08

20 7 0
                                    

Sore itu, sebelum acara latihan di mulai. Hinami yang sudah tidak tahan menahan rasa penasarannya akan kisah adiknya Haruo menanyakannya pada Rei, gadis itu tidak berani jika harus menanyakan hal ini pada Haruo secara langsung.

Setelah asik mendengarkan cerita Rei beberapa menit lalu, kini gadis itu terlihat tertunduk, mengasihani gadis malang itu yang harus kehilangan satu kakinya hanya karena alasan kakaknya yang diputuskan oleh tunangannya tanpa sebab.
    
“Aku selalu kasihan jika melihat adiknya, apalagi sejak saat itu Natsumi tidak pernah terlihat bermain bersama dengan teman-temannya,” seru Rei di akhir kisahnya.

“Hhmm itu pasti berat untuknya.”
    
“Sangat, keduanya sama-sama rapuh sampai saat ini. Haruo selalu menyalahkan dirinya sendiri saat adiknya memberontak, karena itu ia berjanji untuk memgabulkan apapun yang diminta adiknya,” ucap Rei menyetujui. “Ah sudahlah, ayo ke tempat latihan. Jangan biarkan kita terlambat lagi dan dapat omelan dari Haruo,” lanjut Rei, bangkit dari posisi duduknya.
    
Hinami mengangguk, membereskan buku-bukunya dan mengikuti langkah pria jangkung itu menuju tempat latihan. Di perjalan keduanya masih belum bosan berceloteh, bahkan beberapa kali keduanya terlihat tertawa dalam balutan jaket tebal mereka.
     
Dengan langkah lebar-lebar, gadis berkacamata itu berlajan mendahului Rei. Dan hal itu malah membuat Rei tertawa kecil, apalagi saat melihat gadis itu tersenyum padanya. Namun sayang seribu sayang, Rei tahu semua itu hanyalah sandiwarahnya. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan lukanya dengan baik.
     
Rei melihatnya kemarin, dengan langkah cepat Hinami berjalan entah kemana dengan wajah murung. Mata yang biasanya penuh binar itu kemarin berubah sayu dan menunjukan betapa dengan susah payahnya gadis itu menahan air matanya.

Rei yang saat itu penasan dengan perubahan raut wajah Hinami menoleh ke arah tempat yang gadis itu perhatikan beberapa menit lalu sebelum pergi, dan benar saja dugaannya. Di tempat itu ia melihat gadis yang begitu berarti di mata Hinami.
    
Rei mungkin tak perlu memperkenalkannya lebih jauh, karena jujur ia sendiri bahkan belum pernah bertemu secara langsung dengan gadis itu.

Rei mengetahuinya dari Hinami sendiri, dulu gadis itu pernah cerita jika ia memiliki 3 sahabat yang terbaik. Rei tahu itu, semasa SMA dulu Hinami selalu membicarakan mereka, kekonyolan mereka, dan bahkan gadis itu menunjukkan foto-foto kebersamaannya bersama sahabatnya itu.
    
Rei tahu dulu hubungan keempatnya masih baik-baik saja, bahkan bisa dibilang jauh lebih baik. Tapi sejak kelulusan rasanya semuanya berubah. Hinami yang Rei kenal ceria berubah menjadi Hinami yang pemurung, dan Rei tahu apa penyebabnya.
    
Persahabatan Hinami putus saat itu, dan hal itu benar-benar membuat gadis itu berubah total. Rei tak pernah memintanya untuk mengatakan apa penyebabnya, karena dia tahu hal itu selalu berhasil membuat Hinami menangis. Jangankan menyuruhnya untuk cerita akan persahabatannya, baru membahas tentang sahabat saja raut wajahnya akan langsung berubah dengan seketika.
    
Namun Rei tak perlu menyuruh Hinami menceritakan penyebabnya, karena dia sudah mengetahui apa penyebab persahabat mereka hancur. Yang Rei tahu, semua itu terjadi karena seorang pria, dan bahkan Rei sendiri tidak mengenal siapa pria itu. Dan semua masalah itu lah yang membawanya ke Ibukota, Hinami berusaha pergi dari masalahnya, pergi dari semua kisah akan persahabatannya, tapi percayalah ia masih berharap untuk tetap bersama ketiga sahabatnya.
    
“Rei ayo, jalanmu lambat sekali” tangan gadis berkacamata itu kini menarik tangan Rei, menuntunnya untuk berjalan lebih cepat. Oh ya ampun, ia baru saja melamun.
    
30 menit yang lalu keduanya sudah tiba di tempat latihan, begitupun dengan anggota yang lain. Namun ada yang berbeda hari ini, Haruo yang biasanya datang lebih awal kini malah belum terlihat di tempat latihan. Anggota yang sudah mulai bosan menunggu akhirnya memulai latihan tanpa sang pemimpin. Kemana pria itu? Tidak biasanya ia terlambat.
    
“Sepertinya dia tidak akan datang” seru Hinami dengan biola di tangannya.
    
“Tidak mungkin, Haruo bukan orang yang pergi begitu saja tanpa memberitahu” jawab Rei.
    
“Kalau begitu kenapa Haruo masih belum datang sampai sekarang?”
    
“Mungkin ada urusan mendadak”
    
“Maaf aku terlambat” sebuah suara dari arah pintu membuat semua orang dalam ruangan menoleh ke asal suara. Semua orang menatap ke arah pintu dan mendapatinya, akhirnya orang yang tunggu-tunggu datang juga.
    
“Maaf aku terlambat, ada yang harus aku bahas tentang acara festival nanti” lanjutnya sembari membungkukkan badan. “Kita kedatangan tamu, masuklah” lanjut Haruo, mempersilahkan seorang pria yang kini sudah berada tepat disampingnya.

OboemasuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang