Bab 25 - Mencari Titik Kelemahan

68 6 15
                                    

Tangisan Jingga masih belum berhenti. Dia masih tetap berharap Erick bisa diselamatkan. Setelah mereka membawa Erick pada Andrea, dengan berat hati Andrea mengatakan Erick sudah tiada. Lukanya yang sangat parah ditambah mantra kematian yang sangat kuat menyebabkan Erick tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Rasa bersalahnya semakin memuncak tak karuan. Astra mendekap Jingga untuk menenangkannya. Evan dan Peter merasa sangat terpukul dengan kejadian ini. Natalie sudah benar-benar keterlaluan.

"Benar-benar ya. Gadis itu tidak akan pernah kumaafkan," gerutu Peter. Melihat Erick yang terbujur kaku dengan sisa darah yang mengering membuatnya sangat marah. Bisa-bisanya dia sejahat ini sampai menghilangkan nyawa seseorang. Dasar pembunuh!

Sementara keempat gurunya beserta Andrea hanya terdiam. Tanpa mereka sadari di luar ruangan, seseorang sedang terluka hatinya. Bahkan dia merasa tak sanggup berdiri dan jatuh berlutut. Dirinya tak menyangka, secepat ini Erick pergi bahkan lelaki itu tak pernah tahu tentang perasaannya. Dia juga tak menyangka, bahwa lelaki yang dicintainya itu tewas di tangan sahabatnya sendiri, Natalie. Sampai kapan pun Julie tidak akan pernah memaafkannya. 

Hari itu daun-daun meranggas, berguguran di atas gundukan tanah yang masih basah. Daun-daun itu mengering lebih cepat dari seharusnya. Barangkali karena udara bumi yang semakin panas akibat kemarau panjang. Terakhir kali turun hujan beberapa bulan yang lalu. Sekarang adalah pertengahan 2019, tahun yang disebut-sebut sebagai gerbang awal rentetan bencana besar yang akan dialami bumi. Bagi Sundapura, kematian Erick juga merupakan awal bencana.

Beberapa orang masih ada di pemakaman Erick, termasuk Jingga. Dia merasa sangat bersalah atas kematian Erick karena telah menyelamatkannya. Kalau saja dirinya menyadari Natalie akan menyerangnya dan berusaha menghindari, mungkin sampai saat ini Erick masih ada di sini.

Kemudian satu persatu beranjak meninggalkan pemakaman Erick. Hingga akhirnya Jingga yang terakhir, segera bangkit lalu berjalan gontai kembali ke akademi.
Setelah tiada seseorang pun di sana, Julie mendekat ke pusara Erick dengan derai air mata yang belum habis. Julie berjongkok dan meraba tanah basah di hadapannya. Hatinya sakit menerima kenyataan pahit ini.

Tanpa sepatah kata pun terucap dari bibirnya, namun hatinya bergemuruh oleh amarah. Dia berjanji akan membalas Natalie. Dia bukan sahabatnya lagi!
Dengan enggan Julie akhirnya bangkit dan sejenak memandangi kuburan baru tersebut. Lalu perlahan berbalik meninggalkan peristirahatan terakhir lelaki itu.
Selamat jalan, Erick!

——————————————————

"Ampun, tuan. Penyerangan gagal," ujar Natalie saat dirinya kembali ke kastil tempat David bersemayam. Namun, anehnya David yang biasanya temperamen tampak tenang dan tak menunjukkan raut emosi sama sekali.

"Aku lupa memberitahukanmu sesuatu."

"Apa, tuan?"

"Kubah pelindung itu sangat kuat, tidak akan pernah terpengaruh oleh mantra sihir apa pun karena ada kristal lemuria. Kristal itu yang membuat kubah menjadi sangat kuat dan tidak dapat ditembus oleh kekuatan sihir hitam."

"Oh!" Natalie terkejut.

"Untuk melemahkan kubah pelindung, kristal itu harus kita ambil dan hancurkan. Tetapi masalahnya, penjagaan di sana cukup ketat dan hanya yang pernah berada di sana yang bisa masuk."

"Seperti— aku?"
"Dan aku juga!"
Natalie terperangah. Rupanya pria berambut merah di hadapannya pernah belajar sihir di Sundapura. Akhirnya dia tahu, bukan karena kekuatan pria itu yang menyebabkan dia bisa masuk dan menemuinya untuk bekerjasama, melainkan karena dia pernah menjadi bagian dari Sundapura sehingga meskipun akhirnya dia berseteru, dan memutuskan untuk pergi dari kota itu, tetap ada bagian darinya yang bisa mengakses kota itu kapan saja.

"Serangan yang akan kita lakukan setelah ini, kita akan alihkan perhatian mereka dengan serangan dari depan. Aku akan memberikan sedikit energi aura yang kumiliki agar anak buahku bisa menembus kubah itu. Sebagian dari mereka akan membuat kerusuhan di dalam dan sebagian akan berperang dengan mereka di garda depan. Sisanya biar aku yang tangani," papar David bersemangat karena menemukan ide cemerlang.

David sebenarnya tak tahu, kristal itu berada di mana. Tetapi firasatnya mengatakan kristal tersebut berada di areal akademi. Kemungkinan berada di dalam istana dewan sihir atau di perpustakaan agung. Dia ingat gurunya dahulu pernah bercerita tentang kristal itu. Kristal yang merupakan salah satu peninggalan bangsa lemuria berjumlah tiga sesuai dengan fungsinya masing-masing. Satu kristal berfungsi sebagai pemancar energi dan cahaya. Kristal itu pula yang memancarkan energi perisai yang sangat kuat untuk melindungi Sundapura. Kristal yang satunya sebagai pusat segala informasi tentang alam semesta. Namun, dia tak tahu kristal yang satunya lagi karena gurunya belum sempat menceritakan tentang hal itu. David sangat meyakini bahwa Sundapura memiliki ketiganya.

Apalagi jika dia berhasil mendapatkan kristal-kristal itu, niscaya imperium sihir hitam akan benar-benar terwujud sepenuhnya dan tak akan pernah terkalahkan oleh apa pun dan siapa pun. Selain itu jika kristal yang bisa mengakses segala informasi tentang alam semesta berhasil direbutnya, maka akan sangat mudah menemukan apa yang dia dan tuannya cari selama ini.

Tanpa menyia-nyiakan waktu, David segera mengerahkan semua pasukannya yang berjumlah ratusan untuk kembali menyerang Sundapura. Kali ini, dia tahu apa yang harus dia lakukan untuk melemahkan kota itu.

——————————————————

Kali ini Jingga benar-benar butuh untuk menyendiri. Telah banyak kejadian yang menyakitkan hatinya semenjak dia masih sebagai manusia biasa sampai detik ini, namun selama itu pula dirinya tetap kuat bertahan bahkan enggan untuk meneteskan air mata walau sejenak.

Sejak neneknya pergi, Erick merupakan yang kedua kalinya alasan Jingga menangis. Erick telah banyak menolongnya, bahkan ketika lelaki itu tahu bahwa Jingga telah mencintai lelaki lain, Erick masih tetap menolong Jingga sepenuh hati.

Erick maafkan aku, gumamnya dalam hati.

Tekadnya untuk menolong Natalie agar gadis itu terlepas dari pengaruh sihir jahat sejenak lenyap, berganti dengan kekecewaan yang mendalam. Namun, akhirnya dia sadar bahwa semua kejadian dan nasib sudah digariskan oleh Sang Hyang Widi. Sekuat apa pun menolak, tak akan pernah bisa mengubah jalan cerita. Sehingga, sebesar apa pun rasa kecewanya pada gadis itu, bukan alasan untuk tak membawanya kembali ke Sundapura.

Jingga segera menghapus air mata dan beranjak untuk menemui gurunya. Dia mencari ke barak tim namun tiada seseorang pun di sana. Kemudian berbalik menuju akademi, barangkali sedang berada di sana. Namun, sesampainya di sana, Jingga malah berpapasan dengan Julie. Mereka saling mematung.
Julie tahu bahwa Erick tewas karena berusaha menyelamatkan gadis di depannya. Dia juga tahu bagaimana perasaan Erick pada Jingga. Namun, akhirnya dia sadar bahwa sekarang, titik permasalahannya bukan gadis itu, tetapi Natalie, sahabatnya sendiri.

Namun, bukan berarti sikap Julie menjadi lunak pada Jingga. Rasa kesalnya pada gadis itu masih tetap ada, hanya saja tak dia ungkapkan. Maka ketika Jingga telah membuka mulutnya untuk sekedar bertanya atau menyapa —entahlah apa yang Jingga ingin katakan— Julie memilih untuk berlalu dari sana, meninggalkan Jingga yang belum sempat berbicara.

Hal itu membuat Jingga sedikit khawatir Julie akan mengikuti jejak Natalie. Namun, segera dia tepis pikiran seperti itu lantas dirinya juga beranjak dari sana. Akhirnya Jingga bertemu Lyra di gerbang akademi yang menghadap ke arah kota. Rupanya gurunya baru saja pulang dari sana. Jingga segera menghampiri wanita itu dan mengajaknya untuk berbicara empat mata. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan pada gurunya, termasuk cara untuk mencari kelemahan Natalie.

4 ELEMENTS [Diterbitkan Oleh Jejak Publisher]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang