dan selama beberapa bulan ini dirinya selalu diabaikan oleh suaminya sendiri. Perasaannya semakin tertusuk saat bayang2 perilaku suaminya saat diabaikan seolah selama ini kehadirannya tak pernah ada.


Zahrina
"Sejauh ini kami tak pernah bertegur sapa, diriku yang selalu didiamkan dan terabaikan."

Zahrina mulai memakai cadarnya dan keluar dari ruang ganti.

Zahrina
"Tidak! bukan seperti ini. Aku akan memberanikan diriku."

Dirinya sangat yakin dengan tekadnya membuat dirinya berani menghadapi masalah apapun itu dan takkan diam ladi dengan keadaannya yang seperti ini. Kalau sikapnya selalu begini selamanya dirinya akan selalu dianggap tak pernah ada. Terlebih Zahrina harus memberitahukan maksud ayahnya untuk suaminya dan juga dirinya. Zahrina mulai mengeser tirai jendela kamarnya.

Sinar matahari mulai menerangi kamar Zahrina tatapannya lekat memandang kebawah kearah pintu gerbang utama rumahnya. Zahrina menunggu kepulangan Rilzas sesiang ini karna Rilzas tak pasti akan pulang kapan. Namun pernah disaat Rilzas pulang jam siang dan berangkat kembali jam sore, jadinya Zahrina akan menunggu sambil berdiri dijendela kamarnya yang lebar. Waktu terus berjalan dan tak pernah berhenti kecuali batrainya habis ( jamnya ). Selama Zahrina menunggu dirinya mondar mandir tak karuan, bersandar di tembok kembali mondar mandir tak pasti agar menunggu ini tak membuatnya ngantuk. matanya mulai berat seiring waktu menunggu Masih tekad menunggu Zahrina ke wastapel untuk mencuci mukanya dan menunggu. Semua tekad menunggu nya membuahkan hasil sia sia, sore sudah terlalu datang lebih cepat dari perkiraan. badanya lemas dan duduk tanpa menyadari sudaah tersentuh lantai bersandar dan memeluk lututnya.

Dalam lamunannya Zahrina mendengar suara gerbang tanpa sadar Zahrina bangun bagai kilat untuk melihat dibalik jendela. perasaan gugup nya datang tiba2 terasa begitu tegang seolah mengikuti kompetisi. mondar mandir tak karuan kembali.

Zahrina
"Bagaimana? aku harus bagaimana? kalau aku diabaikan lagi apa yang harus kulakukan."

Zahrina menarik napas pelan sambil mengengam tangannya dan merekap ke dadanya. Dirinya mulai mendekatii pintu kamarnya dan pelan membuka sambil menenangkan rasa gugupnya. BBAM! suara keras hentakkan pintu didengarnya saat keluar dari kamarnya. Ternyata dugaannya benar suaminya sudah pulang dengan hawa yang tak menyenangkan tentunya Zahrina tau kalau suara keras tadi berasal dari arah kamar suaminya.

Perasaan tak yakin untuk menghampiri. Niatnya diurungkan mungkin bukan saatnya. Zahrina menuruni tangga dengan lesu.

Masih selemah itu kah, selesu itukah menuruni tangga. Entah kapan Zahrina akan selesai menuruni tangga sampai tersandung karna melamun menuruni tangga. Tatapannya hanya lurus kedepan tapi kali ini pandangannya mulai menoleh kesamping.
DDUUM! itu suara jantungnya kah? 
sejak kapan Rilzas lewat disampingnya. pandangannya menunduk seketiks menyadari Rilzas yg lewat disampingnya. Rilzas yang hanya sekilas melihatnya dengan ujungmata tanpa ingin mengarahkan wajahnya. Zahrina bungkam dengan Kejadian ini Dia hanya bisa memandangi punggung suaminya hingga hilang dari pandangannya.

Zahrina
"Apa salah diam dalam menunggu kepastian darinya."

Tujuan Zahrina hanya ruangan pribadinya. Zahrina mendekati jendela dan menarik tirai besar itu agar matahari dapat masuk kedalam ruangannya. Matahari mulai masuk bersama menyinari ke wajahnya. saat kejadian tadi Rilzas seperti dugaannya pulang sebentar dan berangkat lagi. Jika saja tapi Zahrina sempat menyadari keberadaan Rilzas tanpa harus melihatnya mungkin saja tekadnya berani walau kenyataannya diabaikan Zahrina yakin akan seperti itu jadinya. Zahrina masih berdiri di jendela sambil menyentuh kacanya. Hijab yang selalu dipakainya selalu membawa kesan yang menyedihkan tapi artinya begitu mengesankan. Zahrina melepas cadarnya dan mulai membuka jendela agar angin bisa menerpa dan menerbangkan kesedihannya.

Zahrina
"Ibu. Zahrina selalu saja merasakan sesuatu yang sulit untuk dirasakan. Coba saja Ibu masih disisi Zahrina mungkin sekarang Zahrina Sedang bermain musik bersama ibu."

Seolah hidup tanpa sebuah keluarga terasa seakan tinggal seorang diri. Selama ini kah perasaan kosongnya miliki keluarga tanpa bisa merasakannya. Ayah mulai jarang berkunjung sekarang, ingin mencari suasana dan merasaakan angin segar diluar sana tapi menyulitkan karna Zahrina tak tau daerah tempatnya tinggal.

Zahrina
"Butuh waktu yang lama."

Zahrina SyalwaaisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang