25

10 3 0
                                    

Acara festival sudah berada jauh di belakang sana, acara latihan mulai berkurang dan diganti dengan kesibukan membuat skripsi dan hal lainnya sebelum kelulusan. Setelah hampir dua bulan sibuk mengerjakan ini dan itu akhirnya semua tugas sudah selesai, tinggal menunggu waktu kelulusan itu tiba.

Di akhir musim panas, Hinami yang sudah sedikit terlihat santai tentang hal kuliahnya terlihat berleha-leha di dalam apartemennya. Gadis itu terlihat sibuk membaca novel dalam pangkuannya sembari mendengarkan lagu dari headset yang ia sumpalkan ke kedua lubang telinganya. Jika sedang membaca buku seperti ini entah mengapa ia menjadi tergiur untuk menulis juga.

Baru saja gadis itu menutup buku di pangkuannya, ponsel yang ia letakkan di atas meja berdering nyaring, menandakan jika ada telepon yang masuk. Hinami beranjak, meraih ponselnya dan menempelkannya di telinga.

Di seberang sana, terdengar suara ibunya yang khas. Wanita paruh baya itu terlihat sibuk membuat rencana akan kedatangannya di hari kelulusan putrinya itu ke Ibukota, dengan antusias Hinami mengiyakan. Ikut sibuk membuat rencana ini dan itu untuk kedatangan keluarganya, bagaimanapun ia merindukan mereka.

Setelah hampir setengah jam gadis itu sibuk berbincang dengan ibunya, telepon terputus karena katanya ibunya masih harus mengerjakan sesuatu di sana. Dan Hinami kembali metelakan ponselnya di atas meja dan beranjak pergi menuju kamarnya.

Waktu semakin berlalu, dan disinilah waktunya. Dengan pakaian tradisional jepang Hinami terlihat manis di acara kelulusannya, bersama keluarganya yang jauh-jauh datang dari Okinawa ke Ibukota Hinami terlihat tersenyum ceria merayakan kelulusannya itu.

“Setelah ini kau akan pulang bukan?” tanya ibunya sembari membenarkan posisi duduknya dan menghadap putri pertamanya itu.

Hinami menoleh, menganggukkan kepalanya sembari tersenyum kecil. “Mungkin bulan depan” tutur gadis berkacamata itu yang sontak membuat keluarganya terlebih ibunya mengerjit kebingungan.

“Masih ada urusan yang harus Hinami selesaikan, tapi Hinami janji setelah selesai akan segera pulang” Hinami kembali bersuara, seolah mengerti arti dari tatapan bingung keluarganya akan jawabannya beberapa saat lalu.

“Hhmm syukurlah, ibu kira kau akan tetap menetap di sini.” Ibu menghela napas lega, wanita paruh baya itu meronggoh tas kecil yang ia bawa dan memberikan putrinya itu empat buah gantungan kunci berbentuk beruang yang lucu.

Mata Hinami berbinar dibuatnya, gadis itu menerima gantuan kunci itu dengan antusias dan mengucapkan terimakasih kepada ibunya. Ternyata ibunya masih ingat apa yang disukai putrinya itu. “Inori dan Shiori sudah pulang ke Okinawa, ibu dengar Shiori mendapat pekerjaan disalah satu sekolah di sana dan Inori sendiri tengah sibuk dengan kliniknya” tutur ibu yang seketika membuat putrinya itu menoleh ceoat ke arahnya.

“Eh?”

“Ibu tahu masalahmu dengan teman-temanmu itu, ibu harap setelah semuanya pulang masalah itu akan segera selesai” ibu masih saja mengoceh, tak peduli dengan raut wajah purtinya itu yang sekarang terlihat meredup mendengar kabar itu. Tidak, itu memang kabar baik, yang buruk hanya luka lama itu yang tak pernah mau sembuh sampai sekarang.

Hinami tidak menjawab, gadis itu hanya tertunduk sembari memainkan empat gantungan kunci beruang di tangannya. Entah mengapa, kali ini empat gantungan kunci itu terlihat seperti dirinya, Anaya, Shiori dan Inori. Tunggu, apakah Inori dan Shiori masih tetap seperti dulu? Sudah berapa lama mereka tidak bertemu? Jujur, ia merindukan mereka semua.

●●●

“Kau akan pulang besok?” tanya Haruo yang terlihat terduduk di depan piano klasiknya, Hinami yang duduk di samping Natsumi mengangguk, tersenyum kecil sembari mengacak pucuk kepala Natsumi.

OboemasuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang