Acara latihan sudah selesai, dan kini Hinami telah berada di dalam bus untuk pergi ke kediaman Haruo untuk mengajar biola. Berbeda dengan hari biasanya, kali ini gadis itu ditemani pria yang menyandang nama Haruo dengan alasan karena Rei harus menjemput Yuki di tempatnya bekerja, bakhan Rei izin lebih dulu pulang dari latihan.
Saat kejadian hujan-hujanan tadi, Haruo memberikan baju yang ia bawa kepada Hinami, menyuruh gadis itu untuk menganti bajunya yang basah agar tidak masuk angin.
Awalnya gadis berkacamata itu menolak, namun karena udara dingin gadis itu akhirnya menurut dan menganti bajunya dengan kaos milik Haruo meski terlihat kebesaran di tubuhnya.
“Kau terlihat lucu dengan kaos yang kebesaran” kekeh Haruo sembari melirik Hinami yang duduk di sebelahnya. Hinami yang sedari tadi memandang ke arah jendela menoleh ke arah pria itu, tersenyum kecil sebelum kembali ke posisinya sebelumnya.
Beberapa saat lalu. Saat Haruo yang merasa kasihan melihat gadis dihadapannya mengigil kedinginan dengan pakaiannya yang basah kuyup beranjak dari posisinya. Pria itu mengambil tas nya dan mengeluarkan kaos yang ia bawa “Pakai ini, jangan biarkan tubuhmu itu membeku di cuaca sedingin ini” ucapnya sembari menyondorkan kaos bersih itu kepada gadis berkacamata di depannya.
Hinami mendongak, menatap Haruo yang tengah menyondorkan sebuah kaos berwarna abu-abu padanya. “Pakailah” ucap Haruo lagi.
Hinami tidak menjawab, gadis itu hanya mengangguk kecil sembari menerima kaos yang disondorkan Haruo padanya. Dengan langkah yang dipaksakan, gadis berkacamata itu pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang basah.
Dengan pakaian yang barunya, Hinami kembali ke tempat latihan. Tempat latihan yang masih terlihat sepi dan hanya menyisakan Haruo, Anaya dan juga beberapa orang lainnya terlihat tertawa kecil begitu mendapati Hinami dengan kaos yang kebesaran. Namun dari semua orang yang melihatnya suara Haruolah yang paling jelas.
Kembali ke keadaan sekarang, Haruo membuka resleting tasnya dan menoleh ke arah gadis disampingnya. “Ini, kau meninggalkan ini di rumahku kemarin” Haruo kembali bersuara, tangannya menyondorkan sebuah album bersampul biru kepada gadis disampingnya itu.
Awalnya Hinami malas untuk menoleh, masih merasa kesal karena Haruo menertawakannya dengan kaos yang kebesaran di tubuhnya ini. Namun begitu matanya mendapati benda yang dicarinya selama ini dan membuat jantungnya hampir copot berada di depan matanya, gadis itu terbelalak kaget dengan mata penuh binar. “Eh, bagaimana bisa?!” seru Hinami dengan mengambil alih album tersebut dari tangan Haruo.
Haruo tersenyum sembari mengangguk kecil “Sepertinya kau meninggalkannya kemarin di rumahku” jawab Haruo.
Hinami tersenyum cerah, tanpa sadar gadis itu menggenggam tangan pria di hadapannya dengan mata penuh binar. Ada rasa lega begitu album itu kembali ke tangannya saat ini.
“Arigatou, akhirnya aku menemukannya. Aku pikir benda ini sudah benar-benar hilang dariku” ucap Hinami sebelum di menit berikutnya sadar jika tangannya tengah menggenggam tangan Haruo erat. “Maaf” ucap gadis itu malu sendiri.
“Aku baru tahu kau pernah satu sekolah dengan Anaya, bahkan terlihat begitu dekat. Kenapa sekarang seperti orang yang baru saling mengenal?”
Hinami menatap Haruo, bingung harus menjawab seperti apa. Haruo benar, dulu mereka bahkan seperti saudara kandung saking dekatnya, tapi sekarang? Jangankan untuk kembali sedekat dulu, bertatap wajahpun rasanya sulit untuk saat ini.
“Bukan apa-apa” jawab Hinami sembari menggeleng kecil, ia pikir tidak mungkin ia menceritakan akan masalah itu pada pria disampingnya itu.
Haruo tersenyum kecil, pri itu menggaruk bagian belakang kepalanya sebelum akhirnya kembali bersuara. “Maaf, kemarin aku sempat membuka albummu itu. Tapi jika boleh bertanya, apa dulu kita pernah bertemu? Aku merasa tidak asing dengan wajahmu di foto itu”
“Entahlah” Hinami menjawab acuh tak acuk, tangan gadis itu kini sibuk membuka-buka album yang kini telah kembali padanya.
“Ini, aku merasa tidak asing dengan foto ini” Haruo berseru, mendekatkan tubuhnya ke arah Hinami dan menunjuk salah satu foto di dalam album yang menunjukkan empat orang gadis yang tersenyum ceria dengan latar belakang sebuah patung robot besar.
“Itu diambil saat kami pergi ke salah satu museum di kota ini” jawab Hinami. “Aku ingat, saat itu kami berdebat karena tempat tujuan kami berbeda saat itu” lanjutnya sembari mengingat kembali masa itu.
●●●
Hampir satu jam penuh Hinami mengajari Natsumi bermain biola di ruang tv, dan kini gadis itu tengah membantu mempersiapkan makan malam bersama dengan ibunya Haruo yang terlihat asik memotong daun bawang. Natsumi sendiri hanya terduduk di kursi meja makan sembari ikut membantu mengocok telur.
“Saya minta maaf karena tidak bisa membantu banyak” ucap Hinami, meletakkan sayuran yang telah ia cuci bersih dan memotongnya sesuai yang ibunya Haruo minta.
“Tidak apa-apa, tidak ada salahnya jika belajar” Ujar ibu Haruo dengan senyumannya yang keibuan.
Untuk malam ini dan malam-malam sebelumnya Hinami memang sering ikut makan malam bersama keluarga Haruo, sebenarnya gadis berkacamata itu merasa tidak enak dengan hal ini, namun mau tidak mau ia harus ikut karena Natsumi, Haruo maupun yang lainnya selalu memaksanya untuk ikut.
Saat acara makan malam hujan di luar sana masih turun dengan deras, dan hal itu membuat Hinami sedikit khawatir jika ia tidak bisa pulang ke rumah karena hujan lebat. “Kau tenang saja, sebentar lagi hujannya pasti reda” seru ibu Haruo yang sepertinya berhasil mendapati Hinami yang tengah menatap keluar jendela. Hinami menoleh, tersenyum kecil sembari mengangguk kepada wanita paruh baya itu.
Selesai makan malam, gadis berkamata itu membantu ibu Haruo membereskan meja makan dan mencuci piring. Setelah acara beres-beres selesai gadis berkacamata itu lagi-lagi menoleh ke arah jendela, hujannya masih belum reda juga.
“Sepertinya hujannya tidak akan reda dalam waktu cepat, sebaiknya kau menginap di sini” sebuah seruan membuat Hinami menoleh ke asal suara, dengan handuk di bahunya Haruo mengambil segelas air sembari meneguknya habis. “Bagaimana?” lanjutnya.
“Tidak, mana mungkin aku tidur di rumah pria yang baru aku kenal beberapa minggu lalu”
“Kau bisa tidur bersama Natsumi, dan aku yakin gadis itu pasti akan menyukainya” Ucap Haruo masih memberikan saran.
Hinami tidak menjawab, gadis itu malah kembali menatap ke arah jendela. Hujan malam ini cukup deras, tidak mungkin ia pulang saat ini juga. “Aku tetap akan menunggu hujannya reda, lalu setelah itu pulang” ucap Hinami sembari tersenyum kecil.
“Baiklah, itu hakmu” ucap Haruo sembari mendudukkan tubuhnya di atas kursi meja makan.
Hinami yang tadinya berdiri di depan jendela sembari memandangi hujan ikut duduk di kursi kosong, menoleh sesaat pada pria di hadapannya yang sepertinya tengah sibuk dengan majalah mingguan di tangannya. “Aku dengar kau bisa bermain gitar, jika bersedia aku ingin kau mengajarkanku” ujar Hinami.
“itu tidak masalah, justru aku senang karena bisa berbagi ilmu dengan orang lain. Ngomong-ngomong kau bisa menemani Natsumi di kamarnya? Dia sepertinya kesulitan dengan tugas sekolahnya”
Hinami mengangguk, di seretnya kakinya menuju kamar adik perempuan Haruo itu dan mendapatinya dengah sibuk dengan tugas sekolahnya di atas tempat tidur.
Natsumi yang awalnya terfokus pada buku di depannya menoleh pada Hinami, tersenyum cerita lalu menepuk bagian kosong di sampingnya seolah memberi tanda agar gadis berkacamata itu duduk di sana.
“Ada yang bisa neesan bantu?” tanya Hinami, gadis itu mengambil salah satu buku yang tergeletak secara sembarangan di atas kasur.
●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Oboemasu
Teen FictionTujuanku ke Ibukota memang ingin lari dari masalahku, lari dari luka yang selalu membuat air mataku jebol dan tak bisa di tampung. Aku tahu ini tindakan bodoh, tapi aku berharap dengan perginya aku luka ini akan sembuh. Tapi buktinya? Semuanya tetap...