"Kau yakin aku tidak akan jadi masalah dalam acara makan malammu?" Hinami yang berjalan di samping Rei menoleh pada pria itu, namum sepertinya Rei tidak menghiraukan pertanyaan gadis berkacamata yang berjalan disampingnya. Pria jangkung itu hanya menoleh sesaat sebelum pada akhirnya mengacak rambut gadis di sampingnya dengan lembut.
"Hei, hentikan itu Rei! Kau membuat rambutku berantakan!" Hinami berseru kesal, dengan satu gerakan gadis itu menepis tangan Rei agar tidak membuat rambutnya semakin terlihat kacau.
"Kau tampak lucu dengan rambut yang acak-acakan" kekeh Rei sembari mengangkat kembali tangannya, siap mengacak pucuk kepala gadis itu. Namun sepertinya gerakan pria itu terlambat beberapa detik, dengan tatapan dinginnya Hinami kembali menipis tangan Rei sebelum berhasil menyentuh ujung kepalanya.
"Sekalian saja buat kepalaku botak supaya lebih lucu" Hinami berseru kesal, gadis itu memutar bola matanya dan merapatkan mantelnya.
Rei tidak menjawab, pria jangkung itu hanya tertawa kecil sebelum menarik pergelangan tangan gadis itu menuju sebuah toko.
Keduanya kini sudah berada di deretan rak yang memamerkan berbagai sayuran segar, dengan keranjang belanja yang Rei pegang pria itu berjalan perlahan mencari sayuran yang mungkin akan ia gunakan untuk bahan makan malamnya. Hinami sendiri tidak bergeming sejak Rei menariknya masuk ke dalam toko ini, dalam diam gadis berkacamata itu hanya mengikuti langkah Rei.
"Untuk apa semua ini?" tanya Hinami sembari melirik keranjang yang dibawa Rei.
Rei menoleh, tersenyum kecil pada gadis itu. "Untuk masakan makan malam kita"
"Eh, jangan bilang kalau kita akan memasak?!" ucap Hinami sembari melirik Rei dengan mulut mengembung, begitulah Hinami, selalu sensitif jika mendengar kata memasak.
"Kau itu wanita, sudah sepatutnya bisa memasak" seru Rei sebelum membawa keranjang penuh bahan masakannya ke arah kasir.
Keduanya kini kembali berjalan bersama, namun kali ini dengan tangan yang menenteng bungkusan penuh belanjaan mereka tadi. Rei bilang, tempat makan malam mereka tidak terlalu jauh, jadi mereka memutuskan untuk berjalan kaki.
Tiba di depan sebuah gedung apartemen, Rei segera melangkahkan kakinya kesana, disusul Hinami yang berjalan tepat di belakangnya. Pria itu menaiki tangga, berjalan menuju lantai paling atas yang katanya adalah sebuah dapur umum. Benar apa yang dikatakan Rei, di lantai ini terdapat dapur umum dengan sebuah meja makan besar di tengahnya.
"Konbanwa niisan *selamat malam kak" Rei berseru riang, menyapa seorang pria yang terlihat sibuk memotong bawang di meja makan.
Pria yang disapa menyahut, menepuk bahu Rei akrab dan menanyakan kabar adik laki-lakinya itu untuk sekedar basa-basi. "Ah, apakah gadis itu yang sering kau bicarakan di telepon?" alis pria itu naik turun, sepertinya sengaja ingin mengerjai Rei yang kini hanya tersenyum ke arah Hinami.
"Siapa namamu?"
"Anda bisa panggil saya Hinami" Hinami menjawab sopan, ikut duduk di kursi dihadapan Rei.
"Aku Ren, kau tidak perlu berbicara seformal itu padaku" Pria itu memperkenalkan namanya pada Hinami, dan hal itu hanya dijawab Hinami dengan senyuman.
"Niisan bilang akan membawa seorang wanita juga, dimana? Aku tidak melihatnya" Rei celingak-celinguk, matanya lincah memperhatikan sekelilingnya yang hanya menampakkan peralatan dapur pada umumnya.
"Niisan kentangnya mau diapakan?!" sebuah seruan membuat semua orang yang berada di meja makan menoleh ke asal suara. Seorang gadis berkacamata tiba-tiba muncul dengan sekeranjang kentang yang sepertinya sudah dicuci di tangannya. Gadis itu memiliki rambut panjang yang dibiarkan tergerai, memamerkan warna rambutnya yang terlihat sedikit kecoklatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oboemasu
Teen FictionTujuanku ke Ibukota memang ingin lari dari masalahku, lari dari luka yang selalu membuat air mataku jebol dan tak bisa di tampung. Aku tahu ini tindakan bodoh, tapi aku berharap dengan perginya aku luka ini akan sembuh. Tapi buktinya? Semuanya tetap...