Bab 46 - Kristal Semesta

35 6 13
                                    

Angin bertiup semilir, namun terasa sangat dingin hari itu. Apalagi langit yang tertutup awan tebal kelabu seakan ingin menumpahkan setiap tetes air hujan hasil evaporasi dari perairan di darat. Sesungguhnya Astra dan teman-temannya tak tahu bagaimana kondisi musim dan iklim di masa ini. Mungkin tidak jauh berbeda dari masanya, setengah tahun kondisi lembap oleh hujan, sisanya merupakan musim kemarau, khas wilayah tropis. Meskipun di masa mereka kondisi iklim sudah tidak menentu. Kadang turun hujan di musim kemarau dan sebaliknya akibat pemanasan global yang semakin buruk. Ditambah gaya hidup manusia yang memperparah keadaannya.

Abha telah bersiap-siap, sementara Astra, Evan dan Peter masih berada di kamarnya. Ta'lza membantu Jingga untuk bersiap dan Quzhan entah kemana orang itu. Barangkali sebentar lagi dia akan kembali.

Rupanya Abha akan mengajak mereka ke suatu tempat yang sangat rahasia. Saking rahasianya, hanya beberapa orang penduduk pulau leluhur yang bisa mengaksesnya, termasuk Abha. Mereka pikir Ta'lza akan ikut mereka, rupanya tidak.

"Kalian pergi saja bersama Abha. Aku akan mencari Quzhan. Entah kemana anak itu, dari tadi menghilang."

"Ya, sebaiknya kamu cari dia sekarang, lalu segera susul kami," sahut Abha sembari melangkah ke luar rumahnya.
Ta'lza hanya mengangguk singkat.
Lalu tiba-tiba Abha, Astra, Evan, Peter dan Jingga lenyap begitu saja. Sedangkan Ta'lza yang akan mencari Quzhan juga ikut menghilang dalam sekejap.

——————————————————

Hazares masih membawa kristal itu di tangannya. Dia berencana untuk mengakses segala rahasia yang tersimpan di dalamnya. Dia tahu bahwa kristal itu memiliki kekuatan yang sangat besar, bahkan jika dia tak mampu mengendalikannya, bisa saja dia akan mati mengenaskan. Namun, untuk saat ini gadis mungil yang sudah dibawa keluar oleh pengawalnya harus segera dikorbankan. Jingga tak mampu berbuat apa-apa selain meronta-ronta. Dia berusaha mengerahkan kekuatannya dengan meluncurkan ribuan tombak es namun dengan mudah ditepis Hazares dengan sekali halau. Lelaki itu bukanlah lawannya.

Sementara itu sesosok lelaki  mengendap-endap di antara kerimbunan hutan. Dia penasaran dengan tempat yang didatanginya tadi bersama Abha dan yang lain. Ada sesuatu hal yang menarik perhatiannya sesaat sebelum mereka beranjak pergi. Bukan, bukan soal kristal semesta. Entah mengapa dia merasa curiga. Bukan hanya kemampuannya menganalisis ekspresi seseorang, melainkan karena dia melihat sesuatu yang ganjal dari gadis itu, sehingga dia memutuskan untuk kembali ke tempat ritual pengorbanan.

Ketika Quzhan telah sampai di tengah hutan, orang-orang pulau Athlant dan gerombolan monster itu masih berkumpul di sekitar bangunan tua. Betapa terkejutnya Quzhan ketika Hazares tiba-tiba muncul disertai dua pengawalnya tengah menyeret seorang gadis yang kepayahan meronta-ronta ingin melepaskan diri. Gadis itu akan dikorbankan!

Jingga?! Benarkah itu Jingga? Bukankah tadi Abha berhasil menyelamatkan Jingga dan membawanya kembali ke rumah? Tanyanya dalam hati sembari bersembunyi di balik semak-semak tinggi. Berkali-kali lelaki itu mengucek matanya hanya sekedar meyakinkan bahwa apa yang dilihatnya benar-benar Jingga. Kali ini dia yakin bahwa gadis yang diseret-seret dengan keji itu memang Jingga. Lalu siapa yang sekarang ada di rumah Abha?

——————————————————

Ruangan yang super luas dan mewah ada di dalam perut gunung! Sepertinya ruangan ini adalah laboratorium rahasia, sebab terdapat banyak peralatan dan mesin-mesin canggih. Ruangan itu juga sangat terang benderang, sama sekali tak memperlihatkan bahwa ruangan tersebut ada di dalam perut gunung. Abha yang berjalan paling depan membuka sebuah pintu kristal dengan detektor detak jantung dan iris mata serta mengakurasikan pola telapak tangan pada bagian khusus pintu. Setelah itu Abha mengajak mereka masuk ke dalam ruangan lain. Tempat ini jauh lebih mewah dibandingkan laboratorium pusat.

4 ELEMENTS [Diterbitkan Oleh Jejak Publisher]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang