Hinami dan Rei masih terlihat di bandara, gadis berkacamata itu masih menunggu jadwal keberangkatannya pada jam 10 malam, masih ada waktu setengah jam lagi. Dalam keramaian, Hinami melirik ke segala arah, masih berharap Haruo akan hadir di dalam kerumunan orang itu sebelum ia benar-benar pulang ke Okinawa.
“Masih menunggu Haruo?” tanya Rei yang terduduk tepat di samping gadis itu.
Hinami menoleh, tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. “Entahlah, kurasa kali ini Haruo akan mengingkari janjinya” tutur Hinami sembari membuka layar ponselnya dan berharap benda itu menunjukan tanda-tanda dari Haruo.
“Mungkin ada urusan mendadak” Rei menjawab, mencoba untuk membuat gadis itu kembali menunjukkan semangat dan keceriaan.
Hinami beranjak dari posisi duduknya, kembali memperhatikan sekitarnya sebelum menoleh ke arah Rei yang terduduk di hadapannya. “Aku akan pergi ke toilet sebentar” ucap Hinami yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Rei.
Hinami terdiam di tempatnya, gadis itu membuka kacamatanya dan menatap wajahnya sendiri pada cermin di depannya. “Hei, dimana kau? Apa kau melupakan janjimu?” gumam Hinami lirih sebelum membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari keran.
Gadis itu mengeringkan tangannya yang basah dengan alat pengiring khusus yang disediakan di sana, baru saja Hinami melangkahkan kakinya untuk keluar ponsel yang berada di dalam seku celananya berdering, menunjukkan jika ada telepon yang masuk.
“Moshi-moshi *Hallo” sapa Hinami setelah menempelkan ponselnya di daun telinga, gadis itu urung keluar dari toilet, dengan ponsel yang menempel di telinga Hinami menyenderkan tubuhnya di dinding toilet. Namun, di detik setelahnya raut gadis itu berubah total. Raut khawatir mulai terlukis jelas di matanya begitu mendengar suara isak tangis dari orang yang meneleponnya.
“Obasan, daijoubu? *Bibi tidak apa-apa?“ tanya Hinami dengan nada suara yang terdengar benar-benar khawatir. Tidak ada jawaban di seberang sana, hanya ada suara isak tangis yang justru membuat gadis berkacamata itu semakin khawatir dibuatnya.
“Kau bisa datang kemari, kami membutuhkanmu, Haruo dan Natsumi membutuhkanmu nak” pintanya yang membuat dahi Hinami menunjukkan lipatan bingung, jujur ia tidak mengerti pembicaraan ini, ada apa dengan Haruo dan Natsumi?
“Natsumi terjatuh dari lantai dua, bibi tidak tahu apa yang terjadi, yang bibi tahu hanya suara Natsumi yang terisak dan meminta tolong lewat telepon rumah. Kau bisa datang kemari sayang?” tutur suara itu setelah isak tangisnya mulai sedikit mereda.
Hinami mematung, tak mengerti dengan apa yang dibicarakan ibunya Haruo barusan. Jatuh dari lantai dua, bagaimana bisa? Dengan mata terpejam gadis berkacamata itu mencoba untuk kembali mencerna setiap kata yang didengarnya, mencoba berfikir fositif jika ini hanyalah sebuah lulucon yang dibuat Haruo untuk mengerjainya.
“Kau bersedia bukan? Bibi mohon padamu” tutur ibu Haruo lagi masih dengan nada memohon.
“Tentu saja, aku akan datang sekarang juga" jawab Hinami sembari melangkah keluar toilet dengan tergesa-gesa.
Gadis berkacamata itu bergerak cepat melewati orang-orang yang berlalu lalang, setelah tiba di tempatnya dan Rei tadi gadis itu segera menarik kopernya dan berseru panik. “Ayo pergi!” seru Hinami dengan tangan yang satunya lagi menarik tubuh Rei dan membawanya berlari ke arah parkiran.
Rei menurut, sembari berjalan mengikuti langkah gadis dihadapannya pria itu pertanya-tanya apa yang terjadi. Bukannya beberapa menit lagi gadis itu akan berangkat, lalu kenapa ia malah menariknya ke tempat ini?
“Hei ada apa?” tanya Rei begitu keduanya sudah berada di depan mobil milik Rei.
“Tolong antarkan aku ke sini, Haruo ada di sana!” pinta Hinami masih dengan nada bicara yang sama seperti barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oboemasu
Teen FictionTujuanku ke Ibukota memang ingin lari dari masalahku, lari dari luka yang selalu membuat air mataku jebol dan tak bisa di tampung. Aku tahu ini tindakan bodoh, tapi aku berharap dengan perginya aku luka ini akan sembuh. Tapi buktinya? Semuanya tetap...