Tiga puluh menit lalu Haruo dan Natsumi sudah pergi dari apartemen, dengan pakaian piama yang masih ia kenakan gadis berkacamata itu terlihat membiarkan kepalanya jatuh di atas meja makan. Sikap pemalas gadis itu mulai kembali muncul ke permukaan, seharusnya ia kini tengah bersiap untuk pergi ke kampus, bukanya malah terkulai di atas meja makan.
Setelah terdiam cukup lama dengan posisi tersebut akhirnya gadis itu beranjak juga dari meja makan, melangkah masuk ke dalam kamar dan menyiapkan bahan persentasi yang ditugaskan oleh dosennya untuk pertemuan hari ini.
Tangan gadis berkacamata itu sibuk mengikat tali sepatunya yang diberikan Rei saat hari ulang tahunnya tahun lalu, dengan telepon yang menempel di telinga dengan bantuan bahunya agar benda pintar itu tidak jatuh. Dari seberang sana, gadis berkacamata itu dapat mendengarkan suara gadis yang menyandang nama Yuki lewat ponselnya. Hinami berpesan jika ia akan pergi ke kampus dan kunci apartemennya ia titipkan pada penghuni apartemen yang tinggal di depan apartemen gadis itu.
Tiba di area kampus gadis berkacamata itu terlihat terduduk dibagian tangga, sibuk dengan buku di pangkuannya sembari beberapa kali terlihat melirik orang-orang yang melewatinya.
"Anaya-chan, matte!!"
Hinami menoleh cepat ke asal suara, matanya lincah mencari sosok yang barusan diserukan sesorang. Apakah dia?
Masih asik mencari sosok itu, dan kini matanya benar-benar menangkap sosoknya. Gadis berkacamata dengan rambut panjang yang terlihat sedikit kecoklatan terlihat asik berbincang dengan gadis lainnya. Hinami bangkit dari duduknya, menyipitkan matanya untuk memastikan jika penglihatan tidak salah.
Tidak, meskipun matanya mengalami kelainan miopi ia masih bisa melihat dengan jelas dengan bantuan kacamatanya. Raut wajah itu, cara bicaranya, ia benar-benar mengenalnya. Itu Anaya. Anaya sahabat lamanya. Tidak, mungkin bukan lagi sahabatnya saat ini.
Gadis berkacamata yang menyandang nama Hinami itu kembali duduk di tempatnya dengan satu gerakan, menutup wajahnya dengan buku yang beberapa menit lalu berada dalam pangkuannya. Rasanya kelopak matanya kini berat, seperti ingin menumpahkan sesuatu tapi rasanya sulit.
"Apa Anaya selama ini juga berada disini? Jadi, selama ini aku begitu dekat dengan gadis itu? Begitu dekat"
Tidak ada setetes pun yang jatuh dari sudut matanya, mungkin karena air matanya itu sudah habis terkuras sejak beberapa tahun lalu. Tidak ada tangis, yang ada hanya isakan dan rasa sakit yang selalu gagal untuk disembuhkan.
"Hei, apa yang kau lakukan?" sebuah seruan membuat gadis itu menurunkan buku yang menutupi wajahnya, mendongakkan wajahnya dan mendapati seorang pria yang ia kenal dengan nama Haruo.
"Kau baik-baik saja?" pria itu kembali bertanya dengan dahi yang sedikit menunjukkan lipatan bingung, dan kedua pertanyaan itu hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh gadis yang kini mulai bangkit dari posisinya.
Hinami kembali menoleh ke arah tempat matanya barusan mendapati Anaya, tapi sepertinya kali ini matanya tak lagi mendapatkan sosok itu. Hanya ada beberapa orang yang ada disana, dan gadis bernama Anaya itu? Entahlah, dia sudah tidak terlihat lagi di tempat itu.
"Mencari seseorang?" Haruo kembali berseru, ikut melihat ke arah pandangan gadis di hadapannya.
"Tidak ada, apa yang kau lakukan disini?" jawab Hinami.
"Kau pikir?" Haruo menjawab singkat, setelahnya melirik jam arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kau ada kelas?" tanyanya.
"Satu jam lagi"
"Tertarik untuk pergi ke kantin bersamaku?" tanya Haruo yang malah membuat perut gadis dihadapannya tergelitik. Hinami tertawa kecil, pertanyaan Haruo barusan entah kenapa membuatnya geli sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oboemasu
Teen FictionTujuanku ke Ibukota memang ingin lari dari masalahku, lari dari luka yang selalu membuat air mataku jebol dan tak bisa di tampung. Aku tahu ini tindakan bodoh, tapi aku berharap dengan perginya aku luka ini akan sembuh. Tapi buktinya? Semuanya tetap...