12

12 4 0
                                    

Rei berdeham malas di dalam kamarnya, bosan ketika telinganya harus mendengar nama Yuki lagi. Sudah berapa kali ia tegaskan jika ia tidak menyukainya dan tidak ingin ada seorangpun ikut campur dalam urusan asmaranya. Tapi bagaimana jika Hinami sendiri yang membicarakan Rei dengan Yuki? Rei yang berharap gadis itu akan menentang hubungannya dengan Yuki kini malah terlihat mendukung dan menyuruhnya untuk bersama gadis itu.

“Oh ayolah jangan bicarakan orang itu saat bersamaku” pinta Rei dengan membenarkan posisi duduknya di atas tempat tidur, benda persegi panjang itu masih terlihat menempel di daun telinganya.

“Kau tidak boleh bicara seperti itu, bagaimanapun Yuki adalah gadis yang baik. Kau tidak berpikir bagaimana perasaannya jika ia tahu kau bicara seperti itu?”

“dia sudah tidur bukan? Jadi tidak masalah jika aku mengatakannya” Rei menjawab acuh tak acuh, sudah terlanjur malas jika membahas hal tentang gadis bernama Yuki.

“berhenti bicara seperti itu atau akan ku bunuh kau” ancam Hinami dari arah seberang sana. Rei hanya tertawa saat mendengarnya, geli saat mendengar suara gadis berkacamata itu yang terkesan dingin dan menusuk.

“Kenapa tertawa?”

“kau tahu, suaramu itu membuat perutku tergelitik. Kau pernah dengar suara hantu berbisik, nah begitulah suaramu barusan” jawab Rei masih dengan sisa tawanya, tangannya yang bebas masih terlihat memegangi bagian perutnya, sepertinya ia tertawa terlalu berlebihan.

“Jadi kau pikir aku ini hantu?! Hhmm baiklah aku akan berubah menjadi kuchisake onna, dan bersiaplah” Hinami berseru garang, namun mendengar hal itu bukannya membuat pria jangkung di seberang sana takut, namun malah kembali tertawa terbahak.

“Apakah aku cantik?” seru Hinami dari seberang sana dengan suara yang dibuat horor.

“Cantik, selalu cantik” Rei menjawab mantap yang dijawab Hinami dengan dehaman malas dan memutuskan sambungan telponnya secara sepihak.

Rei tersenyum di dalam kamarnya, tangannya itu masih menggenggam benda pintar yang beberapa menit lalu membuat dirinya dan Hinami terasa sedang bersama dan cukup dekat. Meski karena tindakannya barusan akan membuat gadis berkacamata itu bersikap dingin padanya, namun Rei tatap merasa senang karena berhasil membuat gadis itu kesal.

Rei melempar handphonenya sembarangan di atas tempat tidur, pria itu beranjak dari posisinya, meraih gitar yang bersender disisi tempat tidurnya. Dengan gitar dipelukannya, pria itu mulai memetik gitarnya perlahan, membuat melodi merdu di sekeliling kamarnya.

Beberapa saat Rei menghentikan permainan gitarnya, membuka buku kecil disampingnya dan menuliskan beberapa kalimat serta kunci gitar disana. Selalu seperti itu hingga pria jangkung itu tertidur dengan gitar dalam pelukannya.

●●●

Pukul 06:00 gadis bernama Yuki sudah membuka kedua kelopak matanya, gadis itu bangkit dari posisinya, menatap sekitar dan mulai menyadari ada sesuatu yang hilang. Dimana Hinami? Bukannya seharusnya ia ada disampingnya.

Dengan langkah yang masih gontai Yuki turun dari tempat tidur, mencari sosok sang pemilik apartemen yang kini ia tempati dan mendapatinya dengah tertidur dengan posisi kepala yang jatuh diatas meja dengan layar laptop yang masih terbuka. Sepertinya gadis itu ketiduran saat mengerjakan tugas kuliahnya, pikir Yuki sebelum kembali kedalam kamar dan membawa selimut untuk gadis berkacamata yang tertidur pulas itu.

Yuki menyelimuti tubuh Hinami dengan hati-hati, takut jika tindakannya itu akan membangunkan gadis berkacamata itu. Namun ternyata tindakannya itu tidak berhasil, gadis itu kini terbangun dengan matanya yang terlihat masih menampakkan rasa kantuk.

OboemasuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang