“Niichan, Natsumi ingin belajar biola” Rengek seorang gadis kecil yang kini terlihat asik duduk disebelah kakak laki-lakinya yang asik bermain piano.
Kakaknya itu menghentikan permainannya, memandang adik perempuannya itu dan mengelus lembut pucuk kepala adiknya. “Kenapa tiba-tiba?”
“Tidak ada apa-apa, Natsumi hanya ingin bisa bermain biola. Tadi pagi Natsumi bertemu seorang wanita di taman dekat kampus niichan, permainan biolanya luar biasa”
“Hah? Siapa?” Haruo bertanya antusias, siapa tahu gadis yang adiknya bicarakan itu bisa membantu masalah di klub musiknya yang berantakan karena kepergian Rin ke Amerika.
“Tidak kenal” Natsumi menjawab singkat, dan di detik setelahnya gadis itu menunjukkan binar mata penuh harap pada sang kakak, mencoba membujuknya untuk mencarikannya guru biola.
“Oh ayolah Natsumi, kakak sedang pusing dengan masalah klub musik kakak. Jangan tambah masalah kakak dengan meminta yang aneh-aneh”
Mendengar jawaban sang kakak Natsumi mengembungkan pipinya kesal, gadis kecil itu terlihat tertunduk di tempatnya. Memandang kearah yang seharusnya ada kaki kanannya disana.
“Niichan bilang akan mengabulkan apapun yang Natsumi inginkan, tapi apa?”
“Jangan bicara seperti itu, niichan janji akan mencarikanmu guru biola. Tapi niichan tidak bisa melakukannya dalam waktu cepat” seru Haruo sembari mengembuskan napas beratnya. Pria itu beranjak dari duduknya, menyeret kakinya ke arah kamarnya sendiri. Dari luar sana, terdengar seruan penuh kegembiraan milik adiknya itu.
Esoknya, Rei dan Haruo sudah berada di kantin kampus sejak pukul 15:54. Menunggu gadis bernama Hinami yang kata Rei bisa membantu klub mereka dalam acara musim panas nanti.
Setengah jam menunggu sembari menyantap makanan yang mereka pesan, akhirnya gadis yang ditunggu-tunggu itu datang. “Ada apa? Apa yang ingin kau bicarakan?” seru gadis berkacamata itu, dilihatnya dua orang pria yang ia kenal kini tengah terduduk di hadapannya.
“Ini tentang klub musik kami” Jawab Rei, ragu untuk mengatakan maksudnya karena yakin gadis di hadapannya pasti menolak.
“Kami ingin kau ikut bergabung bersama kami, pemain biola kami tidak bisa ikut festival. Aku dengar kau bisa bermain biola, bermainlah bersama kami di acara festival nanti” pria yang satunya menyahut, langsung mengungkapkan tujuan mereka tanpa basa basi. Dengan tatapan penuh harap kini kedua pria itu memandang Hinami dengan wajah memelas.
Satu menit Hinami hanya terdiam di tempat, tatapannya tertunduk pada gelas plastik yang ada di tangannya. Bermain biola lagi? Apa bisa?
“Bagaimana?? Kau maukan?” Haruo kembali berseru. “Ku mohon bantu kami” lanjutnya.
“Tidak bisa” jawab Hinami akhirnya dengan nada mantap.
Haruo menatap gadis di hadapannya heran sekaligus terkejut karena kecewa, bagaimana gadis itu menolak setelah kemarin Rei terlihat begitu yakin. “Kenapa??” Haruo bertanya.
“Aku tidak bisa menceritakannya padamu” Hinami menundukkan kepalanya lalu memandang ke arah Rei yang duduk di samping Haruo. “Rei, kau seharusnya tahu” lanjut Hinami.
“Hinami-chan, aku mohon padamu bantu kami. Hanya bermain sekali saja, aku mohon” Haruo kembali berseru, berusaha membujuk Hinami yang kini hanya terdiam di posisinya.
“Maaf aku tidak bisa” jawab Hinami sebelum meninggalkan kedua pria di hadapannya.
Dengan langkah cepat, gadis berkacamata itu pergi ke sebuah taman bermain di dekat kampus. Sepi, tempat ini masih sepi karena cuaca dingin. Meski kursi tamannya di tutupi salju tipis gadis itu tetap mendudukkan tubuhnya di atasnya, memandang ke arah sebuah perosotan yang permukaannya terlihat putih karena diselimuti salju.
“Tidak, kau tidak boleh menangis Hinami” Seru Hinami dalam diam begitu merasakan air matanya kembali mengalir.
Tidak bisa, ia tidak bisa menerima tawaran Haruo. Bermain biola, bermain biola LAGI. Oh ya ampun, ia benar-benar tidak bisa.
![](https://img.wattpad.com/cover/186703422-288-k806464.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Oboemasu
Teen FictionTujuanku ke Ibukota memang ingin lari dari masalahku, lari dari luka yang selalu membuat air mataku jebol dan tak bisa di tampung. Aku tahu ini tindakan bodoh, tapi aku berharap dengan perginya aku luka ini akan sembuh. Tapi buktinya? Semuanya tetap...