07

14 6 0
                                    

Pukul 10:00. Hari ini tidak ada jam kampus untuk gadis berkacamata itu, setelah selesai membereskan apartemennya gadis itu peranjak dari sana dan pergi menuju tempat favoritnya. Kemana lagi kalau bukan taman bermain, ya meskipun Hinami hanya duduk-duduk di kursi taman di sana namun hal itu setidaknya membuatnya tenang.
    
Dalam balutan jaket tebalnya gadis itu melangkah menerjang hawa dingin, sesekali matanya melirik beberapa deretan toko buku yang dilewatinya. Sepertinya ia harus menabung lagi untuk membeli buku baru.
   
Gerakan langkah kaki gadis itu seketika terhenti dalam sekejap, kini matanya menatap sosok gadis yang selalu berhasil menguras air matanya sedang berada disalah satu toko disana.

Hinami melihatnya, gadis itu terlihat sedang asik melihat-lihat barang di hadapannya. Kenapa, kenapa akhir-akhir ini rasanya ia sering bertemu dengan gadis itu? Bukankah alasannya tinggal di Ibukota ini adalah untuk menghindari mereka? Tapi coba lihat sekarang, matanya itu kini tengah menangkap salah satu sosok yang selalu dihindarinya namun sangat dirindukannya.
    
“Tidak Hinami, kau tidak boleh seperti ini. Ayo kembali lanjutkan acara jalan-jalanmu tanpa mengingat hal itu lagi” seru gadis itu dalam diam.

Dengan langkah yang di paksakan, ia mencoba untuk menyeret kakinya kembali melangkah dan memaksa otaknya untuk melupakan hal ini dan masalah akan kelulusan beberapa tahun lalu.
    
Langkah Hinami yang menembus dinginnya musim dingin berjalan menuju taman bermain, dilihatnya taman itu masih tampak sepi karena tertutupi salju.

Dengan kedua telapak tangan yang disembunyikan di dalam saku jaket tebalnya, gadis itu terduduk di kursi taman sendirian sembari membaca buku yang di bawanya. Namun percayalah, meski pandangannya mengarah pada halaman buku yang terbuka di pangkuannya pikiran gadis itu pergi entah kemana.
    
Pertemuannya dengan gadis bernama Anaya itu memang selalu membuatnya menjadi lebih banyak melamun. Bagaimana tidak, setiap matanya menangkap sosoknya kejadian pahit itu kembali berputar dalam pikirannya. Bahkan bayangan akan kotak kenangannya yang dibakar beberapa tahun lalu selalu menjadi hantu yang paling menakutkan baginya.
    
15 menit berada di sana tiba-tiba telinganya mendengar sebuah suara, bukan suara orang yang sedang mengobrol atau apa, Hinami mendengar suara seseorang sedang menangis.
   
Hinami beranjak, melangkahkan kakinya mencari asal suara. Dilihatnya punggung seorang gadis di kursi taman yang lainnya sedang bergucang, mungkin karena sedang menangis.

Dengan hati-hati Hinami mendekat, dan saat matanya bertemu dengan sang pemilik suara ia mengenalinya. Gadis di hadapannya adalah Natsumi, adiknya Haruo. Apa yang ia lakukan disini??
    
“Ada apa?” tanya Hinami, lalu duduk di samping gadis yang kini tengah berusaha menyembunyikan tangisnya.
   
“Tidak apa, sebaiknya neesan tinggalkan aku sendiri” gadis itu menjawab dingin.
    
“Tidak baik berada di luar dengan cuaca sedingin ini, sebaiknya kamu pulang, ayo kakak antar”
     
“Aku bilang tinggalkan aku sendiri! Neesan tidak usah peduli padaku, teman-temanku saja tidak peduli padaku!” Natsumi berseru, namun kali ini nadanya meninggi.
     
“Kau tidak boleh bicara seperti itu, kakak adalah temannya kakakmu kan. Itu artinya kakak juga temanmu juga, banyak orang yang peduli padamu” ucap Hinami mencoba menenangkan gadis yang kini kembali terisak.
     
“Tidak ada yang mau jadi temanku, mereka bilang aku hanya menyusahkan mereka” gadis itu terisak, dan tangan lembut Hinami mendekap tubuhnya, mencoba untuk menenangkannya.
     
“Kata siapa, mulai sekarang kakak ini temanmu” Hinami berseru dan hal itu membuat gadis dalam dekapannya menatapnya.

“Sudahlah, anak secantik kamu tidak baik menangis, kau tidak sendirian” lanjut Hinami sembari menghapus air mata gadis di sampingnya.
    
“Kau tahu, dulu kakak juga tidak punya teman. Orang-orang selalu menjauhi kakak karena mereka bilang kakak ini manusia hikikomori, kakak payah bukan” Ucap Hinami.
     
“Ah benarkah?? Itu menyakitkan” gadis itu kali ini merespon, memandang Hinami dengan tatapan ingin tahu.
    
“Hhmm, tapi kakak tidak pernah merasa sendiri. Masik ada orang-orang yang menganggap kakak ada, seperti keluarga kakak.” Hinami menjawab, memamerkan senyuman hangatnya pada gadis yang kini memandangnya. “Jadi, kau juga tidak sendiri. Ada keluargamu yang menyayangimu, Haruo juga sangat menyayangimu. Dia bilang dia ingin melihatmu yang dulu” lanjut Hinami.
    
“Hhmm”
    
“Ya sudah, ayo pergi ke tempat lain, di sini dingin.”
    
“Aku ingin pulang” jawab gadis itu.
    
“Baiklah, ayo kakak antar”
    
Keduanya kini tengah asik mengobrol di kamar Natsumi setelah sampai ke kediaman keluarga Haruo dengan menggunakan taksi, sembari duduk di kursi belajar milik Natsumi gadis berkacamata itu mendengarkan cerita Natsumi yang terduduk di sisi ranjang tempat tidurnya.

OboemasuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang