Bab 19 - Mantra Kematian

71 7 4
                                    

Matahari tak terasa menyengat kulit meskipun sinarnya tepat di atas kepala. Astra dan kawan-kawannya tak menghiraukan semua itu. Tujuan mereka hanya satu yaitu segera pergi ke dewan tertinggi Sundapura untuk melapor dan menyerahkan Tabut Samia dan kitab Astrakia yang telah mereka dapatkan. Guru mereka belum kembali dari pencarian guru Nata yang hilang di Honshu. Tetapi mereka harus melakukan tugasnya apapun yang terjadi. Hari itu mereka menemui Grand master Surya dan menceritakan semua yang terjadi. Tanpa mereka sadari, Natalie dari tadi membuntuti mereka dan berusaha mencuri dengar apa yang mereka bicarakan.

Dia juga mendapat kesempatan untuk menghancurkan Jingga karena sebuah rencana yang dia sepakati bersama David Copperfield untuk menyingkirkan dan menggantikannya dari tim. David juga berjanji untuk membantunya, asalkan dia harus membawa Jingga keluar dari Sundapura agar lebih leluasa memuluskan rencananya. Artinya Natalie harus bisa membujuk Jingga untuk pergi ke luar Sundapura.

Natalie tidak bisa masuk ke istana sebab penjagaan di luar sangat ketat sehingga dirinya yang tak memiliki kepentingan apapun pada istana akan dicurigai. Karena itu dirinya cukup menunggu mereka keluar. Syukur-syukur mereka akan membicarakan apa yang mereka ceritakan di dalam sana.

Beberapa saat kemudian mereka berempat keluar dari istana. Natalie bersembunyi di balik semak-semak yang dinaungi pohon besar, persembunyian yang cukup rapi. Sialnya, mereka hanya mengatakan akan melanjutkan pencarian pusaka dan tak membicarakan apa pun lagi setelahnya. Saat ini tim perisai sedang sibuk-sibuknya, sehingga cukup menyulitkan Natalie untuk mencari celah agar bisa membawa Jingga keluar Sundapura. Lebih baik dia minta bantuan saja pada David, pria itu pasti bisa membantunya. Tetapi dia harus mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi.

Jingga dan teman-temannya berhenti di sebuah tanah lapang yang tak mereka kenali. Rumput-rumput dan semak meninggi di sekitarnya. Serta pepohonan yang menjulang seakan memagari tanah lapang itu dan memisahkannya dari tempat lain, sebuah tempat yang sempurna untuk bertarung. Entah mengapa perasaan mereka tak wajar, seperti ada sesuatu yang mengintai. Tempat itu begitu senyap. Tapi Evan merasakan ada banyak totem yang tersebar. Mereka harus berhati-hati, sebab apabila terkena pengaruh totem yang tidak sesuai aura mereka, akan berdampak buruk. Mungkin akan terkena ledakan, atau bahkan bagian terburuknya mereka bisa tewas.

"Sepertinya kita harus mencari di tempat lain. Aku merasa tak nyaman berada di tempat ini," sahut Jingga memecah kebisuan.

"Aku juga merasa ada sesuatu yang aneh. Aku merasa ada yang sedang mengawasi kita dan menaruh banyak ranjau di sekitar sini. Lebih baik kita pergi dari tempat ini," kata Evan yang disambut anggukan teman-temannya yang lain. Mereka pun segera berbalik untuk mengerahkan kekuatan gerak cepat, namun sebelum sempat mereka berhasil meninggalkan tempat itu, dari semak-semak muncul mahluk-mahluk mengerikan bermata merah. Badannya separuh manusia, berkepala kelelawar dan bersayap.
Kaki mereka juga tiba-tiba terasa berat seperti besi yang tertarik magnet. Mereka tidak bisa berlari.

Mahluk-mahluk itu semakin mendekat dan mengepung mereka berempat. Tidak ada cara lain selain melawan. Mereka mulai berkonsentrasi melepas tabir transparan sebagai perisai yang melingkupi Jingga dan kawan-kawannya. Selagi tabir itu semakin mengembang, Astra melepas pusaran badai berwarna kelabu yang membuat mereka berada di dalam mata badai sehingga mahluk-mahluk itu tidak bisa melihat mereka. Dengan sekuat tenaga mereka berusaha melepas jeratan totem magnet yang menarik kakinya, namun nihil, energinya terlalu kuat. Evan segera melepas tombak-tombak api yang meluncur dari telapak tangannya. Entah tombak-tombak itu berhasil tepat sasaran atau tidak, yang penting mereka harus berusaha mengulur waktu sampai benar-benar bisa terlepas sebab mereka akan kewalahan jika harus melawan mahluk yang berjumlah ratusan tersebut.

Astra mulai goyah, Jingga segera mengambil alih untuk mempertahankan pusaran badai. Di saat-saat genting tersebut, tiba-tiba muncul sebuah ide dalam benak Peter. Kalau jeratan itu masih belum bisa dilepas, Peter akan membawa mereka kabur dengan membuat terowongan sementara badai itu akan tetap berputar beberapa saat sebelum lenyap dan saat itu mereka sudah bisa meloloskan diri.

Peter masih merapal mantra ketika bumi mulai bergetar sementara telapak tangannya menyentuh bumi. Lalu terbentuk lingkaran yang cukup besar agar mereka bisa masuk. Peter masuk terlebih dahulu disusul Evan. Astra segera memberitahu Jingga untuk melepas kendali pusaran dan segera menyusul mereka.

"Jingga, ayo cepat. Lepaskan kendali pusaran dan segera masuk!" Ajak Astra yang sudah berada di bibir terowongan. Jingga hanya mengangguk lalu segera meloncat ke dalam terowongan. Mereka saling berpegangan namun langkah kaki mereka sangat lambat karena pengaruh totem magnet.
Beberapa saat kemudian pusaran badai itu lenyap dan mahluk-mahluk itu menghambur menuju lubang tanah yang perlahan menutup. Namun, sebelum para monster itu sampai di bibir terowongan, seberkas sinar merah membara meluncur dan menghancurkan lubang itu. Rupanya David Copperfield otak dari serangan ini. Dia segera melepaskan selarik energi gelap yang merasuk ke dalam terowongan.
Jingga yang berada paling belakang tiba-tiba merasakan tubuhnya lemas seakan seluruh persendiannya lumpuh total. Astra yang menyadari ada yang tidak beres segera merapal mantra pelindung tingkat tiga.

"Shielderus Maxima"

Untuk mantra-mantra tingkat tiga, mereka belum bisa melepas kekuatannya tanpa merapal mantra. Selapis tabir transparan melingkupi tubuh mereka dan mengembang sampai ke luar terowongan. Terjadi kontak dua energi yang berlawanan menyebabkan terjadinya percikan dan rentetan ledakan. Sebisanya mereka membawa Jingga yang sudah tak sadarkan diri. Saat itu mereka mulai putus asa, namun beruntung, Lyra, Ahmed dan Kostas melewati tempat itu dan melihat David Copperfield sedang melepas energi gelap dan menyerang sesuatu yang berada di dalam terowongan. Akhirnya mereka bertarung sementara sesosok lain yang bersembunyi di balik pepohonan memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Pikirnya, pria itu pasti akan kalah.
Namun beruntung, mereka bisa mengalahkan pria sangar itu hingga membuatnya terpaksa melarikan diri. Mereka segera membantu Astra, Evan dan Peter untuk menyelamatkan Jingga yang tergolek lemah.

"Jingga ... Jingga ..., bangun!" samar telinganya masih mendengar suara-suara yang memanggil namanya. Namun mulutnya hanya membisu dan matanya terpejam.

"Jingga..."

"Ayo, guru, kita bawa kembali ke Sundapura!"

"Kalian angkat tubuhnya..."

Jingga tak mendengar apa pun lagi setelah itu. Semuanya gelap.

------------------

"Denyut jantungnya melemah. Kulitnya juga memucat," Andrea yang memeriksa keadaan Jingga tampak sangat cemas.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Astra tak kalah cemas dari Andrea. Di sana juga ada Mark.

"Kalian harus mencari teratai salju. Teratai itu hanya tumbuh di puncak-puncak pegunungan bersalju di sepanjang pegunungan Himalaya dan pegunungan Kaukasus. Hanya tumbuhan itu yang bisa menyembuhkan Jingga karena dia terkena mantra kematian tingkat keempat. Bahkan mantra itu sangat jarang ada yang mempelajari di Sundapura. Ramuan dari teratai salju inilah yang bisa menangkalnya. Namun sayang, tumbuhan itu sekarang cukup sulit ditemukan. Kalian harus cepat mendapatkannya sebelum terlambat." Sahut Andrea, ibu angkat Mark sekaligus salah satu penyembuh terbaik yang dimiliki Sundapura saat ini.

"Mantra jenis kutukan ini sangat kuat. Hanya penyihir yang benar-benar kuat yang bisa melepaskan mantra sihir tingkat empat ini sebab kekuatannya yang sangat besar. Siapa yang menyerang kalian?" Tanya Andrea kepada Astra. Namun, dirinya tak mengetahui ada penyihir lain sebab mereka hanya melihat mahluk-mahluk bermata merah yang menyeramkan.

"Kami tahu!" Suara Kostas yang berat memancing perhatian semua yang ada di sana.

"David Copperfield. Penyihir Amerika yang pernah menaklukan beberapa kota sihir."

"Dia...," Andrea bergumam lirih. Kilat matanya menandakan amarah yang berusaha dia tahan.

Tanpa menunggu waktu lama, Astra, Evan, Peter dan tiga gurunya berpamitan untuk mencari teratai salju. Mark juga ingin mencarinya karena dirinya tak ingin kehilangan gadis yang amat dia sayangi. Sementara Andrea menjaga dan merawat Jingga. Sepasang mata biru yang indah terlihat mengintip ke arah Jingga dan Andrea dari balik tirai. Sosok itu merupakan sosok yang sama dengan sosok yang berada di balik pepohonan ketika pria berambut merah bertarung dengan tiga penyihir senior Sundapura. Sosok itu tak lain adalah Natalie!

4 ELEMENTS [Diterbitkan Oleh Jejak Publisher]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang